Berikan Pancing, dan Ajari Juga menggunakannya

Khotbah Minggu

Kisah Para Rasul 3:1-10

Berikan Pancing, Bukan Ikan

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus,

Khotbah kita hari ini bercerita mengenai seorang yang lumpuh sejak lahirnya. Dia memilih tempat di pintu gerbang Bait Allah yang bernama Gerbang Indah sebagai tempat dia mencari nafkah dengan meminta-minta. Orang ini cukup pintar untuk memilih tempatnya meminta-minta. Dia merasa orang yang datang ke Bait Allah akan menjadi murah hati dan memberi banyak kepadanya. Gerbang bait Allah ini juga cukup signifikan, tidak seperti sebuah gerbang biasa. Gerbang Bait Allah ini tingginya 22 meter dan lebarnya 18 meter, terbuat dari tembaga kelas satu dan dilapis emas dan perak. Kalau dibandingkan dengan gerbang sekarang, mungkin setengah dari tinggi Arc de Triomphe di Paris.

Kehidupan seorang peminta-minta yang lumpuh juga cukup berat. Begitu besarnya gerbang itu, orang bisa saja lewat tanpa mengetahui keberadaan orang lumpuh ini. Kemudian bisa kita pastikan bahwa dia tidak sendiri di situ, ada juga beberapa kolega yang lain di gerbang tersebut.  Mungkin mereka yang berbelas kasihan akan memberikan uang receh kepada mereka.

Orang memiliki motif yang berbeda dalam menolong orang lain, apalagi kalau sudah berhubungan dengan institusi religius. Ada orang yang memberi karena merasa ingin menolong sesama manusia na membutuhkan. Ada juga yang menolong karena dia merasa dia harus memberi di bait Allah agar dilihat Allah. Ada juga yang memberi agar dilihat temannya dia orang baik hati. Ada bermacam motif yang dimiliki seseorang ketika memberikan sedekah kepada orang lain di bait Allah. Orang lumpuh ini mengetahui hal ini karena itu dia duduk di situ.

Lalu pada suatu hari orang lumpuh ini melihat Petrus dan Yohanes yang ingin masuk ke bait Allah dan dia memulai rutinitasnya untuk meminta sedekah. Tetapi Petrus dan Yohanes tidak hanya sekedar memberi sedekah lalu pergi. Mereka berhenti sejenak dan memperhatikan orang yang lumpuh ini. Dari tindakan ini kita tahu bahwa Petrus dan Yohanes melakukan sesuatu yang berbeda dari orang kebanyakan.

Mungkin kebanyakan orang yang melewati gerbang itu akan memberi sedekah dan pergi. Tetapi Petrus dan Yohanes baru saja mengalami peristiwa Pentakosta dan dipenuhi roh kudus (Kisah Para Rasul 2).  Mereka masih dipenuhi oleh kuasa Roh Kudus dan tahu apa yang sebenarnya diperlukan oleh orang lumpuh ini, yaitu kesembuhan. Kesembuhan akan menolong orang ini bangkit dari keterpurukannya. Lalu terjadilah mujizat. Petrus memegang tangan kanan orang itu dan membantunya berdiri di dalam nama Yesus Kristus. Orang lumpuh itu lalu melonjak berdiri lalu berjalan hingga melompat-lompat serta memuji Allah.

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus,

Ada dua hal yang akan kita pelajari dari cerita ini. Yang pertama, kasih karunia Tuhan akan datang pada waktunya sendiri. Orang yang lumpuh ini sudah cacat sepanjang hidupnya, dan dia diperkirakan berusia 40 tahun. Mungkin sepanjang hidupnya dia udah dihina orang. Tradisi waktu itu melihat penyakit sebagai hukuman dari Tuhan. Masyarakat akan menilai orang ini lumpuh karena dosa. Setelah 40 tahun, dia akhirnya mengalami kesembuhan. Berkat Tuhan datang pada waktunya, dan waktunya Tuhan adalah tepat, meskipun bisa sampai lama sekali.

Di dalam budaya serba instant sekarang ini, kita biasa memperoleh segala sesuatu dengan cepat. Produksi barang diusahakan bisa dilakukan dengan cepat untuk memenuhi kebutuhan pasar. Banyak produk makanan banyak yang instan, dan fast food ada di mana-mana. Kalau orang sering berkata waktu adalah uang, maka artinya kita sering diburu waktu, dan artinya kita juga sering diburu uang. Sepertinya sudah menjadi karakter kita untuk tidak sabar menunggu. Kadang menunggu lampu merah saja kita sudah tidak sabar. Banyak orang yang ingin cepat kaya dan kemudian menghalalkan segala cara. Di dalam budaya yang serba instan, kita sering menginginkan pertolongan Tuhan juga datang dengan segera, dengan instan. Kadang-kadang kita menginginkan jawaban instan dari Tuhan. Ketika doa kita tidak segera dijawab, kita sering menjadi gelisah dan bisa jadi langsung tidak percaya lagi sama Tuhan.

Saudara-saudara, khotbah hari ini mengajari kita bahwa kasih Allah akan datang pada waktunya, dan waktu Allah adalah tepat. (Pengkotbah 3:10). Percayalah bahwa Allah akan datang dan menunjukkan kuasaNya selama kita tetap berharap dan memohon. Kita melihat bahwa kasih Allah datang di waktu yang selalu tepat, meskipun terlihat lambat. Ini adalah pesan pertama dari nas kita hari ini.

Pesan kedua dari bacaan kita adalah bagaimana kita bisa melihat dan menghadapi sebuah masalah di kehidupan sekitar kita. Kita bisa melihat bagaimana Yohanes dan Petrus menolong orangyang lumpuh ini. Mereka tidak memberi emas atau perak, melainkan kesembuhan. Istilahnya, mereka memberikan pancing dan bukan ikan.

Saudara, di antara kita ada beberapa dokter. Kalau kita sakit, dokter akan terlebih dahulu memeriksa kita, baru akan mendiagnosa, dan memberikan obat. Dia tidak langsung beri obat, tetapi harus tahu dulu apa masalah sebenarnya, baru memberikan obat. Ada seorang teman saya yang tiba-tiba mengalami demam tinggi, selama 2 hari. Saya kira ini hanya demam biasa dan saya memberikan obat demam dan panadol. Tetapi panasnya tidak kunjung turun, bahkan makin parah. Akhirnya saya panggil dokter dan dokter mengatakan masalahnya ada pada perutnya yang terkena bakteri, sementara demam dan sakit kepala itu hanya efek dari bakteri di perut tadi. Dokter memberi obat untuk perutnya dan akhirnya dia sembuh dengan cepat.

Saudara, kita lihat bahwa diagnosa yang tepat membantu kita memecahkan masalah dengan tepat pula. Petrus dan Johannes mampu memecahkan masalah dengan tepat karena mereka melihatnya dengan tepat. Mereka melihat bahwa masalah orang lumpuh ini tidak akan selesai dengan memberinya uang. Mereka memberikan yang pertama belas kasihan, empati. Mereka berhenti dan menatap orang lumpuh tersebut. Mungkin orang lumpuh ini sudah lama tidak disapa orang. Dia mungkin terkejut ketika Yohanes dan Petrus berhenti untuk menyapanya. Mereka memberikan empati, perhatian. Kemudian mereka juga memberi kesembuhan dan bukan uang. Mereka mendiagnosa masalahnya dengan tepat.

Hal ini juga berhubungan dengan diakonia gereja. Masih sering kita berkutat dalam hal mengobati gejala dan bukan sumber penyakitnya. Dalam gerakan diakonia kita cenderung memberikan bantuan yang bersifat sesaat. Meskipun hal ini juga dibutuhkan, mungkin kita juga perlu memikirkan bagaimana diakonia kita bisa berguna bagi jangka panjang. Ini tentunya memerlukan analisa masalah yang tepat untuk mengobati penyakit yang diderita.

Bagaimana kita bisa mendiagnosa masalah dengan tepat di dalam keluarga atau juga di dalam jemaat? Seorang Imam Yahudi, Edwin H. Friedman menulis buku Generation to generation: Family Process in Church and Synagogue. Buku ini bercerita tentang masalah dalam keluarga dan bagaimana menganalisanya. Singkat cerita, dalam satu teorinya dia mengatakan bahwa dalam keluarga, mereka yang menunjukkan gejala masalah biasanya bukanlah yang memiliki masalah. Dalam kata lain, misalnya ada anak yang bermasalah maka yang dilihat adalah orang yang paling dominan dalam keluarga, apakah bapak atau ibunya.

Anak adalah cerminan orangtuanya. Memang ada beberapa pengecualian, tetapi inilah yang umumnya terjadi. Ada orang yang menjadi pembunuh sadis karena masa kecilnya dia disiksa oleh ibunya. Ada orang yang menjadi ekstra pemalu yang tidak normal, karena dia selalu diremehkan oleh keluarganya. Ada orang yang sukses karena menerima kasih sayang yang baik di masa kecilnya. Orang-orang yang sukses juga memiliki lingkungan yang mendukung dan membantunya. Jadi, teori ini juga berpendapat bahwa segala sesuatu dimulai dari keluarga. Hal ini juga akan tercermin dalam bagaimana dia percaya kepada Tuhan dan berjemaat.

Di dalam Jemaat juga sering terjadi konflik dan masalah. Seringkali yang terlihat sebenarnya adalah gejala dan bukan penyakit yang sesungguhnya. Ketika Gereja mengadakan sebuah program yang tidak diminati, belum tentu masalahnya ada pada programnya. Bisa jadi masalahnya ada pada konflik internal, atau mungkin Jemaat yang merasa kurang diperhatikan usulannya, atau banyak hal yang lain. Dalam hal ini, kita harus bisa melihat dan menganalisa apa yang sebenarnya dibutuhkan untuk membuat sebuah program di Jemaat bisa berjalan dengan baik. Yang penting adalah bagaimana kita bisa mengenali gejala dan mengobati langsung pada pusat penyakitnya. Inilah yang diajarkan oleh Firman Tuhan hari ini agar kita bisa memecahkan masalah tepat di sumbernya.

Saudara-saudara, ada dua pesan yang bisa kita lihat dalam khotbah hari ini. Yang pertama adalah agar kita bisa melihat bahwa waktu Allah adalah selalu tepat. Kita tidak berharap tentunya agar Allah menjawab doa kita setelah 40 tahun seperti orang lumpuh itu. Namun yang pasti, doa akan terjawab dan waktunya adalah sesuai dengan waktu Allah. Kedua, kita diajak untuk melihat masalah dengan tepat dan menyelesaikannya pada pusatnya. Kiranya kita dimampukan untuk melakukan semua dalam terang Tuhan. Amin.

Viewed 24668 times by 9065 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *