Yesus Kristus yang Memegang Kendali

Khotbah Minggu Palmarum

Geloof Belijdenis Norman Halimsetiawan & Anna-Elia Rumuat

GKIN Regio Arnhem/Nijmegen

 

Yesus Kristus yang Memegang Kendali

 

Yohanes 18:1-11

 

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus,

Hari ini adalah hari yang istimewa buat kita semua, ini adalah Minggu Palmarum, minggu di mana Yesus memasuki Yerusalem sebelum dia ditangkap dan diadili. Kamis adalah Kamis putih, Jumat depan adalah Jumat Agung, dan Minggu adalah Paskah. Ini adalah minggu terakhir dalam rangkaian pra-Paskah kita.

 

Hari ini juga menjadi ekstra istimewa buat kedua zuster dan broeder kita: Anna-Elia dan Norman, karena mereka akan menyatakan iman mereka di hadapan Jemaat sebagai kepenuhan dari rangkaian baptisan mereka. Sebentar lagi mereka akan menjadi anggota penuh di dalam persekutuan kasih Jemaat GKIN terlebih di Regio Arnhem/Nijmegen. Apa artinya anggota penuh? Anggota penuh berarti mereka telah mengetahui ajaran gereja mengenai pokok-pokok penting di dalam gereja, dan mereka telah siap untuk melayani dengan pengetahuan yang penuh. Yang lebih penting lagi, sekarang mereka telah siap untuk masuk ke dalam Perjamuan Kudus.

 

Dalam memulai khotbah ini saya akan menyampaikan sebuah cerita.

Ada seorang dosen muda yang baru saja memperoleh anak pertamanya. Universitas di mana dia mengajar mengirimnya untuk pindah ke pulau Jawa untuk melanjutkan kuliahnya. Dia harus meninggalkan anak isterinya di Sumatera karena isterinya juga bekerja di kota lain. Di tahun 1980-an, teknologi belum secanggih sekarang. Dosen muda ini harus mengirim uang beasiswanya yang tidak banyak kepada isterinya di kota lain. Dosen ini tidak tahu bahwa ternyata dia dikirim ke kota lain sebagai cara untuk menyingkirkannya dari universitas. Dekan Fakultasnya tidak menyukainya karena dia terlalu kritis terhadap kebijaksanannya di kampus. Setelah beberapa bulan pindah kota, dia dipecat dari pekerjaannya sebagai dosen dan juga tidak menerima gaji lagi. Sekarang dosen muda ini berada di pulau lain, tanpa pekerjaan, tanpa uang beasiswa, dan seorang anak isteri yang harus dihidupi, dan dia mendengar bahwa isterinya sekarang sedang mengandung anak kedua. Universitasnya yang lama menolak memberi rekomendasi karena konflik pribadi dengan dekannya. Isterinya tidak mau pindah ke Jawa, sementara dosen ini tidak mau kembali tanpa menyelesaikan sekolahnya. Apa daya, uang juga tidak ada lagi. Dosen muda ini bingung, stress, frustrasi, tidak tahu harus bilang apa kepada isterinya. Selama beberapa hari dia linglung, pusing, berjalan sendiri tanpa arah sampai malam hari. Karena dia selalu dekat dengan Tuhan, dia menangis dan mencurahkan semuanya dalam doanya.

 

Saudara-saudara terkasih,

Kita akan kembali kepada cerita di atas lagi di akhir khotbah ini. Cerita yang kita baca hari ini adalah tentang penangkapan Yesus di Taman Getsemani. Ini juga adalah sebuah cerita mengenai karakter Yesus di waktu kesulitan menghadangNya.

Yesus dan murid-murid baru selesai makan perjamuan terakhir. Setelah itu mereka berangkat ke taman Getsemani untuk berdoa. Di dalam Injil: Matius, Markus dan Lukas kita melihat cerita bagaimana Yesus berdoa untuk pencobaan yang akan dihadapinya. Di ketiga Injil tersebut juga kita membaca cerita mengenai ciuman Yudas yang menghianati Yesus. Tetapi Yohanes memiliki kisah yang lain.

Hal yang ingin Yohanes tunjukkan adalah Yesus sendirilah yang memegang kendali atas situasi yang sedang terjadi. Yesuslah yang menyerahkan diriNya, dan bukan ciuman Yudas. Yesus memegang kendali hingga akhir, dan dia sendiri juga memutuskan untuk mengorbankan diriNya bagi orang yang percaya kepadaNya (Yohanes 3:16). Yesus tidak terkejut oleh penghianatan Yudas dan dia sendiri ingin memenuhi kehendak Bapa atas diriNya.

Mari kita lihat apa yang terjadi.

 

Ketika orang banyak dengan lentera, suluh, dan senjata datang, Yesus justru mendatangi mereka. Tanpa rasa takut Yesus mendekati gerombolan yang akan menangkapNya. Yesus bertanya, “Siapakah yang kamu cari?” Mereka menjawab, “Yesus dari Nazareth.” Lalu Yesus pun berkata, “Akulah Dia.” Mendengar ini, gerombolan ini mundur ke belakang, dan Yohanes mencatat ada yang jatuh ke tanah karena kagetnya.

 

Ada dua hal yang membuat para gerombolan ini kaget. Yang pertama adalah keberanian Yesus. Saya akan jelaskan sedikit mengenai keberanian ini.

Medan adalah sebuah kota, yang paling tidak 7 tahun yang lalu, masih seperti wild west. Saya baru melihat bahwa ternyata cukup banyak orang di Medan yang memiliki senjata api sendiri. Angka kejahatan juga cukup tinggi di Medan karena banyaknya kelompok-kelompok preman yang mengatur kota tersebut dengan setoran keamanan dari toko-toko yang berjualan. Suatu ketika saya sedang bersama dengan seorang om, kenalan ayah saya. Kami memarkir mobil di pinggir jalan. Biasanya orang di Jakarta akan memarkir mobil, lalu memasang ekstra kunci setir dan alarm supaya mobilnya tidak dicuri. Bedanya dengan orang di sini, orang Belanda lebih takut tapenya yang dicuri makanya tape selalu disembunyikan. Om ini memarkir mobil dan membuka jendelanya setengah. Kebingungan, saya bertanya, “Apa ga takut dicuri oom?” Dia berkata, “Tidak, buka saja, biar mereka tahu bahwa yang punya mobil justru lebih berani dari preman di sini.” Dan benar saja, ketika kami kembali, mobilnya masih aman dan tidak terjadi apa-apa. Dengan keberanian seperti itu, para preman justru berpikir dua kali.

 

Yesus menghadang gerombolan dan dengan berani berkata, “Akulah Dia.” Tidak menduga sambutan ini, gerombolan ini kaget dan ada yang terjatuh. Keberanian Yesus membuat mereka terkejut, orang yang seharusnya ketakutan justru menyambut mereka.

 

Yang membuat mereka kaget juga adalah, gerombolan ini juga terdiri dari beberapa orang Yahudi. Mereka mungkin mendengar ketegasan Ilahi dalam perkataan Yesus ini. Mereka mengingat bahwa ketika Musa bertanya siapakah Allah dalam Keluaran 3:13, Allah menjawab “Akulah Aku (ehyeh asyer ehyeh).” Dan Yesus menjawab “Akulah Dia.” (ego eimi). Sepertinya mereka merasakan kuasa Ilahi dalam perkataan Yesus ini. Karena kedua hal ini mereka terkejut dan terjatuh.

 

Karena itu Yesus harus bertanya kedua kalinya, “Siapakah yang kamu cari?” Lalu mereka berkata sekali lagi, “Yesus dari Nazareth.”

Salah satu karakter yang bisa kita lihat dari kisah penangkapan Yesus adalah Dia melindungi para murid. Sebagai seorang pimpinan, Yesus merasa bertanggungjawab terhadap apa yang terjadi pada para muridNya. Yesus berkata, “Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi.” Dia melindungi para murid yang tidak bersalah.

 

Dalam banyak kisah kepemimpinan di dunia ini, sering sekali kita melihat pemimpin yang meminta bawahannya untuk berkorban baginya. Di dalam perang, seorang jenderal akan menyuruh prajuritnya untuk maju dulu dan bersembunyi ketika keadaan menjadi buruk.

 

Di zaman demo menolak Presiden Soeharto dulu, saya tergabung dalam gerakan mahasiswa yang cukup keras, bernama Forum Kota. Gerakan ini hampir selalu terlibat dalam bentrokan dengan polisi dalam demonstrasinya. Kami memiliki beberapa orang perwakilan dari tiap universitas yang ikut dalam merencanakan demonstrasi, dan menghubungi kelompok mahasiswa dalam kampus masing-masing. Mereka dinamakan simpul kampus. Orang-orang ini selalu bersuara paling keras ketika memimpin demonstrasi. Suatu ketika ada demonstrasi yang berujung kepada kekacauan. Saya dan beberapa teman dipukuli polisi. Mobil ayah saya yang saya pakai untuk membawa logistik demonstrasi berupa makanan dan obat hancur kacanya dipukul polisi dan dibawa ke kantor polisi. Mama saya kebetulan menonton tv dan melihat kejadian ini, adik saya bilang, “Ma, kayanya itu mobil kita deh.” Di tengah kekacauan, kami kembali ke kampus dengan badan lebam dan mata perih akibat gas air mata. Setibanya saya di kampus, saya melihat perwakilan kampus kami, simpul kampus kami, sedang duduk bertelepon, sehat, tidak ada luka apapun, dan sibuk berkoordinasi. Rupanya mereka sudah mendapat berita bahwa polisi akan bertindak dan memutuskan untuk menarik diri duluan karena menurut mereka “simpul kampus harus diamankan terlebih dahulu.” Setelah itu saya tidak lagi aktif dalam gerakan demonstrasi yang dipimpin oleh gerakan ini.

 

Pada masa ini, seorang pemimpin yang tidak baik justru akan mengorbankan para biduknya, seperti permainan catur, karena seorang pemimpin memiliki harga yang lebih daripada anak buahnya. Ini adalah prinsip yang digunakan dalam militer. Pemimpin Libya bahkan mengorbankan rakyatnya sendiri dalam melanggengkan kekuasaannya. Ada pemimpin yang juga menggunakan rakyatnya sebagai tameng hidup agar tidak diserang musuh.

 

Pemimpin yang dihargai para bawahannya adalah mereka yang ikut berkorban bagi anak buahnya. Panglima yang disegani adalah mereka yang ikut bertempur di garis depan bersama para prajurit, seperti Pandawa Lima dalam perang Bharata Yudha atau Alexander Agung dalam perang menaklukkan dunia, atau Raja Leonidas dalam perang Sparta melawan Kerajaan Persia. Banyak dari pahlawan yang diingat dan memberi inspirasi adalah pemimpin yang berkorban bagi bawahannya.

 

Begitu pula Yesus. Yesus tidak mau muridNya terkena masalah karena ini adalah sesuatu yang harus dihadapiNya  sendiri. Bahkan di dalam masa kritis pun kepemimpinan

 

Respons murid juga terlihat terhadap pemimpin yang seperti ini. Petrus mengira bahwa ini adalah saatnya revolusi melawan Roma terjadi. Petrus tidak rela pemimpinnya ditangkap begitu saja. Dia harus melawan. Petrus, seorang nelayan, menghunus pedangnya. Sebenarnya dia mencabut pedang dan berusaha memenggal kepala Malkhus. Tetapi karena dia tidak biasa menggunakan pedang, akhirnya telinga Malkhus yang kena, karena tidak ada seorangpun yang dengan sengaja dan akurat menebas pedang ke telinga musuhnya. Di sini Yesus kembali menunjukkan kepemimpinanNya, Dia berkata, “Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?” Lukas mencatat bahwa Yesus kemudian menyembuhkan telinga Malkhus.

 

Sekali lagi kita melihat bahwa Yohanes ingin menunjukkan bahwa Yesus memegang kendali atas apa yang terjadi di sekitarNya. Ini juga yang memberi ketenangan pada para murid, bahwa Yesus selalu memegang kendali atas semua hal yang terjadi dalam hidup mereka. Ini juga yang menjadi pesan bagi kita bahwa Yesus juga memegang kendali di dalam kehidupan kita.

 

Ada saatnya dalam kehidupan kita bahwa kita merasa situasi berada di luar kendali. Sebuah situasi, di mana anda merasa tidak ada lagi yang bisa menolong saudara. Situasi yang begitu kacaunya sehingga andapun menyerah untuk melakukan apa-apa. Bahkan ada situasi di mana anda menjadi gelap mata dan akhirnya melakukan kekerasan terhadap orang lain – seperti apa yang Petrus lakukan.

Saya tahu ada beberapa orang dari kita yang saat ini merasa situasi hidupnya berada di luar kendali. Mungkin anda sedang sakit, sedang mencari pekerjaan, bingung masalah finansial atau mungkin ijin tinggal. Beberapa orang mungkin memiliki masalah yang bertubi-tubi sehingga anda merasa Allah sedang meninggalkan saudara. Bijbelstudie yang lalu mengajarkan kita untuk bercermin kepada Ayub yang pada waktu yang sama kehilangan 7 putera, 3 puteri, dan 11 ribu ternak. Situasi terlihat seperti di luar kendali. Sepertinya anda tidak punya kuasa lagi, dan asa hampir hilang.

 

Untuk situasi seperti ini Yesus berkata bahwa tidak semuanya di luar kendali. Masih ada Yesus yang memegang kendali atas semuanya, bahkan atas situasi yang tidak masuk akal lagi. Mungkin saudara belum tahu hasilnya, mungkin saudara belum bisa melihatnya, namun akan ada waktunya di mana anda akan menoleh ke belakang dan merasa, “Hey, memang Allah ada bersamaku ketika waktu sulit itu. Ternyata situasi tidak terlalu di luar kendali.”

 

Katekisasi ini juga bisa menjadi sebuah contoh buat Lea dan Norman bahwa Allah masih memegang kendali atas hidup kalian. Lea telah lama menunggu momen ini, untuk bisa menjalani katekisasi dengan penuh dan akhirnya bisa mengikuti Perjamuan Kudus. Sudah berapa kali sang almarhumah ibunda meminta Lea untuk menyelesaikan katekisasi, dan di saat dia merasa sudah tidak bisa lagi, justru sekarang Lea bisa menyelesaikannya. Norman juga tidak pernah sempat menjalani proses katekisasi ini karena sekolah, atau pindah tempat tinggal dari Jerman ke Belanda, atau karena tidak menemukan tempat yang tepat. Sekarang Norman juga sedang mencari pekerjaan yang baik untuk masa depannya. Inilah saat yang paling tepat untuk menjalani katekisasi, karena semoga setelah pelajaran ini selesai Norman bisa memperoleh pekerjaan yang baik dan tetap membantu melayani kita di Regio Arnhem/Nijmegen. Buat Lea dan Norman, cerita hidup kalian juga menunjukkan bahwa Allah tidak berada di luar kendali.

 

Buat kita semua, ketika saudara merasa bahwa hidup saudara berada di luar kendali, ini saatnya berserah dan berhenti melawan arus. Serahkan semuanya kepada Yesus, berhenti, dengarlah apa kata Tuhan kepada kita.

Kita sekarang kembali kepada cerita dosen muda tersebut. Dosen muda itu akhirnya memutuskan untuk meneruskan sekolahnya tanpa uang. Dia bekerja sampingan, pertama bekerja sukarela, tapi tetap tidak berhasil. Akhirnya dia harus kembali ke Medan dan meninggalkan sekolahnya. Setahun kemudian dia kembali ke Jakarta, lalu mencoba mencari pekerjaan yang lain. Akhirnya dia berhasil menemukan pekerjaan yang lain, menyelesaikan studinya, membawa anak isterinya pindah dan memulai hidup yang baru. Di saat hidupnya terasa di luar kontrol, dia menyerahkannya kepada Tuhan. Pertolongan Tuhan tidak datang dengan segera, namun tepat pada waktunya karena Tuhan selalu memegang kendali atas semua.

Amin.

 

Palmzondagspreek 17 april 2011

Geloofsbelijdenis van Norman Halimsetiawan en mevrouw Anna-Elia Rumuat

GKIN regio Arnhem Nijmegen

 

Jezus Christus houdt de teugels vast

 

Schriftlezing Johannes 18: 1-11

 

Dierbare gemeente van Christus,

Het is vandaag een speciale dag voor ons allen, namelijk Zondag Palmarum, de zondag van de intocht van Jezus in Jeruzalem, vlak voor de gevangenname en veroordeling van Jezus. De donderdag is Witte Donderdag, de vrijdah is Goede Vrijdag, en de zondag is Pasen. Dit is dus de laatste zondag in de reeks van zondagen voor Pasen.

 

Dit wordt nog een specialer dag voor beiden, zuster Anna-Elia en broeder Norman, want ze gaan hun belijdenis afleggen ten overstaan van de gemeente, om hun doop nog kompleter te maken. Straks worden zij ook volwaardige leden in de gemeenschap der liefde van de gemeente GKIN region Arnhem Nijmegen. Wat betekent volwaardig lid? Dat betekent, dat zij de belangrijke pilaren van de leer van de kerk al weten, en dat zij klaarstaan om te dienen in volle wetenschap. En nog belangrijker, Ze staan klaar om deel te nemen aan het Heilig Avondmaal.

 

Ik wil deze overdenking met een verhaal beginnen.

Een jonge docent heeft net maar zijn eerste kind gekregen. De universiteit waar hij lesgeeft stuurt hem naar Java voor de voortzetting van zijn studie. Hij laat vrouw en kind achter in Sumatera, want ook zijn vrouw werkt, maar in een andere stad. In de jaren 80, was de technologie nog zo knap als vandaag. Deze jonge docent moest zijn karige studiebeurs aan zijn vrouw sturen. Wat hij niet wist is dat zijn overplaatsing te maken heeft met een poging hem van de universiteit te verwijderen. De Dekaan van zijn faculteit wil van zijn kritische uitingen af zijn. Na een paar maanden verblijf in die andere stad, werd hij als docent ontslagen, en hij ontvangt ook geen salaris meer. Nu zit deze jonge docent op een andere eiland, zonder werk, zonder studiebeurs, en moet zijn vrouw en kind nog te eten geven, ondertussen hoorde hij dat zijn vrouw in de goede verwachting is van een tweede kind. Door het persoonlijk conflict met zijn dekaan, wil zijn universiteit hem geen recommendatie geven. Zijn vrouw wil niet naar Java verhuizen, en de jonge docent wil ook nog niet teruggaan omdat zijn studie nog niet af is. Maar afijn, het geld is op. De jonge docent heeft stress, gefrustreerd, en weet niet wat hij aan zijn vrouw moet zeggen. Een paar dagen lang blijft verward, te ijsberen tot aan de avond. Totdat hij het kan overgeven aan de Here, met wie hij nauw kontakt heeft, wenend droeg hij alles aan de Heer over in gebed.

 

Dierbare gemeente,

Aan het eind van de overdenking komen wij weer op dit verhaal terug. Het verhaal dat wij vanmiddag voorlezen is de arrestatie van Jezus in de tuin van Gethsemane. Dit is tegelijk een verhaal over Jezus’ houding in moeilijke tijden.

Jezus en de discipelen waren net klaar met de laatste maaltijd. Daarna vertrokken zij naar de tuind van Gethsemane om te bidden. In drie evangelien Mattheus, Markus en Lukas lezen wij hoe Jezus bad t.o.v. de verzoeking die Hem bevoorstond. In deze drie evangelien lezen wij ook van de veraderlijke kus van Judas. Maar Johannes komt met een ander verhaal.

Wat Johannes naar voren brengt is dat Jezus zelf alle teugels in handen heeft over alle gebeurtenissen. Het was Jezus Die Zichzelf overgaf en geen Judas’ kus. Tot aan het einde hield Jezus de teugels vast. Het was ook Jezus Die besloot om Zich op te offeren voor alle gelovigen (Johannes 3: 16). Jezus was niet verbaasd van Judas’ verraad. Jezus was willens om de wil van God de Vader te vervullen. Laat ons zien, wat er gaat gebeuren.

 

Toen er mensen kwamen met lampionen, en toortsen en wapens, ging Jezus hen tegemoet. Zonder enig vrees naderde Jezus de muite die Hem wilde vastnemen. Jezus vroeg: ‘Wie zoeken jullie?’ En zij antwoorden: ‘Jezus van Nazareth’. Waarop Jezus antwoordde, ‘Ik ben het.’ En bij het horen van deze woorden deinsde de muite terug, en Johannes rapporteerde, er waren er die op de grond kwamen te vallen van schrik.

 

Er waren twee dingen die hen aan het schrikken bracht. Ten eerste de moed van Jezus. Ik zal dit toelichten.

Medan leek ongeveer 7 jaren geleden op een wild west city. Ik had toen net ontdekt dat velen een vuurwapen bezitten. Crimininaliteit was ook hoog in Medan met particuliere beveiligingsgroepen, die van de winkels geld incasseren. Een keertje was ik samen met een oom, een kennis van mijn vader. We parkeren de auto aan de kant van de straat. In Jakarta zou de auto geparkeerd zijn met extra beveiliging tegen diefstal. In Nederland is men bang voor andere dingen. Maar deze oom pakeerde de auto, deed het raam half open. Verbaasd vroeg ik of hij niet bang is voor diefstal. Hij antwoordde, welneen, doe maar een beetje open, dat weten zij dat de eigenaar van de auto meer moed heeft dan de rest. En inderdaad, toen wij terugkwamen, was de auto er nog en veilig, niets gestolen. Door zo’n moed denken de autodieven twee keer eer ze wat doen.

 

Jezus liep de muite tegemoet en zei moedig, ‘Ik ben het.’ Zo’n ontvangst hadden ze niet verwacht en schrokken daardoor, een paar mensen struikelen van schrik. Degene die bang hoort te zijn, liep hen juist tegemoet.

 

Wat hun ook aan het schrikken bracht, de muite bestaat ook uit een aantal Joden, die het antwoord met goddelijke beslistheid hoorde. Ooit heeft Mozes God bevraagd wie Hij was, in Exodus 3: 13, waarp God antwoordde Ik ben Die Ik ben (ehjeh asjer ehjeh). En Jezus antwoordee nu Ik ben de Mens (die jullie zoeken) (ego eimi). Het leek alsof zij goddelijke bevoegdheid daarin speurden. Twee dingen die hen aan het schrikken bracht en hun liet struikelen.

 

Daarom vroeg Jezus voor de tweede keer: ‘ Wie zoeken jullie?’ En ze antwoordden weer: Jezus van Nazareth.’ Wat wij ook hieruit kunnen leren is, dat Jezus zijn leerlingen beschermt. Als een leider, voelt Jezus zich verantwoordelijk voor zijn aanhang. Jezus zegt, ‘Als jullie Mij zoeken, laat hen dan heen gaan.’ Hij beschermt de onschuldigen.

 

In vele verhalen van leiderschap in deze wereld, zien wij vaker leiders die om zelfopoffering vragen van hun aanhang. In oorlogen vragen generaals aan soldaten om naar het front te gaan, hijzelf gaat schuilen als het slechter wordt.

 

Tijdens de anti Soeharto demonstraties toen, zat in de harde kern van de studenten de Forum Kota. Vaak zaten wij in de clinch met de politie. De organisatoren voor de demonstraties bestaan uit afgevaardigden van verschillende universiteiten, die dan weer andere studenten van hun kampus benaderen. Ze worden de kampus-lus genoemd. Ze schreewden het hardst tijdens de demo’s. Eens spitste een demo in gewelddadigheid. Ik en een paar vrienden kregen slaag van de politie. De auto van mijn pa voor de verzorging van de studenten, voedsel en medikamenten logistiek werd kapot geslagen en meegenomen naar het politiekantoor. Het was op TV en mijn jongere broer zei, ‘ma, dat is onze auto, denk ik.’ Wij gingen naar ons kampus terug en zagen onze afgevaardigden veilig en wel in de kampus aan het bellen en organiseren en koordineren voor de volgende aktiviteit, terwijl wij met builen en schrammen en zere ogen vanwege de traangas terug zijn. Er mankeerde hen niets. Ze hebben van tevoren al bericht gekregen van het harde optreden van de politie en trokken zich eerder terug. De kampus-lus moet veilig blijven. Daarna was ik nooit meer actief.

 

Tegenwoordig zal een slechte leider zijn pionen opofferen, net als in een schaakspel. Want een leider staat toch hoger dan zijn ondergeschikten. Dit is een militair principe. Zoals de Libysche leider zijn volk opoffert omwille van zijn machtspel. Er zijn ook leiders die zijn volk als schild gebruikt tegen zijn vijanden.

 

Een leider die gerespecteerd wordt door zijn ondergeschikten zijn degenen die zich ook opoffert voor zijn aanhang. Een gewaardeerde generaal is degene die ook meevecht aan het front samen met zijn soldaten. Net als de vijf Pandawa’s in de Bharata Yudha oorlog, of Alexander de Groot in de wereldverovering, koning Leonidas in de Sparta tegen Persia oorlog. Zulke generaals herinnerd worden en tot inspiratiebronnen worden, zijn degenen die offers brengen voor zijn ondergeschikten.

 

Zo ook Jezus, Die niet wilde dat Zijn leerlingen ook in de problemen komen, omdat dit iets is dat Hij zelf moet bevechten. Vooral in kritische tijden is zo’n leiderschap belangrijk.

 

Respons van de leerlingen is dan ook overeenkomstig de leiderschap. Omdat Petrus dacht dat het tijd is voor revolutie tegen de Romeinen, liet Petrus zijn leider niet zo maar oppakken. Hij moest en zou terugvechten. Petrus een visser, heft zijn zwaard op. Eigenlijk was hij van plan om Malchus hoofd met zijn zwaard te bewerken, maar hij is niet gewend met een zwaard om te gaan, dus alleen Malchus’ oor was eraf. Meestal hakt niemand iemands oor opzettelijk af. Ook hier liet Jezus zijn leiderschap spreken, Hij zei, ‘Steek je zwaard in de schede. Zou ik de beker die de Vader mij gegeven heeft niet drinken?’ Lukas vertelt verder dat Jezus het oor van Malchus genas.

 

Nogmaals zien wij hoe Johannes wil aantonen hoe Jezus nog steeds de teugels in eigen handen houdt. Dit geeft de leerlingen ook rust, dat Jezus ook hun leven in de handen van Jezus is. Ook voor on seen boodschap da tons leven in Jezus’ handen is.

 

Eens in ons leven kan het aanvoelen alsof de situatie uit handen komt. Een situatie waarin u er hulpeloos bij staat. Zo’n uitzichtloze situatie waarin u machteloos moet toekijken. Of een situatie waarin u blindelings geweldadig wordt als Petrus.

Ik weet dat sommigen onder ons, dat gevoel van teugeloos leven voor zich hebben. Misschien bent u ziek, of wanhopig zoeken naar werk, verward door financien of verblijfsvergunning. Of misschien stapelen de problemen zich al lange tijd op, en u voelt zich door God verlaten. Onze laatste bijbelstudie laat ons aan Job spiegelen, die tegelijkertijd 7 zonen, 3 dochters en 11 duizend vee verloor. De situatie leek buiten de teugels te gaan. Alsof u machteloos en wanhopig moet zijn.

 

Voor zulke situaties zegt Jezus, dat niet alle buiten controle raakt. Jezus is er nog, Die de teugels nog strak in Zijn handen houdt. Ook in schijnbaar onmogelijke zaken. U kent waarschijnlijk het resultaat nog niet, u ziet het nog niet, maar eens kijkt u achterom, en voelt, ‘Hee, God was toch samen bij me, in die moeilijke tijd. Niet alles was buiten controle geraakt.’

 

Ook op de katechisatie, kan Lea en Norman het als voorbeeld zien dat God de teugels over ons leven vasthoudt. Lea heeft al lang op dit moment gewacht, volle katechisatie volgen en uiteindelijk deel mag nemen aan het Heilig Avondmaal. Haar overladen moeder heeft het haar een paar keer gevraagd om haar katechisatie toch af te maken. Nu heeft Lea het eindelijk afgemaakt. Norman kan zijn katechisatie ook niet beginnen, door de studie of de verhuizingen in Duitsland of Nederland of andere zaken. Nu is Norman ook op zoek naar werk voor zijn toekomst. Nu het de juiste tijdstip is om katechisatie te volgen, en Norman later ook de bediening van de region Arnhem Nijmegen kan helpen, is het duidelijk dat voor Lea en Norman, Gods leiding voelbaar is.

 

En voor ons allen, zodra wij voelen dat wij in ons leven de teugels uit onze handen wegglijden, dan is het tijd om het over te geven aan Jezus, en niet meer tegen de stroom in te moeten zwemmen. We willen stoppen om naar Jezus luisteren.

Terug naar die jonge docent aan het begin van de preek. Hij besloot uiteindelijk om zijn studie voort te zetten zonder geld. Kleine werkzaamheden, of als vrijwilliger, was zonder resultaat. Hij moest naar Medan teruggaan en zijn studie verlaten. En een jaar later kwam die weer in Jakarta terug, en probeert andere werk te zoeken. En toen hij werk kon vinden, maakte hij zijn studie af, haalde zijn vrouw en kind over en begon een nieuw leven. Toen zijn leven uit zijn handen wegglijdt, gaf hij zich over aan de Heer. De hulp van de Heer kwam niet direct, maar wel op tijd. De Here heeft immers alle teugels in handen. Amen

Viewed 21872 times by 6385 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *