My Thoughts tentang Konflik Internal Gereja

listen 11772Ada beberapa perselisihan internal gereja yang terjadi di sekitar saya dan sedang saya gumuli. Beberapa perselisihan itu berada pada tahap yang berbeda, ada yang masih berdebat diam-diam di dalam, ada yang sudah memperlihatkan pemisahan kubu, dan ada yang secara terang-terangan menyatakan memisahkan diri dan mendirikan gereja lain.

Mengapa kita berselisih paham dalam gereja? Bukankah gereja harusnya menjadi tempat damai sejahtera?

Ya dan tidak.

Gereja memang tempat damai sejahtera, namun yang datang adalah orang-orang yang terluka, yang ingin disembuhkan. Setiap orang membawa masa lalunya masing-masing dengan harapan gereja akan menerima mereka. Jika kita buka pintu, lihat di dalamnya, gereja adalah orang-orang tersebut. Gereja adalah kita, orang-orang dengan berbagai cerita dan latar belakang.

Gereja adalah persekutuan orang percaya dan bukan sekedar organisasi masyarakat yang menjadi tempat kongkow. Kita tidak bisa menyeleksi siapa yang akan datang ke gereja karena setiap orang disambut oleh Allah dalam Bait-Nya. Namun, Tubuh Kristus juga terdiri dari daging – yaitu manusia yang memiliki beban dan luka, ragam karakter dan perilaku. Selama yang menjadi bagian dari gereja lupa bahwa mereka adalah bagian dari persekutuan orang-orang yang ingin disembuhkan, potensi perpecahan akan selalu ada. Sebagai orang-orang yang mengharapkan damai sejahtera, iman kita mengajak kita untuk membawa damai itu juga kepada yang lain. Persekutuan yang kita miliki di gereja adalah persekutuan yang mengutamakan yang lain, karena dengan demikian kita juga akan disembuhkan. Damai sejahtera kita ada jika yang lain juga memilikinya.

Perselisihan menandakan bahwa luka yang dimiliki orang-orang dalam persekutuan tersebut belum sembuh. Seseorang yang masih memiliki iritasi pada lukanya akan menjadi sangat sensitif jika bagian itu disentuh. Lalu bagaimana cara menyelesaikannya?

Pertama, menyadari bahwa gereja adalah milik Kristus, bukan gereja saya atau keluarga saya.

Sebagai bagian dari tubuh dengan Kristus sebagai kepalanya, kita tahu bahwa “SAYA” bukanlah yang utama dalam cerita gereja. Kristuslah yang utama. Jika kita sadar bahwa Allah adalah yang utama, maka kita tidak akan memiliki kesombongan untuk menunjukkan keutamaan diri kita. Karena itu, setiap pihak yang berselisih paham harus diam dan berusaha untuk mendengar suara Tuhan. Apa yang Tuhan inginkan dari saya, kami, kita, dan gereja ini?

Kedua, gereja yang bertumbuh adalah gereja yang melayani.

Saya sangat suka kalau diajak pelayanan ke penjara, rumah sakit, yayasan kanker, ibadah gereja yang ditutup, dsb. Menurut saya, inilah pelayanan yang sesungguhnya, kepada mereka yang butuh makan, tempat tinggal, dibesuk, dan dipenjara. Gereja harus lebih banyak memberi perhatian terhadap jenis pelayanan ini. Sayangnya beberapa gereja lebih suka pelayanan-pelayanan yang bersifat seremonial yang mempertontonkan kekudusan, bahkan di atas penderitaan yang lain. Saya jarang sekali menghadiri upacara seremonial seperti peresmian, ulang tahun, arisan, dsb., saya hanya hadir ketika memang ada alasan khusus untuk ada di situ. Gereja harus menjadi berkat bagi orang di sekitarnya dan bukan sibuk membangun di dalam. Jika gereja fokus terhadap pelayanan ke luar dirinya, kepada sesama, mungkin dia tidak akan punya waktu untuk bertengkar di dalam.

Ketiga, dengan membicarakan dan berusaha mencari jalan keluarnya.

Banyak memilih jalan untuk mendiamkannya, atau bahkan menutupinya, dengan harapan luka itu akan hilang dengan sendirinya. Menurut saya, jalan mendiamkan bukanlah jalan terbaik. Luka itu harus dibuka, dibersihkan, lalu dirawat, agar komplikasi di masa depan tidak terjadi. Pada awalnya proses penyembuhan ini akan terasa sakit, namun justru memiliki daya pemulihan yang sinambung.

Jika saja ketiga hal di atas terlaksana, maka saya rasa gereja akan selalu menjadi tempat penuh damai sejahtera, bagi yang di dalamnya dan juga di sekitarnya. Justru karena itu, nilai-nilai tersebut harus selalu diajarkan dan diingatkan kepada semua, termasuk saya.

Tulisan ini tidak saya tulis sebagai sebuah perenungan mendalam, namun sebagai sebuah kegusaran saya akan berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar saya. Konflik sendiri bukanlah suatu hal yang harus dikutuk, namun harus bisa dikelola untuk menjamin pertumbuhan. Tanpa pengelolaan yang baik konflik justru akan menghambat pertumbuhan. Tuhanlah yang menolong dan menguatkan, memberi kedamaian kepada pihak-pihak yang berselisih paham.

Viewed 130709 times by 11883 viewers

One Comment

  1. Amen! Sebagian besar setujuh :)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *