Aku Menjadikan Segala Sesuatu Baru

Feb 28, 2009 4:57 AM

Khotbah Minggu 27 Sesudah Trinitatis

Peringatan Orang Meninggal – Akhir Kalender Gerejawi

GKIN Tilburg

Wahyu 21:1-8

“Aku Menjadikan Segala Sesuatu Baru”

Sebuah acara di National Geography bertajuk “Airplane Crash Investigation” menjadi tontonan rutin saya belakangan ini. Acara ini menyelidiki penyebab kecelakaan pesawat terbang. Beberapa hari yang lalu dalam sebuah episodenya, sebuah pesawat mengalami kecelakaan karena pintu bagasi yang tidak terkunci dengan baik dan menyebabkan sebuah pesawat jatuh. Tidak semua kecelakaan yang diselidiki berakhir tragis. Kadang ada beberapa pesawat yang selamat kembali ke darat. Biasanya yang ditanya kepada mereka yang selamat adalah, “Apa yang anda pikirkan ketika anda merasa memasuki menit-menit akhir dalam hidup anda?” Dari sini banyak cerita yang berkembang.

Mari kita ambil pertanyaan ini dan kita kenakan ada diri kita sendiri. Apa yang akan anda lakukan di hari terakhir dalam hidup anda? Persiapan apa saja yang akan anda lakukan kalau besok adalah hari terakhir dalam hidup anda? Apakah anda akan melakukan sesuatu yang spesial yang belum pernah anda lakukan? Apakah anda akan mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang anda sayangi? Apakah ada hal yang berbeda yang harus anda lakukan dalam menghadapi hari terakhir anda? Fransiskus dari Asisi mengatakan bahwa kalau Kristus datang dan dunia berakhir, dia tidak akan melakukan hal yang berbeda dari yang biasanya dia lakukan setiap hari, yaitu menata kebunnya. Kali ini kita berbicara mengenai kematian karena kita sering takut dalam menghadapi kematian. Kita merasa tidak siap dalam menghadapi kematian. Kabari baiknya, hari ini kita akan mendengarkan pesan yang bisa membuat kematian menjadi sebuah hal yang tidak begitu buruk.

Saudara-saudara yang terkasih dalam Kristus, di dalam liturgi gereja, hari ini adalah minggu tutup tahun gerejawi di mana kalender gerejawi yang baru akan dimulai minggu depan dengan masa advent. Minggu advent sendiri adalah masa penantian kita akan Kristus dan kita jalani dalam 4 hari minggu yang tiap minggunya memberi 4 simbol berbeda: ‘hope’, ‘faith’, ‘joy’, dan ‘love’. Di masa penutupan kalender gereja seperti ini maka kita juga melakukan apa yang biasanya kita lakukan di akhir tahun, yaitu merefleksikan perjalanan kita sebagai jemaat sepanjang tahun yang sudah lampau. Dalam tradisi gereja, minggu ini adalah masa kita mengadakan peringatan bagi mereka yang telah pergi meninggalkan kita. Ini adalah masa mengingat dan berefleksi agar apa yang sudah terjadi bisa kita syukuri dan jadikan pelajaran untuk ke depan.

Renungan kita kali ini diambil dari Kitab Wahyu yang mengingatkan kita bahwa Allah menjadikan segala sesuatu baru. Kitab Wahyu ditulis oleh Yohanes ketika dia ditahan di pulau Patmos oleh pemerintah Roma yang tidak menyukainya menyebarkan berita mengenai Yesus. Yohanes ditahan sendirian di pulau itu dan Allah berbicara kepadanya sehingga dia menulis kitab Wahyu ini. Wahyu pasal 21 dan 22 adalah bagian yang menggambarkan surga secara deskriptif. Bahkan mulai ayat 11 Yohanes mengambarkan surga itu sebagai sebuah tempat yang luar biasa, temboknya terbuat dari permata, kotanya dari emas (ay. 18), dasar tembok dihiasi permata (ay. 19), dan gerbangnya terbuat dair permata (ay. 21).

Namun di balik semua gambaran mengenai bentuk fisik surga itu, Yohanes terlebih dahulu menggambarkan suasana yang akan kita rasakan di dalamnya. Pertama Yohanes melihat bahwa suatu ketika akan ada langit dan bumi yang baru, di mana laut tidak ada lagi (ayat 1). Pada akhirnya tidak akan ada pemisah antara Yohanes dan manusia yang lain karena laut yang memisahkan pulau tempatnya ditahan sudah tidak ada lagi. Di sana tidak akan ada air mata, tidak ada perkabungan, ratap tangis, atau dukacita (ayat 4), yang haus akan selalu dipuaskan (ayat 6) karena Allah menjadikan segala sesuatu baru (ayat 5).

Saudara-saudara yang terkasih, sungguh sebuah hal yang menarik bahwa Yohanes melihat air mata perkabungan adalah sesuatu yang mendukakan manusia. Yohanes melihat kematian sebagai sebuah peristiwa yang signifikan sehingga dia melihat suasana yang penting di surga adalah ketika kita tidak lagi dipisahkan dengan orang-orang yang kita kasihi melalui kematian. Pada akhirnya nanti, kematian tidak akan mampu memisahkan kita dengan orang-orang yang kita kasihi. Ini adalah sebuah janji yang menenangkan kita yang berpisah sementara dengan mereka yang telah berpulang kepada Allah.

Ketika kita mengingat orang-orang yang kita kasihi yang telah mendahului kita, kita juga diingatkan akan janji Allah dalam Wahyu 21 ini. Yesus mengingatkan kita dalam Yohanes 14:1-2,“Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. 2 Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.” Jika demikian, kematian tidaklah begitu buruk. Kita tidak usah lagi menjadi takut atas kematian. Kita diingatkan bahwa ada kehidupan abadi yang menunggu kita apabila kita percaya dan menerima Kabar Baik yang disampaikan Kristus.

Bagaimana dengan kita sendiri? Apakah kita siap menantikan kematian? Kita tidak selalu siap karena kita merasa masih banyak hal yang harus kita lakukan. Kita tidak bisa gembira menyambutnya karena antara surga dan dunia kita ada laut yang memisahkan, laut yang juga memisahkan Yohanes dari teman-temannya. Laut itu menggambarkan dosa Yesaya 59:2mengatakan,tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.” Tetapi hari ini Allah berkata bahwa Dia membuat sagala sesuatu dan menyiapkan rumah yang baru bagi mereka yang percaya dan menerimanya.

Saudara-saudara yang terkasih dalam Kristus, tantangan yang terbesar buat kita yang masih hidup justru apa yang akan kita lakukan selagi kita menunggu hari kedatangan Tuhan kembali. Dunia tempat kita tinggal ini dipenuhi ketakutan, di mana kita menjadi hamba dari kebutuhan kita. Mengerjakan kehendak Allah tidaklah selalu mudah ketika kita takut dan khawatir. Tetapi Firman hari ini mengingatkan kita bahwa akhir kehidupan kita sebagai orang percaya tidaklah menakutkan. Paulus menulis di surat Filipi 1:21, hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Karena kita tahu kematian bukanlah akhir keberadaan kita, maka kita seharusnya siap untuk menerimanya. Dan kalau kita sudah siap untuk menghadapi kematian, maka kita siap untuk menghadapi kehidupan. Tantangan dalam hidup tetap ada, tetapi dengan perspektif baru akan kematian, kita akan mampu menghadapinya dalam damai.

Saudara-saudara terkasih, perpisahan dengan orang yang kita kasihi hanyalah sementara. Kita diingatkan bahwa suatu saat nanti kita akan bertemu kembali dengan mereka. Pertanyaannya, apakah kita sudah siap bertemu dengan mereka? Apakah kita siap menghadapi kehidupan kita? Kiranya Allah memampukan kita menghadapi kehidupan ini dan melakukan semua kehendakNya. Amin.

Viewed 31259 times by 14066 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *