Kenapa Gereja Suka Membangun Gedung Peribadahan?

church lutheranBeberapa proposal pembangunan gereja belakangan ini muncul di hadapan saya. Saya bisa paham jika gereja yang akan dibangun sudah tidak layak atau hampir rubuh, tidak bisa lagi menampung kapasitas pengunjung mingguan, atau membangun kelengkapan yang perlu untuk pelayanan seperti ruang sekolah minggu dsb. Namun, bagaimana mereka yang membangun untuk kepentingan pembangunan semata? Mengapa orang suka membangun gedung gereja yang megah?

Saya akan mencoba memberi analisis saya mengapa pembangunan gedung gereja dilakukan sementara gedung tersebut masih layak pakai, dan dana pembangunan masih bisa dialokasikan untuk hal yang lain.

Pertanyaan yang saya ajukan berikut ini menjadi penting untuk proses berpikir kita.

1. Apa tanda keberhasilan/kemajuan sebuah gereja?

2. Apa warisan yang ingin kita (para pelayan penuh waktu yang terlibat di dalamnya/para jemaat yang terlibat dalam berbagai pelayanan) tinggalkan sebagai bukti keberhasilan/kemajuan sebuah gereja?

Keberhasilan pertumbuhan sebuah gereja adalah ketika dia menjadi berkat bagi sesama dan bagi mereka yang datang. Pertanyaan berikutnya adalah, apa kriteria “menjadi berkat?” Bagaimana membuat kriteria “menjadi berkat” tangible, atau bisa dihitung?

Jika kita fokus kepada pelayanan pertumbuhan spiritual dan pembentukan formasi iman, kriteria “menjadi berkat” bisa dihitung setelah melalui proses yang panjang. Keberhasilan pelayanan formasi iman kepada sekolah minggu, remaja, pemuda akan bisa dilihat dari buah yang mereka hasilkan kelak. Ini bukan proses singkat, dan hanya bisa dilihat dalam jangka waktu beberapa belas tahun ke depan. Sang pelayan yang melayani mungkin hanya menanam dan mengerjakan benihnya, namun buahnya tidak akan bisa langsung dinikmatinya. Apakah kita semua mau menanam dan bekerja tanpa menikmati hasilnya?

Jika tidak, lalu bagaimana melihat langsung buah pelayanan?

Di sini, pilihan kedua yang bersifat jangka pendek muncul menggoda. Kriteria pertumbuhan dan keberhasilan gereja bisa dilihat dan diukur dari “gedung gereja” itu sendiri. Karena pemikiran bahwa “Rumah Tuhan haruslah baik dan representable,” ada yang berpikir bahwa pembangunan gedung gereja bisa menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pelayanan di sebuah gereja. Karena itu, kita mungkin sering mendengar ada kebanggan dalam ucapan, “gedung gereja ini dibangun ketika pdt ini melayani di sini” atau ada semacam monumen/batu peresmian gedung tersebut.

Saya tidak menyalahkan pembangunan gedung gereja, namun saya sangat tidak setuju jika keberhasilan sebuah pelayanan gereja dinilai dari megahnya gedung gereja tersebut. Pemikiran seperti ini adalah pencarian tanda keberhasilan pelayanan jangka pendek. Berkat Tuhan tidak bisa kita nilai semata dari kemegahan gedung gereja.

Gereja harusnya fokus menjadi berkat, memberi pendidikan kepada masyarakat yang merindukan pembebasan dari keterikatan kebodohan dan kemiskinan struktural, bukan memperlihatkan gedung megah di tengah-tengah rumah deret.

Karena itu, jika anda sedang merencanakan pesta pembangunan gedung gereja, terutama bagi gereja-gereja yang ada di kota besar, atau kota-kota provinsi, tanyalah pertanyaan berikut ini:

  • Apakah gereja anda akan roboh dalam waktu dekat jika tidak segera dibangun?
  • Apakah kapasitas sudah tidak cukup?
  • Apakah pelayanan gereja ke masyarakat sekitar dan menjadi berkat dalam bidang pendidikan, ekonomi, dsb. sudah menjadi prioritas, menolong gereja lain yang memiliki kesulitan, selain masalah pembangunan gedung gereja anda sendiri?
  • Apakah gedung gereja anda melebur dengan konteks sekitarnya dan tidak menjadi menara kesombongan di sekitar kemiskinan?

Jika jawaban anda ya, maka bangunlah gedung itu. Jika tidak, pikirkan ulang mengapa anda ingin membangun gedung gereja. Gereja bukanlah gedungnya, lihat di dalamnya, gereja adalah orangnya.

Viewed 42306 times by 3856 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *