Katakan ‘ya’ Jika Ya Dan ‘tidak’ Jika Tidak!

Jul 2, 2009 9:28 PM

by binsar

Khotbah Matius 5:33-37

Kelas Menyusun Khotbah 2001

“Katakan ‘ya’ jika ‘ya’, dan ‘tidak’ jika ‘tidak’!

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Kristus.

Walaupun ditawan sejak masa kecil, Hanania, Mishael dan Azaria memiliki sikap yang amat bijaksana, sehingga pada waktu mereka dewasa, mereka diberi tanggung jawab atas masalah-masalah di Propinsi Babilonia. Kemudian raja yang mereka layani tersebut mendirikan sebuah patung emas setinggi 30 m di propinsi mereka. Dia mengundang para pemimpin kerajaan untuk menghadiri upacara penyerahan patung tersebut, dan dia memberi perintah bahwa pada saat musik penghormatan dibunyikan, semua orang hendaknya berlutut dan menyembah patung emas itu. Siapapun yang tidak melakukan perintah in akan dilemparkan ke dalam tungku api raksasa.

Musik dibunyikan dan wajah semua orang itu menyentuh tanah…kecuali Hanania, Mishael, dan Azaria. Mereka adalah orang Yahudi yang sejak kecil diajar untuk tidak menyembah patung berhala. Ucapan penolakan mereka sampai ke telinga raja, dan dengan murka, raja memanggil mereka. Ketiga pemimpin itu mengatakan kepada raja, “…bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung yang tuanku dirikan itu”.

Dengan marah, raja memerintahkan agar ketiganya dilempar ke dalam api, namun ternyata mereka tetap hidup tanpa terbakar sedikit pun. Kata “tidak” ketiga orang yang setia ini membuat raja memutuskan bahwa tak seorang pun di kerajaan tersebut yang dapat melawan Tuhan mereka. Dan Hanania, Mishael serta Azaria – yang biasa disebut Sadrakh, Mesakh, dan Abednego – dinaikkan pangkatnya.

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Kristus.

Ilustrasi di atas menggambarkan sebuah contoh dari kitab Perjanjian Lama, dari mereka yang berani berkata tidak, karena tidak adalah benar. Mereka berkata tidak karena hal yang disuruhkan kepada mereka untuk mereka lakukan adalah salah dan tidak benar. Mereka berani berkata tidak. Sebuah contoh yang cukup langka terdengar pada masa ini saudara-saudara.

Ayat ke 37 dari bacaan kita kali ini mengatakan “Jika ya hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak hendaklah kamu katakan: tidak.” Apa artinya ini saudara-saudara? Apa maksud Tuhan kita Yesus Kristus ketika dia mengucapkan hal ini, sebagai bagian dari Kotbah di Bukit-Nya yang terkenal itu?

Mungkin kita semua masih ingat akan Firman Tuhan melalui Hukum Taurat yang kesembilan: “Jangan mengucapkan saksi dusta atas sesamamu!” Tuhan Yesus mau kembali menegaskan apa yang tertulis di Hukum Taurat dengan lebih mempertegasnya. Kehidupan manusia dihancurkan bukan hanya oleh kebencian dan pembunuhan, oleh perzinahan dan kecemaran, tetapi juga oleh kepalsuan, kebohongan. Dalam hal ini Tuhan Yesus mempertahankan kesungguhan akan Hukum Allah itu.

Pada waktu itu, di dalam praktek pergaulan hidup, orang Israel mahir sekali mempergunakan segala tipu daya muslihat untuk mengakali hukum Allah itu. Mereka mahir sekali dalam memutarbalikkan fakta. Yang benar bisa mereka katakan tidak benar dan yang tidak benar bisa mereka katakan benar. Dan untuk hal itu mereka mengangkat sumpah untuk memperkuat legitimasi mereka atas kebohongan mereka.

Saudara-saudara tentu bisa membayangkan betapa kacaunya keadaan pada waktu itu. Apabila setiap orang yang berbohong mengucapkan sumpah, bahkan para pedagang yang ada di bait suci Allah berani bersumpah demi sorga bahwa barang dagangan mereka dapat dipercaya harganya, maka akan terjadilah pembohongan yang sangat salah. Bahkan mereka berani mengatasnamakan sorga, atau bahkan demi Tuhan sendiri.

Dengan tegas sekali Tuhan Yesus mengatakan bahwa bersumpah demi bait suci, atau demi apapun juga tidak mungkin diucapkan di luar Allah atau dengan tanpa sepengetahuan Allah, sebab Allah menyaksikan semua itu. Allah adalah pemilik semuanya itu. Bahkan atas kepalanya sendiri pun manusia tidak memiliki hak untuk bersumpah atas itu. Mungkin sekarang apabila dikatakan bahwa manusia tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambut pun, maka orang akan mengatakan, jangankan memutihkan, membuat rambut hitam saya jadi pirang juga saya bisa, seperti banyak orang sekarang. Namun bukan itu maksudnya saudara-saudara. Maksudnya adalah kita tidak mempunyai kuasa atas diri kita sendiri, karena Tuhanlah pencipta kita.

Karena itu kata Yesus: “Jika ‘ya’ hendaklah kamu katakan: ‘ya’, jika ‘tidak’ hendaklah kamu katakan: ‘tidak’. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat. Perkataan ini juga kita temui di dalam Yakobus 5:12: “Tetai saudara-saudara, janganlah kamu bersumpah demi sorga maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman. Pertanyaan yang ada adalah bagaimana perkataan Yesus (dan Yakobus) ini kita tafsirkan? Dalam konteksnya yang nyata, bahwa yang Yesus maksudkan dengan perkataan-Nya ini adalah, bahwa ‘ya’ yang dikatakan haruslah ‘ya’ yang benar, ‘ya’ yang sesungguhnya tanpa menggunakan sumpah untuk menguatkannya. Demikian juga dengan ‘tidak’.

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Kristus.

Keberanian untuk mengatakan yang sejujurnya sangat diperlukan pada saat ini. Tuhan menuntut kita supaya kita bertindak jujur dalam segala hal. Bukan hanya kepada orang lain, tetapi juga kepada diri kita sendiri. Kejujuran adalah sesuatu yang mahal harganya pada saat ini. Dulu, anda tentu tahu apa yang terjadi ketika orang-orang jujur menentang pemerintahan yang tidak jujur. Banyak yang ditekan, dipenjarakan, bahkan banyak yang hilang dan sampai sekarang tetap tidak pernah ketahuan di mana ujung rimbanya. Demikian juga yang terjadi di pekerjaan kita masing-masing. Untuk mencari aman, kadang-kadang kita hanya menurut kepada atasan kita, meskipun kita tahu apa yang dilakukannya adalah salah. Kita tidak berani mengatakan ya jika ya, dan tidak jika tidak.

Ada sebuah cerita saudara-saudara, yang pernah saya baca beberapa waktu yang lalu, Di dalam kisah itu diceritakan bahwa ada dua orang yang hendak melamar pekerjaan. Katakanlah mereka si A dan si B. Manager personalia yang bertugas mewawancarai sudah menyeleksi ratusan orang, dan keduanya adalah calon yang terbaik dari semuanya. Akhirnya mereka berdua sampai pada wawancara terakhir. Si A dipanggil untuk memasuki ruangan. Sesudah bermacam pertanyaan yang diajukan, akhirnya sang manager menanyakan pertanyaan terakhir. “Berapa jumlah 1+1?” tanya sang manager. Si A pun menjawab “2”. Kemudian tiba giliran si B. Ketika dia ditanyakan pertanyaan yang sama, maka apa jawaban si B? Dia menjawab “Terserah bapak saja”. Dan akhirnya si B lah yang diterima.

Saudara, harga kejujuran memang mahal. Sekali lagi kita bisa melihat dari contoh di atas, bahwa justru yang mengatakan apa yang benar tidak terpilih untuk bekerja. Ketika si A menjawab dengan benar, maka mungkin kita bisa memperkirakan apa yang ada di benak sang manager. Sang manager tentu akan lebih senang bekerja dengan orang yang selalu menurut kepadanya, meskipun dia bisa salah, daripada dengan orang yang akan mengatakan hal yang sebenarnya.

Sekali lagi saudara-saudara, harga kejujuran memang mahal. Seperti ilustrasi yang saya berikan pada awal kotbah tadi, harga kejujuran, dan keberanian untuk mengatakan “tidak” jika salah adalah sangat mahal. Pada ketiga sahabat Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, harganya adalah hukuman dibakar hidup-hidup. Apakah kita berani seperti itu saudara-saudara?

Katakan “ya” jika ya dan katakan “tidak” jika tidak. Kedengarannya memang mudah saudara, tetapi percayalah, dalam melakukannya hal, ini sangat sulit sekali. Sangat sulit sekali bagi kita untuk mengatakan hal yang sebenarnya di saat ini.

Beberapa hari ini, media massa kembali mempunyai topik yang hangat untuk diberitakan. Kita semua yang mengikutinya pasti tahu, atau paling tidak terimbas macetnya. Demonstrasi yang dilakukan oleh banyak pihak saat ini adalah hasil dari ketidakpuasan mereka terhadap ketidakjujuran pemerintah. Ada yang mengatakan presiden harus mundur, yang kemudian dibalas dengan mereka yang mengatakan mendukung, dan kemudian dibalas lagi. Apa artinya ini saudara-saudara. Ini adalah akibat ketidaksanggupan pemerintah, dan juga pihak-pihak yang disebut elit politik itu, untuk mengatakan ya jika ya dan tidak jika tidak. Tuhan menuntut kita supaya kita jujur dan benar, juga di dalam uraian-uraian resmi melalui media massa. Tuhan juga menuntut kejujuran, juga dalam pembicaraan-pembicaraan antar elit politik dalam membicarakan masa depan bangsa ini.

Saudara-saudara, Franz Magnis Suseno, seorang filsuf asing yang sudah menjadi warga negara Indonesia mengatakan, mungkin beberapa tahun lagi Indonesia hanya akan menjadi sejarah yang dikenang oleh anak cucu kita, karena Indonesia sudah bubar. Sebuah grup lawak terkenal, Bagito atau Patrio pernah mengatakan, dalam acara lawaknya, bahwa lagu dari “sabang sampai merauke berjajar pulau-pulau” mungkin akan diganti syairnya karena semua pulau sedah melepaskan diri dari Indonesia dan yang tinggal hanya pulau Jawa. Lagunya berganti judul menjadi “dari Subang sampai ke Merak berjajar warung tegal”.

Tuhan menuntut kita untuk berkata “ya” jika ya dan “tidak” jika tidak. Dan apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat. Yang lebih dari itu bukanlah berasal dari Tuhan. Apabila kita sudah mengatakan apa yang tidak benar lagi, maka itu berasal dari kuasa kegelapan. Kuasa-kuasa jahat yang meliputi dunia akan kembali menutupi keselamatan manusia. Manusia akan kembali jatuh lagi ke dalam dosa. Kekuasaan dusta memang sangat besar saudara. Dalam dunia sekarang ini, semua orang sudah sadar akan hal itu. Bagaikan angin, dusta itu sudah menyebar demikian luasnya kepada manusia.

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Kristus.

Kita sebagai manusia biasa tentulah tidak bisa lepas dari keinginan untuk berdosa. Kita sebagai manusia tentulah tidak bisa lepas dari keinginan untuk berdusta. Apakah yang menjadi dasar kita sebagai orang Kristen untuk mengucapkan kebenaran? Tentu Firman Tuhan yang ada di dalam Alkitab, dan juga melalui kuasa Roh Kudus yang memimpin kita untuk mengerti apa maksud dari Firman Tuhan itu.

Saudara-saudara, keinginan untuk tidak mengatakan ‘ya’ jika ‘ya’ dan ‘tidak’ jika ‘tidak’ memanglah sangat besar. Resiko mengatakannya juga sangat tinggi. Sebaiknya kita kembali dulu kepada diri kita masing-masing. Janganlah kita menilai orang lain dulu, tetapi hendaklah kita kembali merenungkan apakah kita sendiri sudah mengatakan ‘ya’ jika ‘ya’ dan ‘tidak’ jika ‘tidak’?

Sambil merenungkannya, kita harus selalu mengingat bahwa Tuhan yang mengucapkan perkataan ini melalui “Kotbah di Bukit” itu adalah Tuhan yang hidup. Dia yang dijatuhi hukuman mati sebagai pendusta dan penghujat Allah, ternyata adalah Raja Kebenaran di dalam kebangkitan-Nya dan telah menyelamatkan semua manusia dari kuasa kegelapan. Adakah kemungkinan untuk menerobos suasana dusta yang meliputi dunia ini? Adakah kemungkinan bagi kita untuk mengatakan ‘ya’ jika ‘ya’ dan ‘tidak’ jika ‘tidak’? Tentu ada, jika kita kembali lagi kepada Tuhan Yesus dan kepada Injil-Nya dan memohon penyertaan Roh Kudus. Amin.

Viewed 34135 times by 14690 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *