Upah Mengikut Kristus

Khotbah Minggu

1 Korintus 9:16-18

Upah Mengikut Kristus

from boxofficemasala.com

Ada berbagai ukuran yang dipakai dalam dunia ini untuk menentukan nilai dari sebuah pekerjaan atau perbuatan.

Yang paling banyak dan paling umum dipakai adalah ukuran uang? “Berapa gajinya?”

Kedua, ukuran waktu. Biasanya ini dilakukan oleh orang-orang yang ingin mengerjakan sesuatu sebagai kerja sukarela. Berapa lama saya mengerjakannya? Apakah itu sesuai dengan waktu yang saya berikan?

Lalu ada yang menggunakan ukuran hasil. Biasanya ini dilakukan oleh orang yang menganggap tujuan akhir adalah segala-galanya. Dia akan mengorbankan semua untuk pekerjaan itu, asal hasilnya tercapai. Apakah hasilnya sesuai dengan apa yang saya korbankan?

Berikutnya ukuran penghormatan yang dia terima. Orang melakukan sebuah pekerjaan karena mengharapkan penghargaan dari orang lain, dan karenanya dia bersedia mengorbankan waktu dan uangnya. Penghargaan apa yang saya dapat dari pekerjaan itu? Apakah pekerjaan ini akan menaikkan status saya?

Ukuran terakhir yang dipakai dunia ini, menurut saya, adalah ukuran kepuasan diri. Orang melakukan sesuatu karena dia senang melakukan hal tersebut. Biasanya yang dilakukan adalah pekerjaan yang sesuai dengan hobby atau kesenangan.

Beberapa orang berusaha menggabungkan ukuran-ukuran di atas. Yang paling menyenangkan adalah apabila kita bisa melakukan sebuah pekerjaan yang mendatangkan kepuasan diri, juga uang, dalam waktu yang singkat.

Tetapi saya akan bercerita mengenai sebuah pekerjaan yang sepertinya
mengesampingkan semua ukuran dan logika yang dipakai di atas. Mbah Maridjan. Seorang tokoh di Jogyakarta yang belakangan ini menjadi terkenal berkat pengabdiannya. Almarhum adalah seorang abdi dalem juru kunci Gunung Merapi yang bekerja untuk Keraton Jogyakarta. Tugasnya menjaga dan mengawasi aktivitas gunung Merapi; dan kata Sultan Hamengkubuwono X, “memimpin dan mempersiapkan acara ritual yang merupakan tradisi di sana (Merapi).” Beliau meninggal dalam tugas mengawasi Gunung Merapi tanggal 26 Oktober 2010 lalu.

Pada awal pekerjaannya, Mbah Maridjan mendapat gaji Rp 3.710,- per bulan. Sejak pangkatnya naik menjadi penewu, gajinya juga meningkat menjadi Rp 5.600,00 per bulan. Gaji ini diberikan sekali dalam tiga bulan. Kalau begitu ukuran apa yang digunakan Mbah Maridjan sehingga dia rela menjadi seorang abdi dalem bagi Kesultanan Jogyakarta?

Mbah Maridjan bukan satu-satunya yang melakukan hal ini. Puluhan warga Yogyakarta secara sukarela mendaftar untuk menjadi paring dalem (prajurit Kesultanan). Pekerjaan ini begitu diminati sehingga tidak diumumkan. Seleksi keprajuritan Keraton Yogyakarta hanya dilakukan tiga tahun sekali. Seleksi terakhir pada November 2009 dengan 100 orang peserta. Syarat untuk menjadi prajurit Keraton: usia maksimum 40 tahun, minimal lulus SMP, dan tinggi badan minimal 165 sentimeter. Saat ini Keraton Yogyakarta memiliki sekitar 600 prajurit. Para prajurit berasal dari berbagai kalangan: petani, dosen, dokter, pegawai kantor, ataupun pensiunan pegawai. Tugasnya: piket jaga malam dua malam berturut-turut setiap 20 hari sekali serta bertugas saat mengawal gerebeg (acara besar keagamaan, Maulid Nabi Muhammad). Sejak zaman Sultan Hamengku Buwono V, prajurit Keraton tidak lagi berperang. Mereka bertugas sebagai penjaga gedung atau acara-acara Keraton. Berapa gaji mereka? Mereka dibayar antara Rp 500 sampai Rp 2.000 setiap bulannya. Gaji ini diberikan empat bulan sekali.

Lalu, kenapa mereka melakukannya? Mereka bukan orang yang tidak punya pekerjaan lain; pasti tidak mencari uang; tidak mencari pencapaian diri/kehormatan. Mereka melakukannya karena mereka ingin mengabdikan diri. Mereka menjadi hamba dengan sukarela.

Dalam Kerajaan Belanda, ada 800 orang yang bekerja untuk ratu. Biaya Kerajaan di Belanda pada tahun 2008 adalah 113,9 juta Euro dan semua dibayar oleh negara. Biaya perawatan rumhtangga dan istana sendiri sebesar 35 juta Euro. Dari 800 orang, hanya 40 orang yang bertugas melayani bagian rumah tangga (Hoflijst) dan sepertiga dari mereka hanya menerima onkostenvergoeding. Mereka tidak menerima bayaran dan bekerja bergiliran. Orang-orang ini dipilih dari daftar orang yang ingin bekerja di Istana. Artinya ada orang-orang yang mau bekerja sukarela, sebagai hamba di bagian rumah tangga Kerajaan, untuk keperluan Ratu.

Lalu pertanyaannya sekarang, kenapa orang-orang ini mau melakukannya? Ukuran apa yang mereka pakai sehingga mereka mau mengerjakan pekerjaan tersebut?

Paulus juga merasa dirinya sebagai seseorang yang melakukan sebuah tugas yang dipercayakan kepadanya. Dia merasakan bahwa diamendapat panggilan untuk memberitakan Injil. Sebagai murid Kristus, salah satu tugas yang dia harus lakukan adalah menyebarkan Injil (ay. 17).

Surat Paulus menunjukkan bahwa pada waktu itu seorang pemuka agama adalah
sebuah kedudukan terhormat dalam masyarakat. Seseorang yang bekerja di bait
Allah juga mendapatkan hak-hak tertentu. Seorang pemuka agama adalah orang
yang dihormati dan didengarkan pendapatnya pada waktu itu. Sampai beberapa puluh tahun yang lalu, seorang pemuka agama masih sangat dihormati. Di kampung saya, tidak jarang seorang pendeta adalah satu-satunya orang yang lulus dari universitas di lingkungan di mana dia tinggal. Karena itu, apapun yang dilakukan seorang pemimpin agama selalu mendapat perhatian dari umatnya.

Karena itu kita bisa mengerti kenapa Paulus mengatakan bahwa dia tidak memiliki alasan untuk memegahkan diri, karena memang dia bisa saja menyombongkan diri kalau dia mau. Paulus juga mengatakan bahwa seorang pemberita Injil harus hidup dari pemberitaan Injilnya (1 Kor 9:14). Di zaman sekarang juga kita tahu bahwa ada pemuka agama yang memperoleh kehidupan yang sangat baik dari memberitakan Injil. Tetapi Paulus juga mengatakan bahwa memberitakan Injil bukan alasan untuk menyombongkan diri.

Pada masa ini kita memiliki beberapa penyebab orang menjadi sombong. Orang
menjadi sombong karena harta, gelar pendidikan, keluarga, jabatan, dan bahkan
kesombongan rohani. Kesombongan rohani berarti melihat orang lain kurang beriman dari dia sendiri. Kesombongan rohani justru agak lebih berbahaya dari kesombongan yang lain karena rohani tidak bisa diukur, yang lain masih bisa dilihat dengan kasat mata.

Paulus mengatakan bahwa pemberitaan Injil adalah upahnya. Dia merasa bahwa
menjadi pengabar Injil adalah sebuah kehormatan. Dia merasa bahwa upah sebagai pemberita Injil adalah untuk memberitakan Injil tanpa upah.

Inti yang mau Paulus tekankan di sini adalah dia merasa memperoleh sebuah
kehormatan untuk melayani Allah. sama seperti perasaan mbah Maridjan yang
mati dalam mengemban tugasnya menjaga gunung Merapi, Paulus pun merelakan nyawanya untuk pemberitaan Injil. Tidak semua orang memperoleh hak untuk mewakili sang Penyelamat untuk membawa berita baginya. Tidak semua orang bisa duduk di kursi Musa, atau naik ke atas mimbar untuk memberitakan Firman Allah.

Karena itu, salah satu panggilan buat kita sebagai orang Kristen adalah untuk
menyebarkan Injil. Dan kita harus meresponnya dengan melihat itu sebagai sebuah kesempatan, sebuah kehormatan untuk bekerja melayani Yang Maha Kuasa. Yang Maha Kuasa tidak perlu orang melayani Dia, tetapi Dia tetap memilih orang yang dipercayakan untuk membawa FirmanNya. Bayangkan, kehormatan memberitakan kabar baik mungkin sama dengan memberitakan berita bahwa Ratu Belanda akan membawa bahan makanan kepada anak-anak kelaparan di daerah bencana. Kita akan dengan senang hati membawa berita baik ini kepada anak-anak di sana. Membawa berita ini adalah kesukaan bagi PAulus.

Apabila saudara berpikir untuk melayani Tuhan dengan lebih sungguh lagi, maka
layanilah Dia. Banyak cara untuk menjadi pelayan Tuhan, namun tidak banyak
yang terpilih untuk benar-benar menjadi hambaNya. Apabila ada dari saudara yang terpanggil untuk menjadi pelayan Tuhan, ingatlah bahwa upah anda adalah bahwa anda boleh memberitakan Injil kepada orang-orang.

Kalau kita kembali lagi bicara soal upah, maka upah apa yang anda cari dalam
melayani Tuhan? Apakah anda mencari kehormatan, harta, kedudukan, atau yang lainnya? Atau justru karena saudara mencari hal-hal yang saya sebutkan makanya saudara tidak mau melayani Tuhan? Pikirkan lagi motivasi kita dalam melayani Allah.

Apakah saudara lebih banyak bersungut-sungut dalam melayani? Apakah saudara banyak perhitungan dalam melayani Tuhan? Pikirkan juga mengapa saudara bisa bersungut-sungut dalam pelayanan untuk Tuhan. Apakah saudara kecewa karena upahtidak sesuai dengan yang diharapkan?

Saudara-saudara,
Kita ini sebenarnya adlah seorang hamba dari Kristus. Hamba berasal dari kata doulos, yang berarti seseorang yang memberikan dirinya untuk melayani yang lain. Jadi, ada unsur kerelaan hati dan sukacita.

Kolose 3:22-23 (Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan. 3:23 Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. )

Apa yang menjadi inti dari Firman hari ini adalah melyani Tuhan adalah sebuah kehormatan, dan bukan sebuah beban, atau sebuah sarana untuk menyombongkan diri. Kita melakukan semua karena kita merasa bersykur dipercaya oleh sang Pencipta semesta untuk melakukan sesuatu bagi Dia. Ini adalah tugas dan panggilan kita sebagai hamba Tuhan.

Kita adalah hamba dan bukan budak. Kita memilih untuk menjadi hamba Kristus. Seorang hamba tidak meminta penghargaan atas pekerjaannya itu. Kebanggaan kita adalah menjalankan pekerjaan itu.

Kerelaan hati seorang hamba dalam melayani bisa dilihat dari kepuasannya melayani meskipun dia tidak menerima penghargaan. Seorang hamba melayani Tuhan karena itu adalah yang diinginkannya. Ketika saudara bersungut-sungut dalam melayani Tuhan, mungkin karena saudara menginginkan sesuatu kembali sebagai motivasi anda dalam melayani.

Mbah Maridjan bukanlah seorang Kristen, namun pelayanannya kepada Sultan Hamengkubuwono adalah pelayanan seorang hamba yang sesungguhnya. Tanpa mengharapkan pamrih, dia memberikan hidupnya kepada tuannya. Mari kita juga melayani dengan sepenuh hati bagi Allah kita yang hidup, dan melakukannya dengan sukacita.

Sekali lagi, apakah upahmu dalam melayani Kristus? Upahmu adalah bahwa engkau boleh memberitakan injil! Itu adalah kepercayaan besar yang bisa kita laksanakn dalam kehidupan sehari-hari sebagai terang dan garam dunia. Amin.

Viewed 17668 times by 6094 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *