Pilihlah Hikmat

Khotbah Minggu XI sesudah Trinitatis

HKBP Kebayoran Lama

Amsal 9:1-6; 13-17

Minggu lalu STT Jakarta baru selesai melaksanakan OSPEK, orientasi untuk mahasiswa baru. STT Jakarta tidak melakukan OSPEK dalam pelaksanaan seperti dulu di mana mahasiswa baru diminta untuk mematuhi senior dalam segala hal. Hanya ada satu prinsip dalam ospek, “senior selalu benar” dan peraturan lain adalah, “apabila senior salah ingat peraturan pertama.” Biasanya OSPEK menjadi sarana juga untuk senior berburu, hunting, mahasiswa baru yang masih segar. Dalam hal inilah, saya suka menanyakan hal ini kepada para senior. “kalian lebih suka pasangan yang cantik tapi bodoh, atau yang biasa saja tapi pintar.”

Pertanyaan ini sebenarnya muncul dari stereotype yang sudah ada Ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa laki-laki umumnya merasa lebih nervous ketika pasangannya lebih pintar darinya. Ada stereotype yang umum di dunia Barat tentang orang yang berambut pirang. Katanya, mereka yang berambut pirang memiliki iq yang lebih rendah daripada yang berambut cokelat atau gelap. Singkat kata, katanya kepintaran dan kecakapan tidak berjalan bersamaan. Stereotype ini tentunya tidak benar. Namun berangkat dari pemahaman inilah muncul pertanyaan di atas, anda pilih yang mana?

Ada dua contoh perempuan yang bisa saya berikan. Dalam serial tv the big bang theory, cerita tentang 4 ilmuwan yang kutu buku dan tidak gaul, ada dua karakter yang bisa kita pilih. Yang pertama karakter “Penny” yang digambarkan memiliki penampilan fisik yang sangat menarik, ceria, namun tidak cerdas. Lalu ada lagi karakter “Amy” yang memiliki gelar doktoral dalam bidang biologi, namun tidak berpenampilan menarik. Kalau keduanya disodorkan kepada saudara (yang laki-laki), karakter apa yang akan anda pilih?

Tentunya akan ada yang menjawab, “saya sih maunya yang pintar dan cantik.” Tentunya hal ini normal dan masuk akal. Natalie Portman adalah salah satu dari banyak perempuan yang cantik dan pintar. Namun apakah saudara betul-betul mau jalan dengan perempuan yang cantik dan pintar? Dalam hal ini saya tidak bicara soal gender atau stereo type, tapi umumnya laki-laki agak gentar kalau memilih perempuan yang cakap dan pintar. Hal ini disebabkan oleh ego laki-laki yang terlalu tinggi, yang tidak mau dikontrol oleh perempuan. Saya sendiri mengenal banyak laki-laki yang gentar mendekati perempuan pintar dan cantik, kata mereka “high maintenance man!” Tentunya ini cuma alasan, banyak laki-laki memang gentar menghadapi perempuan pintar dan cantik.

Sementara itu, perempuan tidak memiliki masalah dalam memilih laki2 yang ganteng dan pintar, atau bahkan banyak perempuan lebih condong memilih yang pintar/baik daripada yang berpenampilan fisik menarik. Smart is the new sexy, and men thank God for that.

Kenapa ada pertanyaan awal tadi? Karena hari ini kita diminta untuk memilih dua sosok perempuan yang ditampilkan di Amsal 9. Dan saya mau menunjukkan bahwa tidak semua orang memilih kepintaran, karena ada yang merasa terintimidasi dengan kepintaran.

Amsal 9 menggambarkan hikmat sebagai sosok seorang perempuan. Terjemahan bahasa Indonesia tidak menggambarkan hal ini karena kita tidak memiliki kata ganti penunjuk jenis kelamin untuk kata orang ketiga “dia”. Dalam bahasa Inggris, atau dalam bahasa aslinya juga, maka dia di sini menunjuk kepada seorang ‘perempuan’. Kata hikmat dalam bahasa Ibrani adalah חָכְמוֹת chokmowth {khok-moth’} atau חַכְמוֹת chakmowth {khak-moth’}. Dalam hal ini bahasa Ibrani ini menunjukkan sisi feminin. Dalam bahasa Yunani, hikmat adalah “Sophia”.  Tetapi, di ayat 13, yang mengundang kebodohan juga dilambangkan seperti seorang perempuan. Hal ini memang dipengaruhi oleh unsur budaya Patriarkhal yang kental dalam budaya Yahudi. Karena itu mungkin bisa saja kedua sifat ini dilambangkan oleh seorang laki-laki dalam masa kini. Tetapi intinya bukan soal laki-laki atau perempuan, melainkan bahwa hikmat dan kebodohan itu seperti kepribadian yang bisa mengajak dan membujuk kita.

Dalam bahasa Ibrani, kata Amsal berasal dari kata masal yang berarti ‘perbandingan.’ Amsal memang disukai banyak orang karena mengandung petuah bijak, kalimat-kalimat kebijaksanaan yang bisa kita renungkan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak Amsal ditulis dalam bentuk perbandingan, misalnya berbahagialah mereka yang melakukan ini, tetapi celakalah mereka yang melakukan itu. Pola ini juga bisa kita lihat dalam Amsal 9 ini. Memang ayat bacaan kita hanya menunjukkan tentang hikmat, karena itu kita membaca juga ayat 13 hingga ayat 18, sehingga kita bisa melihat bahwa selain hikmat ada juga kebodohan. Hal ini menunjukkan perbandingan hikmat dan kebodohan.

Perbedaannya ada beberapa. Lihat saja perbedaan dalam perkataan mereka. Hikmat mengundang tamu lewat pelayannya dan berkata, “Siapa yang tak berpengalaman, singgahlah ke mari; Marilah, makanlah rotiku, dan minumlah anggur yang telah kucampur; buanglah kebodohan, maka kamu akan hidup, dan ikutilah jalan pengertian.”

Sedang perempuan satu lagi (ay. 13: bebal cerewet, sangat tidak berpengalaman ia, dan tidak tahu malu.) berkata, “Siapa yang tak berpengalaman, singgahlah ke mari; Air curian manis, dan roti yang dimakan dengan sembunyi-sembunyi lezat rasanya.”

Perbedaan pertama, Hikmat mengundang lewat hambanya setelah mempersiapkan segala sesuatu: rumah dengan 7 pilar (lambang kesempurnaan) makanan, anggur, sementara yang bodoh berteriak di depan rumahnya, mencuri air dan roti yang dihidangkannya. Hikmat menyajikan anggur, yang bodoh menyiapkan air curian. Hikmat mengundang pikiran dan jalan pengertian, sementara kebodohan menawarkan perasaan manis dan lezat. Yang hikmat ingin kita berpikir, yang bodoh ingin kita merasa.

Undangan hikmat bisa juga kita artikan sebagai undangan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Hikmat bukanlah suatu konsep tentang kata sifat, melainkan sebuah pribadi. Pelajaran apa yang bisa kita petik dari sang hikmat? Kenapa kita harus memilih hikmat? Pada masa ini, apabila ditanyakan, maka tentu orang akan berkata, “saya mau memilih hikmat.” Tetapi saya akan menyampaikan argumen, kenapa orang tidak mau memilih hikmat dan dengan sengaja memilih kebodohan.

Alasan orang menolak hikmat dengan sengaja karena: Hikmat berarti kesiapan dan keteraturan. Pribadi yang bernama hikmat ini telah menyiapkan undangannya. Dia menegakkan ketujuh tiang rumahnya. Dia menyiapkan makanan dan minuman pesta. Ini bisa kita artikan sebagai kesiapan. Hal ini akan tampak jelas kalau kita bandingkan dengan kebodohan di ay. 13, bahwa perempuan bebal hanya akan mengundang dari depan rumahnya tanpa persiapan yang baik. Hikmat seolah-olah dapat kita artikan sebagai persiapan yang baik. Kita tentunya juga pernah mendengar kisah mengenai tujuh perempuan bodoh dan tujuh perempuan bijak yang menunggu mempelai. Mereka yang bijak menunggu sang mempelai dengan membawa minyak cadangan, sementara yang tidak berhikmat tidak bersiap-siap (Matius 25:1-13).

Di dunia Yahudi, Hikmat ini disamakan dengan Taurat. Taurat didirikan untuk menjaga keteraturan umat Tuhan. Semua hal harus menjadi teratur. Karena itu undangan untuk memilih hikmat bisa diartikan sebagai undangan untuk memilih hukum Allah. Tidak semua orang ingin keteraturan ini.

Saya mau memberi contoh perbedaan cara orang mengundang makan di Indonesia dan Belanda. Di Indonesia, orang bisa bertamu setiap saat dan tiba-tiba mengetuk pintu rumah kita. Kalau ada undangan makan, kita tidak akan pernah tahu ada berapa orang tepatnya yang akan datang karena undangan bisa sewaktu-waktu bertambah atau berkurang. Karena itu dalam membuat makanan untuk tamu yang sewaktu-waktu bisa datang, kita harus menyediakan ekstra, dan karena lebih muncullah budaya membungkus. Sementara itu di Belanda mereka harus membuat janji dulu sebelum bertemu, meskipun dengan keluarga sendiri, dan undangan makan harus tepat dihadiri, tidak kurang, tidak lebih. Mereka menyiapkan makanan sesuai dengan tamu yang datang. Di satu sisi, keteraturan juga mendatangkan kebosanan dan kekakuan, tetapi ketidakteraturan membawa kepanikan. Saya rasa sistem di Indonesia sebenarnya juga adalah keteraturan karena semua orang sudah menyiapkan piring ekstra di rumahnya untuk persiapan kalau tamunya datang. Artinya, kejutan itu pun sudah disiapan sehingga terlihat teratur. Intinya, undangan yang diperlihatkan hikmat sepertinya sedikit gaya Indonesia yaitu siapa saja boleh datang, dan juga gaya Belanda di mana segala sesuatu sudah disiapkan.

Hikmat adalah keteraturan yang seperti itu. Namun tidak semua orang suka keteraturan. Tidak semua orang suka hikmat. Banyak yang sengaja memilih kebodohan karena tidak suka keteraturan. Kenapa? Karena kebodohan menawarkan perasaan manis dan lezat. Dan kita tahu bahwa kebodohan itu memang lezat.

Dalam berumahtangga, kerutinan dan keteraturan kadang membuat orang bosan dan akhirnya mencari tantangan baru dengan berselingkuh. Selingkuh tidak melulu muncul karena masalah dalam rumah tangga, melainkan karena kebosanan akan sesuatu yang teratur.

Dalam hal kesehatan, kita tahu bahwa merokok itu membahayakan kesehatan, namun dengan sengaja ada orang yang memilih untuk merokok.

Orang tahu bahwa berolahraga dengan teratur akan meningkatkan kesehatan tubuh, namun kita kadang-kadang lebih suka menonton orang berolahraga dengan teratur sambil makan cemilan.

Karena itu Amsal perlu mengingatkan bahwa hikmat itu memang pilihan, sama seperti kebodohan. Hikmat di sini bisa diartikan sebagai Allah yang mengundang kita untuk masuk ke hadiratNya, namun kebodohan tetap ada dan menggoda. Allah mengundang kita masuk ke dalam kerajaanNya; ke dalam sebuah pesta yang sudah Dia persiapkan. Sementara itu kebodohan menyembunyikan fakta bahwa di dalamnya sudah menanti orang-orang yang diundangnya masuk ke dalam dunia orang mati (ay. 18).

Karena itu saudara-saudara, pilihlah hikmat, karena itu adalah undangan Allah kepada kita semua. Kita masih diizinkan untuk memilih kebodohan, namun orang bijak memilih hikmat. Amin.

Pdt. Binsar Pakpahan

Viewed 17745 times by 5446 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *