Hikmat Untuk Memilih

Kebaktian Pemuda GKI Kayuputih

Minggu, 18 Maret 2012

 

Hikmat Untuk Memilih

1 Korintus 10:23-24

 

“Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. Jangan seorang pun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain.”

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus,

Banyak dari kita ingin punya kontrol atas banyak hal. Kita ingin bisa mengatur apa yang terjadi dalam hidup kita, atau dalam hal di sekitar kita. Ketika kita tidak bisa mengatur apa yang terjadi di sekitar kita, maka kita menjadi resah. Hal ini juga berhubungan dengan hari ini. Banyak yang mengira bahwa anda memilih untuk berada di sini pada hari ini. Mungkin anda mengira, bahwa saya ingin ke gereja hari ini, atau mungkin mau mendengar khotbah pendeta hari ini. Intinya, anda ingin memegang kontrol atas hidup anda, dan anda ingin memilih hal yang anda inginkan. Tetapi sebenarnya banyak hal yang ada dalam hidup ini berada di luar kontrol anda. Banyak hal dalam dunia ini juga saling berhubungan, sehingga apa yang anda kira adalah keputusan anda sendiri sebenarnya adalah hasil dari rentetan peristiwa yang mungkin tidak pernah anda pikirkan sebelumnya.

Saya baru kembali dari Indonesia Februari yang lalu. Dalam perjalanan pulang, pesawat saya tertunda di Kuala Lumpur, dan saya diminta memilih untuk tinggal 4 jam lebih lama di Kuala Lumpur atau langsung terbang ke Jakarta. Tentu saya memilih tinggal karena mereka menawarkan voucher 100 euro bagi yang tinggal. Saya kira itu adalah pilihan saya. Tapi sebenarnya yang terjadi saat itu adalah hasil rentetan panjang berbagai peristiwa.

 

Kekacauan sudah terjadi dari Schiphol. Pesawat yang saya naiki dari Schiphol ternyata ditukar KLM menjadi pesawat yang berkapasitas lebih kecil. Karena pesawat ditukar, mereka harus mengatur ulang semua seats secara manual, karena sistem komputer mereka sedang rusak. Ground staff berhasil melakukan tugasnya dan menaikkan semua penumpang ke dalam pesawat. Ternyata mereka lupa memberitahu bandara Kuala Lumpur  mengenai pergantian pesawat ini.

 

Di Kuala Lumpur semua orang diminta untuk keluar dari pesawat – termasuk penumpang transit – dan meninggalkan handbaggage di dalam pesawat. Sayangnya kebanyakan penumpang transit tidak bisa masuk lagi karena kesalahan perhitungan jumlah penumpang. Schiphol lupa memberitahu pertukaran pesawat, sehingga KLM harus meminta 30 sukarelawan untuk tinggal 4 jam lebih lama di Kuala Lumpur dengan kompensasi voucher 100 euro.

 

Yang terjadi sebenarnya adalah KLM mengirim pesawat yang harus saya naiki untuk menjemput warga negara Belanda di Mesir karena demonstrasi yang terjadi di sana.

Demonstrasi di Mesir terjadi untuk meminta Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri setalah 30 tahun berkuasa. Gerakan ini dimulai 25 Januari 2011 di Kairo.

 

Gerakan meminta Hosni Mubarak turun sebenarnya sudah dimulai dari tahun 2008 ketika ada network group Facebook yang mendukung demonstrasi pekerja.

Wael Ghonim, seorang pegawai Google di Mesir yang ditangkap oleh pemerintahan, juga ikon revolusi di Mesir, berkata bahwa Facebooklah yang memulai Egyptian Revolution 2.0. melalui social network seperti ini orang jadi tahu tentang apa yang terjadi di Mesir.

 

Facebook sendiri dimulai tahun 2003 oleh seorang mahasiswa Harvard bernama Mark Zuckerberg di kamar asramanya.  Apa yang Mark lakukan di 2003 membuat saya memilih tinggal lebih lama 4 jam di Kuala Lumpur untuk menerima voucher 100 euro dari KLM.

 

Intinya, kita sering mengira bahwa kita sendirilah yang memegang kontrol atas pilihan yang kita ambil. Sebenarnya tidak, pilihan kita sendiri adalah hasil dari berbagai pilihan lain yang dibuat oleh orang lain. Hari ini, kita akan melihat bahwa dalam semua pilihan ada konsekuensi, bahkan pilihan yang menurut kita juga pilihan yang tepat untuk dilakukan.

 

Saudara-saudara,

 

Di jaman sekarang ini kita memiliki banyak sekali pilihan. Saya tidak tahu berapa banyak orang yang hidup dari zaman tvri sebagai satu-satunya televisi di Indonesia dan sampai sekarang di mana kita memiliki banyak pilihan. Atau dulu ketika handphone hanya bisa mengirim teks ke sesama operator, dan handphone memiliki satu ukuran: ukuran penimpuk binatang, hingga sekarang ke berbagai pilihan. Kemajuan teknologi membuat kita memiliki banyak pilihan, dan apa yang mungkin kita sadari atau tidak sadari adalah pilihan kita sebenarnya memiliki konsekuensi terhadap yang lain.

 

Misalnya pilihan kita dalam memakai sepatu. Dalam memilih Nike atau Adidas, kita sedang memilih dua perusahaan trans-nasional yang memiliki hubungan dengan kesejahteraan para buruh Indonesia yang ada di daerah Sukabumi dan Tanggerang. Yang kita tidak tahu bahwa dulu kedua pabrik ini menggunakan banyak buruh anak dari daerah di sekitarnya. Akibatnya banyak anak yang dimasukkan ke dalam pabrik oleh orangtuanya, dan banyak anak yang tidak sekolah lagi. Karena tidak sekolah, anak-anak yang bekerja di pabrik hanya bisa terus bekerja di sana dan akhirnya keturunan mereka juga kembali bekerja di pabrik tersebut. Lingkaran ini terus berputar dan kemiskinan menghimpit buruh anak. Beberapa tahun yang lalu, ketika para atlit sepakbola dunia secara sepakat menolak penggunaan buruh anak di pabrik kedua produk ini, kedua perusahaan ini merubah peraturannya. Para atlit sepakbola sadar bahwa penggunaan sepatu bola yang tidak disadarinya ternyata mendukung kebodohan dan kemiskinan struktural di daerah di mana pabrik kedua perusahaan ini berada. Tindakan yang sepertinya tidak memiliki konsekuensi, seperti memilih sepatu dan membeli sepatu, ternyata berdampak luas terhadap kelangsungan hidup anak-anak di tanggerang, bandung, dan sukabumi.

 

Hari ini kita akan melihat nasihat Paulus terhadap kebebasan yang kita miliki dalam memilih, dan bagaimana kita bisa menjatuhkan pilihan yang bertanggungjawab.

 

Paulus menuliskan surat ini kepada Jemaat di Korintus untuk mengingatkan mereka supaya mereka tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang telah dilakukan bangsa Israel. Paulus mengingatkan bahwa meskipun tahu bahwa Allah adalah raja dalam hidup, Israel tetap melakukan kesalahan dalam menyembah berhala (10:7), percabulan (10:8), mencobai Tuhan (10:9), dan bersungut-sungut (10:10). Karena itu Paulus memperingatkan jemaat Korintus untuk berhati-hati di dalam hidup, dan peringatan ini diutamakan kepada mereka yang teguh berdiri supaya mereka tidak jatuh (10:12). Dan yang paling penting, Paulus mengingatkan bahwa Allah tidak pernah menguji seseorang melebihi kekuatannya (10:13).

 

Masalah yang Paulus coba jawab adalah tentang pilihan seseorang melakukan sesuatu yang bisa mempengaruhi orang lain. Artinya, Paulus membahas tentang tingkah laku seseorang, yang dia pikir biasa bagi dirinya, namun menjadi masalah bagi orang lain.

 

Yang menjadi titik persoalan adalah waktu itu tentang memakan makanan yang dipersembahkan kepada Allah lain. Apakah salah kalau kita memakan makanan yang sudah dipersembahkan kepada Allah lain?

 

Saya ingat,di kampung tante saya, yang orang Chinese riau, di tanjung balai karimun, banyak sekali kuburan cina. Dan di kuburan cina ada beberapa perayaan-perayaan tertentu yang membuat mereka selalu mengantar makanan-makanan yang enak ke kuburan. Sepupu-sepupu saya akan bersembunyi lalu langsung mengambil makanan ini begitu keluarga meninggalkan kuburan tersebut. Mereka akan berpesta dengan makanan-makanan enak. Kata mereka, “orang mati kan ga bisa makan lagi, mending kita yang makan.”

 

Kalau begitu, apakah salah kalau kita memakan makanan itu? Bagaimana kalau ternyata ada orang yang terganggu imannya karena melihat kita memakan itu.

 

Pertanyaan inilah yang diajukan dalam masalah memakan makanan untuk persembahan berhala. Paulus mengatakan, bahwa, kalau ada yang memperingatkan, maka janganlah kita makan. Lalu ada argumen selanjutnya yang akan kita katakan kalau ada yang memprotes tingkah laku kita.

 

Misalnya: Apakah pendeta boleh memakai jeans kalau berkhotbah di GKI?

Apakah pendeta muda/pemuda boleh berjalan malam dengan teman perempuan yang bukan isterinya?

Apakah pendeta boleh main musik di sebuah band di café?

Apakah seseorang boleh menggunakan rok mini ke gereja?

Bagaimana dengan orang yang bekerja di kantor resmi dengan rambut gondrong?

Apakah orang Kristen boleh pakai tato?

 

Masih banyak lagi masalah yang akan menimbulkan pertanyaan yang membuat orang berkata, “Mengapa kebebasanku harus ditentukan oleh keberatan-keberatan hati nurani orang lain?” (10:29). Intinya, kenapa keberatan orang lain harus membuat saya mengubah sikap saya?

 

Jean-Paul Sartre, seorang filsuf Perancis pernah mengatakan bahwa “hell is the other.” Dia mengatakan bahwa ada saatnya manusia merasa kalau hidupnya terpenjara karena pendapat orang lain atas dirinya. Bayangkan kalau kita selalu mengubah sikap kita berdasarkan apa yang orang katakan tentang diri kita. Hidup kita akan menjadi neraka karena semua orang juga punya pendapat yang berbeda-beda.

 

Lalu apa yang harus kita lakukan? Bukankah semua manusia punya kebebasan untuk bertindak menurut kehendaknya masing-masing?

 

Lalu jawabannya adalah, “segala sesuatu diperbolehkan.” Tetapi hendaklah kebebasan ini kita gunakan untuk keuntungan orang lain. Tentu hal ini tidak mudah untuk kita pikirkan. Di tengah segala jenis kebebasan yang ditawarkan dunia ini, kita bisa terlena dan lupa bahwa pilihan kita tersebut bisa melukai orang lain.

 

Seperti cerita di awal, tindakan kecil yang mungkin kelihatan sepele yang kita lakukan mungkin memiliki konsekuensi terhadap kehidupan orang lain. Bagaimana kita bisa melakukan suatu hal, dengan kebebasan, namun juga tidak melukai orang lain?

 

Di ayat 31, Paulus mengatakan, “lakukanlah itu untuk kemuliaan Allah.” Paulus mengingatkan kita bahwa tujuan hidup kita adalah untuk kemuliaan Allah. Jadi setiap pilihan yang kita lakukan seharusnya pilihan yang hasilnya dapat memuliakan Allah. Paulus mengajarkan agar Jemaat Korintus selalu memilih segala sesuatunya dengan hikmat Allah. Dengan demikian, kita bisa menjatuhkan pilihan yang tepat.

 

Pertanyaan yang utama yang harus kita ajukan setiap kali kita dihadapkan pada dilemma seperti ini adalah, “apakah hal ini memuliakan Allah?” kalau kita yakin bahwa hal tersebut memang memuliakan Allah, maka kita bisa terus melakukannya. Kita juga bisa mengurangi gesekan terhadap orang yang berpendapat berbeda dengan berdiskusi. Melalui dialog kita bisa bertukar pikiran, dan siapa tahu anda bisa memberikan pencerahan, atau mungkin anda yang akan belajar melihat sudut pandang orang lain. Apapun yang kamu lakukan, lakukanlah untuk Tuhan! Pilihlah dengan bertanggungjawab. Amin.

 

Pdt. Binsar Jonathan Pakpahan

 

 

 

Viewed 27025 times by 7327 viewers

3 Comments

  1. Bener banget deh capek kalo mesti hidup menurut standard orang lain :(

  2. yahhh bang,kadang terbentur sma poda ni natua-tua….
    yang terlalu kolot,hahahaa

  3. betul kalau hidup menurut standar orang lain pasti cape deh,
    kalau bob, jangan banyak alasan lah hehehe

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *