Masih Ada Waktu

Khotbah Minggu Pra Paskah

Lukas 13:1-9


Tahun ini dimulai dengan banyak bencana yang menimpa saudara-saudara kita di berbagai belahan dunia. Haiti adalah daerah yang pertama kali dilanda gempa dengan getaran 7 skala richter sehingga sebanyak 200,000 orang meninggal dunia. Lalu 27 Februari yang lalu Chili juga dilanda gempa sebesar 8,8 skala richter yang mengambil korban 700 jiwa

Ketika gempa Haiti baru terjadi, seorang pengkotbah kontroversial dari Amerika bernama Pat Peterson menghubungkan bencana ini dengan kutukan Tuhan. Katanya dulu ketika mereka masih dijajah perancis, mereka mengadakan perjanjian dengan iblis untuk mengusir penjajah. Sejak kemerdekaan tahun 1804, itu mereka selalu dikutuk.

Biasanya ketika sebuah hal buruk terjadi, kita menghubungkannya dengan hukuman Tuhan, atau ketika hal baik terjadi kita menghubungkannya dengan pemberian dan anugerah Tuhan. Hal ini semakin sering kita dengar di konteks masyarakat yang lebih tradisional.

“Kalau ada yang sakit, salah apa?”

“Kalau kecelakaan ditanya, salah apa kemaren?”

“Kalau ada orang yang jahat sama kita dan sakit mendadak dibilang kualat”

“Kalau mau sukses terus bersama Tuhan.”

Intinya, kita sering melihat bencana/penderitaan adalah hukuman Tuhan, dan kebahagiaan dan kesuksesan adalah berkat Tuhan.

Saudara-saudara terkasih, pertanyaannya apakah benar bahwa bencana Haiti adalah kutukan dari Tuhan? Apakah benar bahwa nasib sial, ketidakberuntungan, atau kesusahan adalah hukuman Tuhan?

Kisah di Lukas ini ditulis ketika waktu itu ada beberapa orang Galilea yang dibunuh atas perintah Pilatus dan dipersembahkan bersama darah korban bakaran mereka. Ini membuat orang berpikir bahwa mereka mati karena dosa-dosa mereka. Lalu Yesus bertanya, “kalian kira itu buktinya mereka lebih berdosa daripada semua orang Galilea yang lain? Sama sekali tidak! Tetapi ingatlah: kalau kalian tidak bertobat dari dosa-dosamu, kalian semua akan mati juga, seperti mereka.” Lalu ada juga 18 orang pekerja yang terbunuh ketika sebuah Menara Siloam yang berfungsi untuk menampung air jatuh. Menara tua ini roboh ketika mereka sedang membangun menara baru. Menghadapi bencana dan hukuman seperti ini, Yesus berkata, “Kalian kira itu menunjukkan mereka lebih berdosa daripada semua orang-orang lain yang tinggal di Yerusalem?” Lalu Yesus melanjutkannya dan berkata, “Sama sekali tidak! Sekali lagi Kukatakan: Kalau kalian tidak bertobat dari dosa-dosamu, kalian semua akan mati juga seperti mereka.”

Respons Yesus menunjukkan bahwa bahwa yang meninggal itu tidak memiliki dosa yang lebih besar dari yang hidup. Yesus juga hendak mengatakan bahwa manusia pasti akan mati, dan kematian adalah sarana Yesus untuk mengingatkan kita supaya bertobat sebelum terlambat. Mereka yang meninggal adalah manusia, dan mungkin mereka adalah orang yang berdosa, tapi itu bukan berarti mereka mati karena dosa mereka lebih besar dari yang masih hidup. Kita hanya diingatkan akan ka-fana-an hidup manusia.

Lalu kemudian Yesus melanjutkan ceritanya mengenai perumpamaan pohon ara yang tumbuh di sebuah kebun anggur. Pohon ini ternyata tidak berbuah sesudah 3 tahun dan sang pemilik kebun mau menebangnya. Tetapi sang tukang kebun berhasil membujuk dia untuk menundanya setahun lagi. Ini artinya kehidupan bagi mereka yang hidupnya tidak berbuah adalah karunia dan kesempatan untuk bertobat.

Saudara-saudara, ada tiga hal yang bisa kita pelajari dari cerita kita hari ini.

Yang pertama:  Ketidakberuntungan/kematian tidak selalu bisa diartikan sebagai hukuman Tuhan. Korban bencana alam di Haiti, Chili, Padang, Aceh, bukan meninggal dunia karena dosa mereka lebih besar dari kita. Kita harus hati-hati dalam menuduh orang yang mengalami nasib sial dan mengatakan bahwa mereka menerimanya karena dosa mereka.

Hal kedua adalah panggilan bagi kita untuk bertobat. Artinya bahwa kematian adalah hal yang pasti dan Tuhan sedang mengingatkan kita untuk kembali ke jalan Tuhan. Apabila kita sedang keluar dan menyimpang Tuhan mau mengingatkan kita untuk kembali kepadaNya.

Ada satu ungkapan yang dilontarkan oleh tokoh kartun favorit saya Homer Simpson. Dia bilang, “I’m not a bad guy! I work hard, and I love my kids. So, why should I spend half my Sunday hearing about how I’m going to hell?”

Homer mengatakan hal ini dalam sebuah episode di mana dia memilih unutk tidak pergi ke gereja lagi. Suatu ketika Tuhan mengajak Homer bicara dan bertanya kenapa dia tidak mau ke gereja. Alasannya adalah dia bosan mendengar gereja menakut2i orang tentang neraka buat orang yang justru pergi ke gereja.

Saya juga banyak berpikir tentang hal ini. Apa maksud dari panggilan Yesus untuk bertobat? Apa arti panggilan Yesus untuk bertobat? Apakah ini berarti ancaman? “Kalau kamu tidak bertobat, maka kamu akan celaka?” Apakah ini memang bahasa yang ingin disampaikan oleh Tuhan kita yang justru penuh kasih? Sepertinya tidak sesuai dengan karakter Tuhan yang penuh kasih.

Ada beberapa ajaran yang mendukung pendapat ini. Gereja yang melakukan hal ini hanya menjadi gereja yang menakut-nakuti jemaat, dan membuat gambaran Allah yang kelihatannya kejam, galak, dan siap menghukum siapa saja yang bersalah. Ini adalah gambaran Allah yang menurut saya didasarkan kepada psikologi ketakutan. Seperti apa sebenarnya hubungan kita dengan Allah? Apakah kita memang harus selalu takut kepada Allah yang pemarah? Tetapi di sini saya juga menemukan satu hal yang menghapus semua kecemasan saya. Hal ini adalah cerita yang Yesus berikan selanjutnya dalam ayat 6-9.

Ini adalah hal ketiga yang Yesus tunjukkan bahwa kehidupan kita adalah karunia Allah yang memberikan kita waktu lebih untuk menyadari rahmat Tuhan dan berbuah dalam kehidupan kita. Kita diberikan kesempatan melalui waktu yang tertunda, bahkan Tuhan sendiri akan mencangkul tanah, memberi pupuk, merawat kita, sambil menunggu kita berbuah. Kita diberikan kesempatan untuk berbuah bagi Tuhan. Artinya cerita dan tawaran untuk bertobat dan dipulihkan bukanlah ancaman, melainkan kesempatan.

Ketika kita bisa melihat ini sebagai kesempatan, maka kita akan semakin mensyukuri hidup yang diberikan kepada kita. Kita akan melihat kehidupan sebagai kesempatan, dan buat kita kematian di dalam Tuhan adalah keuntungan.

Ilmu bamboo. Bamboo is the fastest-growing known plant on Earth; it has been measured surging skyward as fast as 121 cm (48 in) in a 24-hour period,[6] and can also reach maximal growth rate exceeding one meter (39 inches) per hour for short periods of time. Many prehistoric bamboos exceeded heights of 85 metres (280 ft). Unlike trees, all bamboo has the potential to grow to full height and girth in a single growing season of 3–4 months. During this first season, the clump of young shoots grow vertically, with no branching. In the next year, the pulpy wall of each culm slowly dries and hardens. The culm begins to sprout branches and leaves from each node. During the third year, the culm further hardens. The shoot is now considered a fully mature culm. Over the next 2–5 years (depending on species), fungus and mould begin to form on the outside of the culm, which eventually penetrate and overcome the culm. Around 5 – 8 years later (species and climate dependent), the fungal and mold growth cause the culm to collapse and decay. This brief life means culms are ready for harvest and suitable for use in construction within 3 – 7 years.

Ada seorang kakak yang saya kenal yang meninggal di usia muda, sebelum 40 tahun. Dia berjuang melawan kanker dan akhirnya harus kalah, dia meninggalkan suami dan 2 anak. Apakah ini artinya dia lebih berdosa? Apakah ini artinya Allah menghukum keluarganya? Semata-mata tidak. Kematian adalah hal yang pasti. Melalui kematian kita diingatkan bahwa kehidupan kita terbatas. Allah menolong kita, mengasihi kita yang masih hidup untuk berbuah. Dosa bukanlah penyebab pasti dari penderitaan. Allah kita adalah Allah pengasih yang memberikan AnakNya. Allah adakah penuh kasih dan kepadaNyalah kita bisa menyerahkan segala penderitaan kita. Amin.

Viewed 24140 times by 9528 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *