Siapa Yang Melakukan Firman Allah?

Yohanes 2:13-22

 Siapa Yang Melakukan Firman Allah?

Saudara-saudara,

Pernahkah saudara menonton acara Gordon Ramsay, dengan judul “Kitchen Nighmares”? Ramsay adalah seorang koki terkenal yang dipanggil untuk menolong memperbaiki sebuah restoran yang sudah menurun kualitasnya dan terancam bangkrut dalam waktu seminggu.

Ada sebuah episode yang kebetulan saya tonton mengenai sebuah restoran keluarga yang sekarang ditangani anak menantu keluarga ini. Laki-laki ini kemudian juga berfungsi sebagai koki dan isterinya menjadi kepala pelayan. Koki ini melakukan banyak sekali kesalahan, namun tidak menyadarinya. Makanan yang disiapkannya tidak lagi segar, kebersihan dapur tidak dijaga, dan yang lebih buruk lagi, dia menganggap kehancuran restoran itu bukan salahnya.

Chef Gordon Ramsey datang dan menolong mereka. Chef ini pertama kali datang sebagai tamu dan mencoba beberapa menu yang ada. Akhirnya Chef Ramsay meledak kemarahannya, dan akhirnya memaki sang koki – yang juga adalah menantu pemilik restoran. Pemilik restoran sendiri tidak berani berkata apa-apa terhadap menantunya ini. Mereka tahu bahwa apa yang dilakukan oleh koki ini adalah salah, namun mereka tidak berani membantahnya.

Koki ini kemudian tidak suka dengan kritik Ramsay dan bertanya, “Apa yang membuatmu merasa kamu lebih tahu restoran ini dari saya?” Tentu saja Ramsay menjadi sangat marah dan menunjukkan semua kesalahan yang dilihatnya. Ramsay juga menunjukkan cara yang baik dalam menata restoran dengan baik.

Setelah beberapa hari koki ini meminta maaf dan mau merubah cara kerjanya. Dalam seminggu, yang penuh dengan konflik, restoran ini berubah, bukan hanya dari koki, juga manajemen, staf, dan cara melayani. Semua makanan disiapkan segar dan mereka  menyediakan beberapa menu baru untuk keluarga.  Pada akhir acara, sang koki dan keluarganya mengucapkan terima kasih karena telah disadarkan dari kesalahan fatal.

Yang mau saya tunjukkan dari cerita tadi adalah, sang koki melakukan kesalahan besar dan tidak menyadarinya. Begitu biasanya dia melakukan kesalahan, sehingga kesalahan itu menjadi normal. Anggota keluarga yang lain tahu bahwa hal itu adalah sebuah kesalahan, namun mereka tidak berani menegurnya. Mereka memperoleh bantuan dari Ramsay, yang berasal dari luar lingkungan mereka, untuk menegur mereka dengan keras dan menyadarkan mereka akan kesalahannya.

Saudara-saudara yang terkasih dalam Kristus,

Sekarang kita akan melihat cerita mengenai catatan Alkitab ketika Yesus marah. Ya, Yesus marah. Kemarahan Yesus tidak sama dengan kemarahan Chef Ramsay karena Chef Ramsay memang pemarah. Yesus sendiri adalah orang yang sabar dan penuh kasih, karena itu kisah kemarahannya ini menjadi luar biasa bagi yang membacanya, atau mengalaminya pada saat itu.

Pada waktu itu, Tuhan Yesus dan para murid datang ke Yerusalem untuk merayakan Paskah, yaitu saat Israel merayakan kebebasan mereka dari Mesir. Pada saat perayaan ini, banyak orang Yahudi yang tinggal di berbagai tempat akan datang kembali ke Yerusalem untuk mempersembahkan korban bakaran, dan membayar pajak bagi rumah ibadah. Di saat seperti ini, Bait Allah di Yerusalem, dan kota Yerusalem sendiri akan dipenuhi oleh banyak orang, hampir sama dengan Hari Raya Haji, sebuah perayaan di mana banyak saudara kita Muslim akan mencoba mengunjungi Tanah Suci Mekkah. Bait Allah di Yerusalem akan dipenuhi oleh para musafir yang berjalan menempuh jarak yang jauh. Untuk mengurangi beban perjalanan, mereka ini tidak akan membawa binatang yang akan dikorbankan. Mereka juga biasanya membawa mata uang asing dari yang digunakan di Yerusalem. Melihat kenyataan ini, banyak orang yang berusaha mengambil keuntungan dari para “turis” yang datang. Beberapa orang menjual mata uang asing (berdagang valuta asing), lalu menyediakan tempat penginapan, dan juga menyediakan binatang yang siap untuk dikorbankan untuk bait Allah.

Perdagangan ini meluas hingga di halaman bait Allah yang sebenarnya adalah kudus. Para pedagang ini ternyata banyak menipu orang yang datang ke Yerusalem (Matius 21:13). Mereka menjual uang dengan harga tukar yang tidak menentu dan memaksa orang utnuk membeli binatang kurban dengan harga yang tidak normal. Mereka bahkan bekerja sama dengan para imam untuk menolak pendatang yang datang dengan binatang sendiri, sehingga mereka harus membeli binatang yang disediakan oleh para pedagang di bait Allah. Bait Allah benar-benar menjadi hiruk pikuk seperti pasar.

Hal inilah yang membuat Yesus menjadi sangat marah. Yesus yang biasanya penyabar, mengajar dengan kelembutan, akhirnya marah juga. Dia tidak tahan melihat bait Allah dijadikan sarang penyamun. Yesus mengambil sebuah tali dan menggunakannya seperti cambuk, mengusir para pedagang, hewan, dan membalikkan meja yang digunakan untuk berdagang, koin-koin pun berhamburan ke berbagai arah. Tuhan Yesus berkata, “Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan (Yohanes 2:16).”

Mungkin pada saat ini para murid juga merasa sedikit agak malu terhadap tindakan Tuhan Yesus ini. Mengapa? Karena apa yang yang dilakukan oleh para pedagang itu adalah hal yang normal bagi orang-orang pada saat itu. Tetapi Yesus ingin menunjukkan, kebiasaan bukan berarti hal yang benar. Yesus datang dan memberi peringatan ketika sesuatu yang biasa itu ternyata tidak benar dan tidak adil. Yesus menjadi marah ketika orang menjadikan Rumah Allah sebagai tempat penipuan, dan yang membuatnya semakin sedih adalah ketika hal ini menjadi kebiasaan. Sesuatu yang salah justru menjadi sesuatu yang normal.

Untuk mengubah sebuah kebiasaan yang tidak benar, biasanya kita memerlukan sebuah tindakan yang drastis. Kemarahan Yesus betul-betul mengejutkan orang-orang yang ada di situ. Para imam dan orang Yahudi tidak menyukai apa yang dilakukan Yesus ini. Mereka menantang dia untuk menunjukkan otoritasnya, atau menunjukkan alasan Yesus melakukan hal ini. Mereka meminta bukti. Yesus menunjukkan buktinya, tidak pada hari itu, melainkan di hari kematianNya.

Ketika Yesus mati di Bukit Golgota, tirai di bait Allah robek dari atas sampai bawah (Matius 27:51-52). Ini juga sebagai pertanda bahwa tubuh Yesus itulah bait Allah, yang hancur dengan kematianNya. Pada hari ketiga Dia bangkit dan menang dari maut, menandakan bait Allah kembali bangkit bersama dengan Kristus. ini adalah bukti yang kemudian dimengerti oleh para murid.

Kemarahan Tuhan Yesus juga diiringi oleh kasihNya terhadap orang-orang yang melakukan kesalahan tersebut. Apabila Yesus tidak mengasihi mereka, maka Yesus akan menjadi tidak perduli atas apapun yang terjadi. Kemarahan juga adalah sebuah bentuk keperdulian. Ketidakperdulian justru adalah bentuk penolakan yang paling menakutkan. Ini juga sebabnya, ketika seorang suami melakukan kesalahan terhadap isterinya, dia lebih takut ketika isterinya ini diam daripada ketika dia marah.

Sikap marah tidaklah sama dengan kebencian. Kemarahan adalah emosi manusia, dan pemarah adalah sifat. Yesus bukan pemarah, namun dia marah atas apa yang terjadi. Apabila tidak diperingatkan, praktek penipuan ini akan terus berlangsung dan orang yang melakukan kesalahan tidak akan mengetahuinya. Seseorang bisa saja melakukan kesalahan dan terbiasa dengan kesalahannya tersebut.

Saudara-saudara,

Pesan apa yang bisa kita renungkan dari khotbah hari ini?

1. Yesus marah terhadap ketidakjujuran dan ketidakadilan yang terjadi di Rumah Allah. Ini menunjukkan bahwa, institusi religi juga bisa disalahgunakan untuk melakukan hal-hal yang salah.

Hal ini juga menyebabkan orang menjadi antipati terhadap organisasi religius, karena organisasi religius juga menjadi tempat terjadinya ketidakjujuran dan ketidakadilan.

Saya ingat dulu di Indonesia, setiap gereja juga biasanya memiliki warung di depan gerbangnya, dengan berbagai jualan lainnya. Warung di Indonesia berbeda dengan jualan di bait Allah di Yerusalem seperti cerita kita. Mereka tidak menjual korban bakaran, meskipun mereka juga berfungsi sebagai penukar valuta uang. Warung biasanya menjadi tempat orang menukar uangnya dari 50 ribu rupiah menjadi lembaran sepuluh ribu untuk kolekte. Lalu di depan gerbang gereja juga biasanya ada juga tukang bakso, mie ayam, atau nasi goreng, berbagai makanan yang disediakan kalau orang lapar sepulangnya dari kebaktian. Gereja menjadi sebuah aktivitas keluarga, atau juga menjadi tempat anak-anak muda biasa berkumpul.

Saya juga mendengar bahwa gereja juga bisa menjadi tempat berjualan. Saya sendiri belum pernah melihatnya, tapi ada yang bercerita bahwa di gereja-gereja besar, orang bisa menawarkan jualan emas atau berlian kepada teman-temannya sebelum atau sesudah kebaktian. Atau, ada juga orang yang berprofesi sebagai peminjam uang, dan kliennya kebanyakan adalah orang-orang gereja. biasanya para kreditur ini akan meminjamkan uangnya dengan bunga yang di atas normal. Intinya, orang juga menggunakan gereja sebagai tempat berdagang dan bertransaksi.

Saya rasa, Tuhan Yesus marah ketika jualan ini menjadi lebih utama dari ibadah, apalagi ketika terjadi ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam gereja. ketika hal ini terjadi, rumah ibadah justru berubah menjadi sarang penyamun.

Institusi religi, atau gereja juga bisa berperan sebagai tempat yang mendukung ketidakadilan. Hal ini juga terjadi di masa lalu ketika gereja di Jerman mendukung Hitler, atau ketika gereja di Afrika Selatan ada yang mendukung sistem apartheid dan membedakan mereka yang berkulit putih dan hitam.

Secara jujur kita harus mengakui bahwa institusi religi sering disalahgunakan untuk mencapai kepentingan politis seseorang atau kelompok tertentu. Tuhan Yesus menunjukkan kemarahannya ketika rumah Allah menjadi sarang penyamun.

Inilah pesan kedua yang disampaikan kepada kita, bahwa kita harus berani melawan arus, ketika kebiasaan yang kita lihat adalah sebuah kebiasaan yang tidak benar. Kita harus berani bersuara ketika ketidakadilan dan ketidakbenaran terjadi di sekitar kita, apalagi di Rumah Allah.

Kita dipanggil untuk memberontak terhadap kebiasaan yang salah, bahkan kita juga kadang-kadang dipanggil untuk bersuara melawan yang salah. Kalau kita kembali mengingat identitas kita sebagai nabi, maka kita dipanggil untuk menyatakan suara kebenaran.

Dietrich Bonhoeffer, seorang teolog Jerman, akhirnya berani menentang Gereja mayoritas yang mendukung Hitler dan akhirnya dia sendiri ikut dalam Gerakan pemberontakan melawan pemerintah yang salah. Dia berani menantang suara mayoritas karena yakin akan pendiriannya. Beberapa gereja kecil di Afrika Selatan, dan juga dimotori oleh Uskup Desmond Tutu melawan pemerintah Apartheid dan akhirnya mereka menang di dalam perjuangan mereka.

Apa yang bisa kita lakukan dalam skala kecil kehidupan kita sehari-hari?

Ini adalah hal ketiga yang kita pelajari hari ini. penting sekali untuk menjaga kekudusan bait Allah agar Rumah Allah menjadi tempat yang menjaga kejujuran dan keadilan. Orang menjadi malas ke gereja karena melihat gereja tidak berbeda dengan institusi dunia lainnya: gereja penuh dengan pertengkaran, orang yang saling membenci, atau juga menjadi tempat ketidakadilan. Kita dipanggil untuk memurnikan kembali bait Allah dari segala ketidakjujuran dan ketidakadilan.

Bait Allah juga bukan hanya gedung gereja, melainkan juga tubuh kita sendiri. 1 Korintus 3:16 mengatakan Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah  dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Atau 1 Korintus 6:19-20 mengatakan “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait  Roh Kudus  yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, –dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?  6:20 Sebab kamu telah dibeli dan harganya  telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” 

Pesan khotbah hari ini meminta kita menjaga kekudusan bait Allah yang ada di dalam diri kita sendiri, juga untuk berani keluar dari kebiasaan, apabila kita tahu bahwa apa yang kita lakukan itu adalah salah. Amin.

Viewed 11845 times by 3323 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *