Dimulai dengan Blusukan

Matius 9 ay 35 smpi 38 HKBP Menteng Khotbah Minggu 14 April 2013 Miserecordias Domini

HKBP Menteng | Matius 9:35-38

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus,

Para abad 21 ini, kita memiliki banyak sekali keunggulan teknologi informasi dibandingkan sebelumnya. Kemajuan media penyebaran informasi membuka kebebasan seluas-luasnya bagi orang dalam mengeluarkan pendapat dan opini mereka. Generasi sekarang mungkin akan dikenal sebagai generasi jempol (y). Sayangnya, orang tidak hanya memenuhi internet dengan komentar positif, atau membangun. Banyak komentar diberi hanya karena mereka ingin memberi komentar dan mengeluarkan kebencian mereka. Orang ingin pendapatnya didengar orang, atau dalam hal ini dibaca orang, tanpa keinginan untuk mendengarkan yang lain.

Beberapa forum yang saya ikuti memiliki tendensi seperti ini, baik dalam facebook, atau komentar-komentar berita yang ada di Internet. Topik seperti apapun akan segera dikomentari dengan pendapat sampah yang banyak kita temui di internet. Menurut sebuah penelitian, kebebasan berpendapat dan tidak adanya keterikatan tempat dan waktu dari yang membuat komentar terhadap hal yang dikomentarinya, membuat orang cenderung mengeluarkan pendapat “sesuka hatinya.”

Sekarang coba bayangkan ketika anda duduk bersebelahan dengan orang lain dan saling memberi komentar tentang suatu hal. Kekasaran dan kemarahan cenderung akan berkurang karena kita berada di sebelah yang lain.

Matius 9 ay 35 smpi 38 HKBP Menteng2Keterputusan hubungan personal kita dengan manusia lain, yang muncul sebagai efek lain dari kemajuan teknologi, membuat kita tidak bisa merasakan atau menempatkan diri kita di posisi mereka. Hal ini membuat kita bisa membuat komentar penuh emosi, meskipun kita sendiri tidak merasakannya, misalnya tanda :) sementara kita cemberut, atau menuliskan hahahaha…. Atau wkwkwkwk … tapi kita sendiri termenung. Sifat anonimus dan keterlepasan dari manusia yang lain, membuat kita lepas kontrol dalam berpendapat. Lempar komentar sembunyi HP/komputer.

Saudara-saudara terkasih, inilah pesan yang harus kita renungkan hari ini. Belas kasihan.

Selepas menyampaikan khotbah di atas bukit, Yesus berkeliling ke semua kota dan desa dan mulai melakukan karya-karya ajaib. Dia rajin mengunjungi rakyat (bukan blusukan Jokowi -> artinya turun ke tempat2 yang tidak pernah/jarang dilihat, mis. gorong2). Dengan mengunjungi langsung orang-orang, Yesus mengetahui langsung kebutuhan orang di situ. Tuhan Yesus menjadi betul-betul berhadapan dengan fakta bahwa banyak sekali manusia yang membutuhkan pertolongan. Dia keliling dan menemui mereka yang sakit, orang yang lumpuh, kerasukan setan, dan lain sebagainya. Seseorang tidak bisa mengetahui apa masalah yang dihadapinya tanpa terjun langsung ke lapangan. Laporan yang disampaikan mengenai kemiskinan di satu daerah, di atas kertas, berbeda dengan pengalaman berjumpa langsung dengan orang yang membutuhkan pertolongan. Karena pertemuan langsung ini, dia berbelas kasihan kepada mereka.

Belas kasihan. Compassion. Esplanchnisthē. ἐσπλαγχνίσθη. (to be moved in the inward parts, i.e. to feel compassion) “from splanxna, ‘the inward parts,’ especially the nobler entrails – the heart, lungs, liver, and kidneys.

Hati Yesus tergerak melihat orang-orang yang seperti domba yang tidak bergembala, mencari pegangan dalam hidup, mencoba mencari tuntunan yang baik untuk hidup mereka. Banyak sekali tangan orang yang ingin menyentuh dan disentuh Yesus, sementara Dia hanya memiliki dua tangan. Karena itu Yesus berkata, “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. 9:38 Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.” banyak orang yang membutuhkan pertolongan, rohani dan jasmani, sementara orang yang mengerjakannya hanya sedikit.

Saudara-saudara, ada beberapa pelajaran yang bisa kita lihat dari firman Tuhan hari ini.

Pertama, belas kasihan datang dari perjumpaan personal.

Pelajaran ini bisa kita lihat dari Kristus, yang tidak duduk dan menunggu supaya orang datang kepadaNya, Dia pergi mendatangi orang lain. Perjumpaan adalah suatu hal yang manusiawi. Manusia adalah makhluk sosial yang butuh untuk berinteraksi dengan orang lain. Tidak perduli siapapun orangnya, manusia merindukan perjumpaan personal yang jujur dan apa adanya, bukan ada apa-apanya.

Matius 9 ay 35 smpi 38 HKBP Menteng3Kemajuan teknologi memang membawa keuntungan “mendekatkan yang jauh” namun juga memiliki tendensi untuk “menjauhkan yang dekat.” Masalah kita dalam dunia modern adalah semakin digantikannya hubungan personal dengan hubungan kerja. Kita mengenal orang lain berdasarkan fungsinya, dan bukan karena orang itu adalah manusia. Ketika orang itu tidak ada lagi, barulah kita mencarinya, bukan karena dia teman anda, tapi karena anda menghadapi kesulitan tanpa dirinya. Saya beri contoh apa maksud saya. Saya dulu pernah menghadapi masalah dengan visa saya ketika saya akan pergi ke Romania. Di bandara Schiphol, petugas menanyakan soal visa, dan akhirnya urusan agak panjang. Setelah lama berbicara, ternyata petugas yang mengurus tiket saya habis waktu kerjanya. Dia kemudian memanggil orang di sebelahnya, untuk membantu melanjutkan pekerjaannya. “Kolega, bisakah anda melanjutkan pekerjaan saya?” ujarnya. Dia tidak lagi mengenal siapa orang yang ada di counter sebelahnya, kecuali bahwa dia adalah bagian dari sistem di mana dia bekerja.

Perjumpaan tidak personal ini juga terjadi di tempat kerja. Saya yakin, bahwa banyak orang yang tidak mengenal rekan kerjanya di tempat kerjanya masing-masing. Kalau kita pergi ke supermarket seperti Carrefour, manusia yang bekerja di sana dikenal karena tempat dia bekerja, dan bukan lagi sebagai seseorang yang bernama Lusi yang punya dua anak, atau Poltak yang membiayai ibunya yang sakit.

Mulai sekarang, saudara-saudara, perjumpaan personal sangat diperlukan untuk menjalin  relasi antar manusia yang seutuhnya dan real. Justru karena perjumpaan personal dengan dokter, seseorang merasa yakin akan sembuh, tidak betul-betul karena obat yang diminumnya. Atau, karena seseorang merasa didengarkan, disentuh, dan diperhatikan, dia merasa lebih baik, seperti orangtua yang ada di panti jompo. Ada kisah, ketika ibu Teresa sedang berjalan di Calcutta, tempat pelayanannya, dia berjalan dan memberi uang kepada seorang peminta-minta di pinggir jalan dan menyalam tangannya. Orang itu menengoknya dan menangis, katanya, “sudah begitu lama sejak saya merasakan kehangatan tangan manusia.” Hubungan sesungguhnya datang dari perjumpaan personal, yang menjadikan manusia sebagai manusia.

Komentar-komentar sembarangan, muncul karena orang merasa terputus dari orang lain yang dikomentarinya. Dia merasa ada jarak aman, dan tidak perlu bertanggungjawab atas komentar pedas yang diberikannya. Dengan perjumpaan personal, kita bisa mengenal lebih dalam lagi dan berbelas kasih terhadap orang lain.

Kedua, cobalah pahami sudut pandang orang lain sehingga belas kasihan bisa muncul.

Dari perjumpaan personal, kita bisa menempatkan diri kita di posisi orang lain, sehingga belas kasih/compassion muncul. Tuhan Yesus sudah merasakan apa yang dibutuhkan dan dirasakan manusia. Dia mengambil rupa manusia. Dalam perjumpaannya, dia tahu betul apa yang dibutuhkan oleh orang-orang di sekitarnya. Dia merasakan apa yang kita rasakan.

Salah satu kunci untuk memahami orang lain dan untuk menghindari konflik adalah dengan mencoba berpikir seperti orang lain.

Bayangkan kalau di jalan raya, maka pasti anda akan kesal sekali berhadapan dengan para supir bus atau metromini yang ugal-ugalan. Atau mungkin anda akan marah berhadapan dengan bajaj yang berbelok menurut panggilan Roh yang ada dalam dirinya. Bayangkan suatu hari, anda sedang mengendara mobil bersama dengan keluarga, dan ternyata ada metromini yang ugal-ugalan hampir menyerempet mobil anda, dan metromini itu terus berlalu tanpa permintaan maaf. Apa yang akan anda lakukan?

Tetapi bayangkan kalau anda tahu apa yang dihadapi supir metromini itu. Metromini tidak punya AC, jadi terik siang hari pasti membuat darah mendidih. Selain panas, supir metromini juga menghadapi macet, setoran yang kurang, istri yang mau melahirkan, anak yang mau bayar uang sekolah tahun ajaran baru, uang kontrakan yang belum dibayar, dan lain sebagainya, padahal penumpang sedikit. Dengan berbagai hal ini, kita bisa tentu akhirnya akan berusaha memahami mereka kalau ada supir yang berlaku ugal-ugalan. Saya tidak mau membenarkan tindakan seperti ini, hanya berusaha memahaminya saja.

Hal yang sama juga berlaku bagi pengendara sepeda motor. Karena itu, kalau kita kesal sama pengendara sepeda motor, doakanlah agar mereka bisa beli mobil, sehingga mereka mengerti betapa semena-menanya kadang-kadang para pengendara motor di jalan raya. Meskipun demikian, hal ini tidak akan memecahkan masalah kemacetan di Jakarta. Dengan mencoba berpikir seperti orang lain, kita akan lebih mengerti apa yang mereka hadapi, dan dengan demikian membuat kita lebih mudah menaruh belas kasihan terhadap mereka.

Ketiga, masih banyak pekerja yang dibutuhkan untuk menuai.

Matius 9 ay 35 smpi 38 HKBP 4Pada masa ini, banyak orang yang menjadi stress karena tekanan pekerjaan, kehidupan, dan kesibukan. Banyak orang yang mungkin pada saat ini berada di ujung kesabaran mereka. Kalau orang-orang ini mendapat tekanan, maka mungkin mereka akan bunuh diri, melukai orang lain, atau melakukan tindakan nekat yang merugikan orang lain atau dirinya sendiri.

Yesus dikelilingi oleh orang yang sakit, baik fisik maupun mental. Mereka semua membutuhkan belas kasihan. Namun sayang, pekerja yang bersedia melakukannya sangat sedikit. Karena itu, kita memerlukan lebih banyak lagi pekerja belas kasih, yang bisa memberikan empati kepada orang yang membutuhkannya. Kita semua tidak perlu menjadi pendeta atau pemuka agama untuk memberi perhatian kepada orang lain. Yang penting adalah memberi perhatian kepada yang lain, menyapa mereka, tersenyum, menjabat tangan dengan erat, dan melakukan itu semua dengan tulus.

Hal ini seharusnya menjadi tugas koinonia gereja dalam persekutuannya. Persekutuan menuntut kita untuk dapat berkenalan dengan orang di sebelah anda, mengambil waktu untuk bercakap-cakap, berkenalan, menjadikan manusia lain sebagai pribadi yang penuh. Memberi perhatian adalah salah satu cara kita menjadi ‘penuai’ di ladang Allah.

Kita tidak akan bisa mengenali orang yang tersenyum bahagia atau tersenyum untuk menutupi kegundahan hatinya kalau tidak ada hubungan personal. Karena itu, jalinlah hubungan inter personal, dan jadilah manusia yang penuh belas kasih, bagikanlah itu kepada yang lain. Amin.

 

Matius 9:35-38 Belas kasihan Yesus terhadap orang banyak

9:35 Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. 9:36 Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. 9:37 Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. 9:38 Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.”

 

Viewed 23218 times by 6472 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *