‘Kepemimpinan Yang Melayani’

Penelaahan Alkitab

Perki Amsterdam Zuid Oost

Sabtu, 20 Juni 2009

‘Kepemimpinan Yang Melayani’

Matius 23:1-12

Perkataan Yesus di Injil Matius ini mengingatkan saya kembali akan citra pelayan yang sesungguhnya. Yesus berkata, “Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu” (ayat 11). Hal ini dikatakan oleh Yesus karena sikap munafik yang sering ditunjukkan oleh para Ahli Kitab dan orang Farisi pada waktu itu.

Para ahli Taurat dan orang Farisi adalah orang yang diperbolehkan untuk duduk di Kursi Musa (ay. 2). Kursi Musa adalah sebuah kursi yang diduduki Musa di setiap kota (lihat Kis. 15:21) setiap kali dia mengajar hukum Allah. Siapa saja yang duduk di kursi ini akan berfungsi sebagai guru dan juga orang yang menafsirkan hukum Taurat. Tidak hanya itu, mereka juga bertindak sebagai hakim (bandingkan 2 Taw. 17:7-9) yang menentukan siapa yang benar dan salah.

Dalam kisah ini, Yesus menentang orang Farisi dan Ahli Taurat. Dia mengutuk mereka. Mereka ingin dilihat sebagai orang yang sudah lebih dekat kepada Allah daripada yang lain. Yesus menunjukkan fakta bahwa orang-orang demikian justru tidak melakukan apa yang mereka katakan. Orang-orang seperti ini berlindung di bawah simbol-simbol agama dan bangga menunjukkan kalau mereka adalah orang saleh. Seringkali mereka hanya menunjukkan dan membuat peraturan-peraturan yang didasarkan pada dalih surgawi yang ternyata mereka sendiri tidak patuhi. Mereka juga suka dipanggil Rabi dan sering memperingatkan orang kalau tidak memanggil mereka berdasarkan gelar tersebut. Karena itu Yesus memperingatkan para murid untuk mendengarkan perkataan mereka tetapi tidak meniru perbuatannya (ay. 8).

Perkataan yang tidak sesuai dengan perbuatan akan membuat mereka yang mendengarkannya menjadi bingung. Dari kebingungan akan lahir keraguan dan seringkali keraguan ini bukan lagi terhadap orang yang menyampaikannya melainkan terhadap pesan itu sendiri. Gawatnya lagi, orang yang bingung menjadi tidak bisa menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Norma dan nilai yang tertanam di dalam dirinya menjadi tercampur. Kalau sudah begini, acap sang penegak keadilan justru menjadi orang yang berbuat tidak adil dan dia tidak merasa lagi kalau dia sudah melakukan ketidakadilan.

Karena itu Yesus memperingatkan para muridnya bahwa salah satu ciri dari pelayan yang benar adalah memiliki kerendahan hati. Di sini Yesus menggunakan kata diakonos (ay. 11: baca: pelayan). Diakonos bisa berarti 1) generally of a person who renders helpful service servant, helper (Mat. 20:26; mungkin seperti dalam Roma 16:1); (2) as an official in the church; deacon, both masculine; (3) as a government official minister, agent (Roma 13:4); (4) as one who serves a high official attendant, servant (Mat. 22:13). Kata diakonos tidak sama dengan doulos (Roma 1:1) yang berarti hamba atau budak. Di sini Yesus hendak menekankan para murid untuk menjadi penolong/pelayan masyarakat. Yesus menekankan sikap rendah hati, menyangkal diri, dan mengikat diri dalam kasih.

Kalau begitu apa citra kepemimpinan yang melayani? Citra pemimpin yang melayani yang sesungguhnya adalah orang yang benar-benar mengabdikan hidupnya untuk melayani dan bukan semata untuk menjadi pemimpin. Di dalam melayani, para pemimpin ini harus lebih dulu memberi contoh bahwa mereka juga adalah pelayan. Jim Kouzes dan Barry Posner, dua orang peneliti di bidang kepemimpinan  mengumpulkan ribuan cerita-cerita terbaik mengenai pengalaman di mana tipe kepemimpinan ada pada puncaknya, dan mereka menemukan 5 model umum. Hal pertama yang mereka cantumkan adalah, seorang pemimpin harus menjadi contoh. Pemimpin menetapkan prinsip bagaimana orang-orang (rakyat, sebaya, kolega, atau juga pelanggan) harus diperlakukan dan bagaimana tujuan harus dicapai. Mereka menetapkan standar yang paling baik dan kemudian menjadi contoh bagi orang lain. Mereka membongkar birokrasi ketika menghambat aksi, mereka memberi petunjuk ketika orang tidak yakin harus pergi kemana atau bagaimana menuju tempat itu, dan mereka membuka peluang untuk keberhasilan.

Tuhan Yesus adalah contoh terbaik dalam soal kepemimpinan yang menghamba (Yohanes 13:1-17). Waktu ketika Yesus dan para murid mengadakan pertemuan ini adalah ketika mereka baru saja tiba di Yerusalem beberapa hari sebelumnya. Skenarionya adalah: Hari itu adalah hari Paska orang Yahudi; Yesus dan murid-murid akan merayakannya, mereka baru tiba di sebuah tempat; jalanan di Israel waktu itu sangat berdebu; mereka memakai sandal; biasanya di setiap rumah Yahudi ada seorang hamba khusus untuk menyambut dan membasuh kaki mereka yang baru masuk. Dia membasuh kaki para murid dan memberi contoh yang terbaik ketika dia mengorbankan diriNya di kayu salib. Dia menjadi pemimpin yang memberikan hidupNya bagi mereka yang percaya kepadaNya, dan akibatnya lebih banyak lagi yang menyerahkan hidupnya kepada Kristus. Perkataan Yesus kali ini mengingatkan kita semua mengenai citra ‘pelayan Kristus’ yang harus merendahkan diri dan juga mampu melakukan apa yang mereka katakan karena itu adalah ciri seorang pemimpin yang melayani.

Pertanyaan untuk diskusi:

1. Apa menurut anda yang menjadi “Kursi Musa” di masa kita sekarang ini?

2. Bagi anda, apa tantangan yang terbesar dalam melayani dalam fungsi menjadi diakonos?

3. Menurut anda, jenis kepemimpinan seperti apa yang dibutuhkan di gereja kita saat ini?

Viewed 29277 times by 12472 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *