Kebaikan Melawan Kejahatan

Kotbah Minggu 8 February 2009

GKIN Amstelveen

Amsal 20:22-27

“Kebaikan Melawan Kejahatan”

Ada dua kisah raja yang mungkin kita semua tahu. Raja Daud dan Raja Saul memiliki hubungan yang sebenarnya cukup dekat tetapi penuh intrik. Daud beberapa kali menyelamatkan Saul, menghiburnya dengan kemampuannya bermain harpa, mengalahkan Goliat, dan maju ke medan pertempuran memimpin tentara Israel. Dia adalah sahabat Yonathan, anak Saul, dan sekaligus menantunya. Tetapi yang terjadi adalah Saul iri kepada kepopuleran Daud dan akibatnya merasa terancam kekuasaannya. Saul berusaha membunuh Daud dua kali ketika bermain harpa dan mengirim pasukannya untuk membunuhnya. Daud memiliki alasan yang baik untuk membenci Saul, semua kebaikan yang dilakukannya dibalas oleh kejahatan. Suatu ketika, Daud memiliki kesempatan untuk membunuh Saul, untuk balas dendam. Saul memasuki sebuah gua di mana Daud bersembunyi. Tetapi yang terjadi adalah Daud memotong bagian jubahnya dan memperlihatkannya kepada Saul. Daud bahkan merasa bersalah karenanya (1 Sam 24:5). Saul melihat sikap Daud ini dan menangis (ay. 16-17).

Ada lagi sebuah kisah kerajaan yang mungkin kita ketahui kalau kebetulan kita berasal dari Jawa. Ken Arok adalah seorang raja Tumapel (kemudian menjadi Singasari) pada abad 13. Ken Arok berhasil menjadi raja setelah membunuh Tumenggung Tunggul Ametung dan menyatakan perang atas Kediri. Selain membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok juga mengambil isterinya, Ken Dedes yang sedang mengandung. Anak Ken Dedes dengan Tunggul Ametung, yaitu Anusapati, kemudian membalas dendam ayahnya dengan membunuh Ken Arok – dengan senjata yang sama yang dipakai Ken Arok membunuh Tunggul Ametung. Tohjaya, putera Ken Arok kemudian membalas dendam kematian ayahnya dengan membunuh Anusapati, juga dengan senjata yang sama. Ranggawuni, putra Anusapati kemudian membalas dendam ayahnya dengan mengalahkan Tohjaya dalam perang. Kisah balas dendam ini tidak berhenti di sini karena akhirnya Singasari hancur karena cerita pengkhianatan dan dendam yang tak kunjung selesai.

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus, semua yang hidup di dunia pasti pernah terluka dan kesakitan. Yang membedakan kita sebagai pengikut Kristus adalah sikap kita menghadapi kejahatan yang kita alami. Hari ini kita akan melihat sebuah nasehat yang kedengarannya tidak masuk akal, tetapi justru merupakan petunjuk luar biasa untuk mengalahkan kejahatan.

Amsal adalah kitab hikmat yang merupakan nasihat dan petunjuk hidup dari tradisi generasi ke generasi. Bacaan kita kali ini memberikan penguatan kepada kita bahwa Allah adalah sumber keadilan yang sejati. Tujuan dari ayat 22 yang mengatakan, “janganlah kita membalas kejahatan” bukanlah pasifis (anti perang) atau anti keadilan. Ini mengingatkan mereka yang jadi korban kejahatan untuk tidak jatuh ke dalam lingkaran kekerasan yang sama. Kita juga diajarkan untuk tidak menjadi hakim atas kejahatan yang terjadi (Imamat 19:17-18).

Hal ini sering menimbulkan pertanyaan buat saya sendiri, kenapa kita tidak boleh menjadi hakim atas kejahatan yang terjadi atas diri kita? Kenapa kita tidak diajarkan untuk membalas kejahatan dengan aksi yang setimpal? Lalu bagaimana dengan firman Keluaran 21:24 yang mengatakan “mata ganti mata, gigi ganti gigi”. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya Allah tidak menginginkan kejahatan dibalas kejahatan, bukan hanya sejak kedatangan Tuhan Yesus, tetapi justru sudah sejak zaman Perjanjian Lama.

Saudara-saudara terkasih, apa yang terjadi kalau kita membalas kejahatan dengan kejahatan? Yang terjadi adalah kita melakukan hal yang sama dengan orang yang melakukan kejahatan kepada kita dan ini bisa membuat lingkaran kejahatan tidak bisa diputus. Ketika kita berlaku jahat, kelakuan kita menjadi sama dengan orang yang jahat kepada kita. Salah satu tujuan mengapa kita tidak boleh membalas kejahatan adalah agar kita bisa memberikan pelajaran kepada mereka yang berlaku jahat kepada kita bahwa kejahatan bisa diputus dengan kebaikan.

Suatu ketika saya sedang bersama teman saya yang sedang menyetir di Jakarta. Pada suatu waktu sebuah metromini dengan seenaknya berhenti di depan mobil kami, padahal kami berada di jalur tengah, bukan di pinggir jalan. Untung teman saya dengan sigap menghentikan mobil sehingga kami tidak menabrak metromini tersebut. Saya kemudian melihat sebuah stiker besar di belakang metromini itu yang menunjukkan kata: Mazmur 119:105. Lalu teman saya yang orang Batak berkata, “pasti ini orang Batak, harus diajarin nih!” Dengan penuh emosi dia mengejar metromini itu hingga berhenti di sebelahnya di sebuah lampu merah. Teman saya, masih dengan emosinya, menurunkan jendela mobilnya dan berkata dalam bahasa Batak halus, “Unang songon i hamu lae, maila hita!” (Artinya kira-kira, janganlah kamu seperti itu lae, malu nanti kita). Supir metromini itu terkejut mendengar perkataan itu, karena mungkin dia mengharapkan perang kata-kata, kemudian meminta maaf dan mengemudi dengan normal lagi.

Saudara, saya yakin kalau teman saya mengucapkan kata kasar kepada supir tersebut, dia pasti akan membalasnya. Tetapi karena teman saya membalasnya dengan bahasa sopan, dia justru terkejut dan tidak siap. Supir itu kemudian menjadi malu dan mengubah sikapnya. Kejahatannya tidak dibalas dengan kejahatan. Hal ini justru mengubah supir tersebut.

Selain memutus lingkaran dendam, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan sebenarnya membawa keuntungan bagi diri sendiri. Kalau kita dendam, yang rugi adalah diri sendiri. Kita terus berpikir sepanjang malam (sehingga tidak bisa tidur) bagaimana bisa membalas kejahatan orang tersebut dengan kejahatan. Bahkan jeleknya lagi kita sering menjadi tidak sejahtera kalau orang yang pernah menyakiti kita itu hidup bahagia. Padahal orang itu tidak tahu kalau dia pernah menyakiti kita.

Penelitian di bidang medis mengatakan bahwa tindakan memaafkan dapat meningkatkan kesehatan dan tingkat kesejahteraan hidup seseorang. Memaafkan adalah faktor dalam menurunkan tekanan darah tinggi, mengurangi sakit punggung dan depresi. Apabila seseorang memiliki dendam yang disimpan, maka umurnya akan menjadi berkurang, memiliki banyak gangguan pada sistem pencernaan dan mengalami penuaan lebih cepat dari normal.

Saudara-saudara ini makanya Alkitab mengajarkan kita untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan karena hal itu justru merugikan diri kita sendiri. Allah yang tahu akan penderitaan kita dan dia yang akan membalaskannya untuk kita.

Karena itu, Ayat 24 kemudian melanjutkan dengan menjelaskan bahwa manusia tidak akan bisa mengerti jalan hidupnya sendiri kecuali dia sudah menyerahkannya kepada Tuhan. Manusia memiliki keterbatasan untuk bisa memahami dirinya sendiri. Karena itu di ayat 27 dikatakan bahwa Allah mengetahui keterbatasan dan apa yang menjadi isi hati dari manusia itu sendiri. Jadi, karena Tuhan tahu kejahatan yang menimpa dirimu, janganlah engkau mengambil perkara ini ke dalam tanganmu sendiri dan menjadi hakim atas orang lain. Tuhan adalah sumber keadilan yang sempurna.

Saudara-saudara yang terkasih, kita melihat dua contoh bagaimana seseorang bersikap terhadap kejahatan yang dialaminya melalui cerita di atas. Kejahatan yang dibalas kejahatan tidak membuat lingkaran penderitaan bisa berhenti di situ. Inilah yang Alkitab mau ajarkan kepada kita. Allah menginginkan lingkaran kejahatan ini berhenti dan pada akhirnya Allah yang akan menjalankan keadilannya kepada kita.

Pada hari ini apabila kita memiliki rasa kesal, karena seseorang berlaku jahat terhadap kita, apabila kita masih memiliki rasa dendam terhadap seseorang, berharap kamu dapat balas dendam, mungkin anda perlu minta kepada Allah untuk membantu anda menjadi damai. Kamu perlu meminta Allah untuk memampukan dirimu tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Kiranya Allah memampukan kita untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Amin!

Viewed 18000 times by 6078 viewers

One Comment

  1. tapi kenapa perang salib terjadi berulang-ulang apa para Paus tidak memahami isi al kitab, sedangkan perang tersebut tidak jelas alasnya. bagaimana pendapat anda?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *