Sampai Bertemu Lagi Oom Luitzen Haisma

Khotbah Ibadah Pelepasan Luitzen Haisma HIDUP DAN MATI UNTUK TUHANIbadah Kremasi – Luitzen Haisma

“Hidup dan Mati untuk Tuhan”

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus,

Saya sekarang memegang gelas dengan air putih. Tentu gelas ini isinya penuh. Jika saya minum, menurut anda apakah gelas ini sekarang setengah penuh atau setengah kosong? Jika saya minum lagi airnya, apakah gelas ini hampir habis isinya atau masih ada isinya?

Tidak ada jawaban yang paling benar, karena kedua-duanya menjelaskan hal yang sama. Jawaban kita hanya memperlihatkan cara pandang kita melihat hidup. Apakah kita akan melihatnya dengan positif atau negatif. Jika kita berulangtahun, apakah itu berarti usia kita bertambah atau berkurang? Jika kita melihat positif kita akan mengatakan bahwa usia saya bertambah. Jika saya melihatnya negatif maka saya akan mengatakan usia saya berkurang.

Saudara-saudara terkasih yang berduka,

Keluarga yang berduka, Steven en Laura, Jan en Pauline, Hilly en Auke, dan keponakan/anak tercinta: Jaap en Reita, Dharma dan Lintje

Neven en nichten

Kita berkumpul hari ini untuk melihat untuk terakhir kali, memberikan penghiburan, penguatan, menunjukkan bahwa kita perduli dan siap memberikan pertolongan atas berpulangnya saudara, bapak, om, opa, suami tercinta, Bapak Luitzen Haisma.

Kematian tidak pernah mudah diatasi bagi mereka yang ditinggalkan, dan kita berkumpul untuk memberikan kekuatan dan berdoa agar Tante Tina dan keluarga besar Haisma selalu diberikan penyertaan dalam pengasihan Allah.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA   Oom Luitzen yang saya kenal sering menjadi penyeimbang tante Tina. Siapa yang lebih positif melihat segala sesuatu, oom Luitzen atau tante Tina? Mereka berdua hampir sama, meskipun oom Luitzen lebih siap dalam menghadapi segala sesuatu, dan karena itu sering berkata “pelan-pelan.”

Seorang Luitzen Haisma selalu optimis dalam menghadapi hidupnya. Peristiwa terdekat yang bisa saya ingat adalah ketika kami pergi ke Paris bulan Mei 2014 bersama keluarga Nainggolan-Sinambela. Meskipun tahu bahwa Paris berbahaya karena tukang copetnya, oom tetap kecopetan, 10 menit setelah keluar dari kamar hotel. Beliau sangat kesal karena kehilangan dompetnya. Namun, sore harinya, kami sudah bisa merencanakan lagi tempat mana yang harus kami kunjungi. Dia bilang, “ah ya sudahlah, nanti saya urus semuanya lagi.” Menurut saya, dalam ha ini dia sangat positif dalam menghadapi peristiwa itu.

Saya pernah berkata kepadanya, bahwa saya mau ajak dia dan tante jalan-jalan ke Vatikan tahun 2015. Dan pada saat ini dia berkata, “Je weet toch niet of ik er nog bent. Ik ben toch oud.” Saya hanya bilang, “kalau begitu jaga kesehatan supaya kita bisa jalan-jalan lagi.”

Dalam masa sakitnya, tante Tina bercerita bahwa dia sempat takut dan mengungkapkannya dalam ibadah di gereja. Setelah pemeriksaan dan pengobatan kemo, dia menulis email, “Dr Timmer heb mijn verteld dat deze soort kanker heel goed te behandelen is. Ik moet mij geen zorgen maken alles komt goed. Dus niet te veel zorgen om mij maken.” Di sini dia kembali menghadapi hidup dengan positif.

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus,

OLYMPUS DIGITAL CAMERAYesaya 43 ditulis ketika Israel berada dalam masa pembuangan. Mereka menerima kabar bahwa mereka akan lepas dari segala kesusahan dan Allah akan membebaskan mereka. Berita pembebasan ini tentu bisa disambut dengan dua cara, negatif dan positif. Bangsa Israel bisa tetap sedih mendengar kabar pembebasan ini, karena pembebasan itu belum terjadi. Mereka masih tetap harus menunggu. Atau, mereka bisa memilih untuk menjadi gembira karena penderitaan mereka akan berakhir.

Yesaya 43 dan 44 menjadi pesan yang luar biasa, karena ada 4 kali ucapan, “jangan takut!” yang diucapkan nabi Yesaya.

(Yes. 43:1) “Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau…”

(Yes. 43:5) Janganlah takut, sebab Aku ini menyertai engkau…”

(Yes. 44:2) “Janganlah takut, hai hamba-Ku Yakub, dan hai Yesyurun, yang telah Kupilih!”

(Yes. 44:8) “Janganlah gentar dan janganlah takut, sebab memang dari dahulu telah Kukabarkan dan Kuberitahukan hal itu kepadamu.”

Tentu oom Luitzen takut karena sakitnya. Tentu tante Tina memiliki ketakutan karena ditinggal suami tercinta. Tentu kita semua memiliki ketakutan masing-masing. Saya juga takut, karena tidak bisa membayangkan hidup saya jika ditinggal pasangan saya, apalagi kehidupan tante Tina nanti.

Namun, apakah kita akan menghadapi hidup dengan ketakutan? Atau apakah kita masih akan terus menjalani hidup dengan sikap positif?

Saudara-saudara,

OLYMPUS DIGITAL CAMERASaya rasa inilah kekuatan yang dimiliki oleh mereka yang hidup dalam Tuhan. Ini juga yang disadari oleh Paulus, sehingga dia menuliskan, dalam Roma 14:

“14:7 Sebab tidak ada seorangpun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorangpun yang mati untuk dirinya sendiri. 14:8 Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan.”

Jika kita percaya pada Kristus, hidup dan mati kita adalah milik Tuhan. Hal ini memberi kekuatan untuk menjalani hidup ini dengan cara pandang yang lebih positif.

“Hidup bagiku adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan,” demikian ungkap Paulus dalam Filipi 1:21. Iman kita kepada Kristus akan selalu menguatkan kita untuk hidup, bahkan di tengah-tengah ketidakpastian, kedukaan, penderitaan, atau bahkan kematian.

DSC_1992Dalam masa sakitnya, oom Luitzen masih berpikir soal bazaar masiurupan. Saya masih harus memindahkan beberapa barang dari mobilnya kemaren yang akan dilelang di bazaar tahun depan. Dia masih menolong orang dengan caranya, meskipun dia juga takut akan kankernya.

Cara oom Luitzen percaya kepada Kristus memang unik, namun dia menunjukkannya dalam kehidupannya yang selalu menolong orang. Hidup oom Luitzen sering dia berikan untuk menolong orang lain. Saya yakin banyak orang di sini pernah merasakan pertolongan beliau.

Sebagai orang yang dekat dengannya, saya merasakan betul kesungguhannya dalam menolong yang lain. Ketika saya promosi doktoral, tante Tina duduk manis di sebelah saya, sementara oom Luitzen harus pontang panting mengerjakan resepsi di lantai bawah. Dia sendiri tidak memakai jas, sehingga segan untuk berfoto dengan kami.

Saya selalu menganggapnya sebagai ayah sendiri, terutama dalam masa studi di Belanda. Dalam filosofi Batak, keberhasilan seseorang dilihat dari keberhasilan generasi penerusnya. Dia selalu bilang, “saya tidak mengerti soal sekolahmu, karena saya sendiri tidak sekolah tinggi,” tetapi saya berkata kepadanya bahwa dia sudah berhasil dalam mencetak seorang doktor teologi. Kehidupannya selalu digunakan untuk orang lain.

Saudara-saudara,

Ada dua hal yang menjadi pesan renungan ini.

IMG_1091Pertama, “Jangan takut, Allah akan menjagamu.” Kehidupan oom Luitzen mengajari kita untuk melihat kehidupan dengan lebih positif, bahwa Allah akan menjaga kita. Hal ini berlaku untuk kita semua yang ditinggalkan olehnya, terutama Tante Tina. Kematian bukanlah akhir karena kita akan bertemu lagi dalam kehidupan yang dijanjikan Allah. Untuk menunggu saat kebebasan itu, Allah berfirman, “Janganlah takut, sebab Aku ini menyertai engkau.”

Kedua, “Hidup dan mati kita adalah untuk Tuhan.” Jika kita mengingat hal ini, maka kematian bukanlah suatu hal yang menakutkan. Oom Luitzen tidak lagi takut, dan dia pergi dengan damai, tanpa rasa sakit yang datang dengan penyakitnya. Kita yang masih hiduplah yang perlu dikuatkan dan mengisi kehidupan kita untuk kemuliaan Tuhan. Di sini, kita bisa belajar dari kehidupan oom Luitzen.

Als we in God geloven, dan weten we dat dit geen afscheid is, maar wel een tot ziens.

Tuhan menguatkan yang takut dan menyertai semua yang hidup di dalam-Nya. Amin.

 

Sabtu, 27 Desember 2014

Binsar J. Pakpahan

Viewed 68894 times by 8057 viewers

3 Comments

  1. Tuhan yang akan memelihara dan menjaga keluarga yang ditinggalkan…

  2. Terima kasih Natalia!

  3. Tina Haisma Saragih

    Terimakasih sekali Mang Binsar, aku terharu sekalian terhibur baca renunganmu ini. Jangan lupa berdoa buatku yg masih sangat rindu, tiba2 saja arirmanta bercucuran dan benci kepada dokter yg merawatnya dan kepada siapa saja, aku gampang tersinggung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *