Mengapa Saya akan Terus Menggunakan Taksi Resmi

I Love Taxi_010Banyak orang bicara mengenai demo berujung anarkis para pengemudi angkutan umum pada 22 Maret 2016. Namun, sedikit yang tahu apa alasan sebenarnya, mengapa mereka harus berunjuk rasa, baik yang berdemonstrasi yang tidak bisa mengungkapkan dengan baik, maupun yang melihat dan hanya jadi hakim.

Masalah transportasi umum bukanlah hal yang rumit untuk kita mengerti. Demonstrasi kemaren bukan menuntut penutupan aplikasi online (taksi Blue Bird sudah punya aplikasi sejak 2011), namun menuntut keadilan.

Keadilan apa?

Ok. Saya mau menjelaskan langkah demi langkah, semoga dalam bahasa yang mudah dimengerti.

  1. Pengelola taksi tidak sedang ribut dengan Gojek atau Grab Bike, meskipun mereka juga bersinggungan. Mereka sebenarnya head to head dalam kompetisi dengan Uber Taksi dan Grab Car.
  2. Gojek dan Grab Bike berkompetisi dengan bajaj dan KWK/Angkot.
  3. Pengelola taksi resmi harus memenuhi sejumlah syarat menurut perundang-undangan, mulai dari mengurus KIR, plat kuning, adanya pool kendaraan, customer service, kesejahteraan pengemudi, jaminan hari tua, kantor yang jelas, dan membayar pajak, menggunakan argo resmi yang ditetapkan pemerintah.
  4. Pengelola Grab Car dan Uber Taksi sesungguhnya hanya menyediakan aplikasi, pengemudi jalan masing-masing. Kecerdasan mereka adalah membuka kreativitas karena kebutuhan, dan juga memiliki armada tanpa harus membeli mobil apapun (demikian juga Gojek, Grab Bike, atau B n B, dan aplikasi hotel/penginapan). Mobil adalah milik perseorangan sendiri. Lebih parahnya, pengemudi mobil ada yang menggunakan mobil rental (dengan harga Rp. 250.000 per hari), mobil dari luar kota Jakarta (plat non B), atau bahkan mobil pribadi milik bossnya (saya melihat langsung BMW seri 5 yang digunakan sebagai driver aplikasi Grab Car).
  5. Uber Taksi dan Grab Car tidak memenuhi hal-hal di atas, karena itu mereka harus dianggap sebagai aplikasi yang mendukung angkutan umum ilegal. Ok. Ada yang mengatakan bahwa ini seperti nebeng mobil orang dengan aplikasi. Betul. Tapi nebeng bukan jadi profesi yang dikerjakan dengan serius dan kemudian membawa konsekuensi finansial. Mereka ilegal. Apakah Angkot ilegal tiap dini hari di pasar-pasar Senen dan Kramat Jati dengan plat hitam adalah mobil tebengan juga? Pastinya tidak. Mereka ilegal.
  6. Akibatnya, mobil yang berasosiasi dengan aplikasi Grab Car dan Uber Taksi (yang adalah milik perseorangan, baik pribadi maupun rental mobil) memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan taksi resmi. Taksi resmi tidak bisa menaikkan atau menurunkan harga seenaknya.
  7. Ketidakadilan terjadi karena orang Indonesia hanya mau memilih yang murah bukan karena keamanan, kenyamanan, dan lainnya. Let’s be honest. Orang memilih Grab Car dan Uber karena harga murah. Harga mereka murah karena mereka tidak memenuhi aturan. Di negara-negara maju, aplikasi Uber juga ditolak oleh supir taksi resmi (lihat Jerman, Perancis, Belgia, bahkan Brazil). Dengan alasan harga murah juga kita terus memaki-maki perusahaan penerbangan seperti Lion Air namun tetap menggunakannya.
  8. Tuntutan para pengemudi dan pengelola taksi resmi adalah supaya pemerintah menerapkan aturan main yang jelas, bukan menutup aplikasi. Pilihannya, (1) menurunkan tarif taksi melalui berbagai pemangkasan biaya pengelolaan kendaraan umum; (2) membuat mobil-mobil yang menjadi mitra aplikasi Grab Car dan Uber untuk memenuhi aturan main, yang pada akhirnya akan membuat tarif mereka menjadi naik; (3) membuat semua taksi jadi kendaraan pribadi dengan aplikasi Grab Car. Pilihan terakhir memiliki konsekuensi fatalis, pemasukan berkurang, jaminan keamanan tidak ada, akhirnya konsumen yang dirugikan.
  9. Jika mobil pribadi yang menggunakan Grab Car dan Uber Taksi kemudian memilih untuk menjadi kendaraan umum resmi, mereka harus melalui proses KIR kendaraan, menggunakan plat kuning, membayar regulasi, menjamin kesejahteraan pengemudinya. Jika mereka tetap mengenakan plat hitam, yang terjadi adalah jumlah mobil pribadi akan semakin banyak bahkan mengundang mereka yang datang dari luar kota hanya untuk mencari nafkah dengan cara yang ilegal.
  10. Intinya, pengelola Grab Car dan Uber Taksi sedang mencari keuntungan dengan menggunakan mobil yang bukan miliknya, untuk mengambil lahan nafkah orang yang membayar resmi untuk bisa bekerja di lahan itu. Dengan kata lain, ada yang bayar untuk buka restoran mie ayam dalam foodcourt, lalu ada penjual mie ayam lain nebeng berjualan dengan aplikasi tanpa izin dan makan di foodcourt tersebut. Penjual mie ayam resmi hanya bisa protes ke pengelola foodcourt dan jika tidak ditanggapi pasti akan memarahi pengantar makanan aplikasi online itu.
  11. Saya sering menggunakan taksi, dan aplikasi Grab Taksi serta aplikasi Blue Bird. Pengemudi taksi resmi ini sekarang sedang kesulitan memenuhi kebutuhan mereka karena ladang mereka yang mereka bayar resmi diambil orang seenaknya tanpa membayar izin, lalu memberi tarif yang lebih murah. Jujur saja, jika tarif Grab Car sama dengan taksi, saya ragu orang akan tetap naik mobil itu.
  12. Bagaimana dengan Gojek dan Grab Bike? Ini yang harus diatur lagi oleh pemerintah. Aplikasi untuk motor ini tidak begitu bersinggungan langsung dengan taksi karena pasarnya agak berbeda. Mereka yang mencari taksi tidak mau kena terik matahari dan membutuhkan kendaraan yang besar untuk membawa keperluan mereka. Mereka yang mencari ojek perlu cepat. Gojek dan Grab Bike bersinggungan dengan Angkot, Ojek lain, dan Bajaj.
  13. Ojek konvensional (pangkalan) tidak bayar izin dan tidak diatur dalam perundang-undangan. Mereka tidak bisa protes jika “lahan”nya diambil orang karena mereka memang tidak punya lahan.
  14. Bajaj dan KWK bisa protes karena “lahan” mereka adalah resmi (lihat alasan no. 3 di atas), tetapi tarif dan kenyamanan berbeda dengan Gojek dan Grab Bike. Pengguna ojek perlu cepat, bukan perlindungan dari hujan. Jika tarif Gojek dan Grab Bike sudah tidak disubsidi lagi, harga mereka pasti lebih mahal dan keuntungan pengemudi juga berkurang. Pada akhirnya, akan ada perang kebutuhan, bukan harga. Yang perlu cepat dan mau diantar door to door pasti memilih Gojek. Karena itu saya pikir pemerintah perlu membuat aplikasi Go Bajaj untuk menciptakan iklim persaingan yang seimbang, sambil membuat regulasi untuk mereka yang berprofesi sebagai ojek profesional.
  15. Mengapa demo berakhir anarkis? Saya tidak setuju dan menyesalkan peristiwa itu terjadi. Saya juga mendorong supaya manajemen memberi sangsi berat sambil terus membuat inovasi pelayanan baru. Namun, di Indonesia, jika tidak penyampaian pendapat tidak disertai dengan demonstrasi besar, dia tidak akan ditanggapi. Keluhan pengemudi dan pengelola taksi resmi sudah beberapa kali disampaikan ke pemerintah namun tidak ditanggapi. Menteri Perhubungan setuju dengan keluhan mereka, namun Menkominfo tidak bisa menutup aplikasi karena mereka tidak melanggar aturan Komunikasi dan Informasi. Jika tidak demo besar, buruh atau mahasiswa tidak akan didengar pemerintah. Alasan ini tidak membenarkan tindakan anarkis, namun memberi perspektif lain.

Berdasarkan penjelasan di atas, Pemerintah perlu membuat aturan jelas yang memiliki prinsip keadilan. Buat anda yang marah dan kecewa terhadap supir taksi resmi, pahami kekecewaan mereka. Ini bukan soal aplikasi atau cara konvensional versus aplikasi. Ini adalah soal mobil ilegal yang beroperasi di lahan taksi resmi karena aturan yang tidak diterapkan dengan tegas dengan alasan harga murah.

Saya akan tetap pakai taksi resmi, merk apapun dia, selama Grab Car dan Uber belum membayar pajak resmi dan belum menjadi angkutan umum resmi.

 

Salam dari pengguna layanan taksi.

(saya bukan pegawai perusahaan taksi, dan meski memiliki kendaraan pribadi tetap menggunakan taksi ketika perlu).

Binsar J. Pakpahan

Viewed 49484 times by 4331 viewers

One Comment

  1. paham kekecewaan mereka, tp gagal paham dgn tindakan anarkis mereka, to’ :( .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *