Apa itu Ateisme?

OLYMPUS DIGITAL CAMERAApa itu Ateisme?

Binsar J. Pakpahan

 

PENDAHULUAN

Sebelum kita mulai pembahasan singkat mengenai apa itu ateisme, izinkan saya bercerita mengenai pengalaman saya hidup bersama teman serumah saya di Belanda.

Ketika saya tinggal di Amsterdam, saya sempat mendiami sebuah rumah bersama dua orang mahasiswa Belanda. Kami sering berinteraksi dan berbagi mengenai macam-macam hal. Seorang teman, Hugo, adalah orang yang sangat penasaran dengan kepercayaan saya. Dia sendiri berasal dari keluarga yang pergi ke gereja, namun memutuskan bahwa iman itu tidak lagi kompatibel dengan apa yang dipelajarinya dalam sains. Beberapa pertanyaan yang pernah diajukannya adalah: “Apa tujuan Tuhan membuat dunia ini?” “Apa kemungkinannya bahwa Tuhanlah yang menciptakan alam semesta yang begitu kompleks?” “Mengapa Gereja sering menuduh sains sesat?” dan lain sebagainya. Salah satu diskusi kami yang cukup hangat adalah mengenai siapa yang menciptakan Tuhan. Dia mengatakan bahwa di tengah kerumitan alam semesta, dan jika memang Tuhan yang menciptakannya, maka siapa yang menciptakan Tuhan? Kami mengakhiri diskusi itu dengan kesepakatan untuk tidak sepakat.

Ateisme adalah sistem kepercayaan yang tidak percaya terhadap seorang “teos” (Yang Ilahi). Definisi ini tentu memiliki beberapa masalah. Beberapa agama sendiri tidak percaya kepada “Yang Ilahi” namun lebih ke konssep mengenai pemenuhan diri sendiri (mis. beberapa cabang dalam Buddhisme). Ada yang mengatakan bahwa ateisme bukanlah orang yang tidak percaya kepada Yang Ilahi, namun lebih kepada sistem pemikiran yang tidak percaya kepada lembaga agama. Namun demikian, definisi ini juga mengundang pertanyaan lebih lanjut, jika memang definisi ini benar, maka dalam menolak lembaga keagamaan, ateisme juga menjadi sebuah lembaga.

Ada perbedaan Antara “ateisme lemah” dan “ateisme kuat.” “Ateisme lemah” adalah sikap skeptis terhadap keberadaan Allah. Sementara itu, “ateisme kuat” adalah penolakan terhadap keberadaan Allah. Ada perbedaan mendasar di antara kedua paham ini. Istilah lain yang sering dicampur dengan paham ateisme adalah agnostik. Definisi modern agnostik adalah kepercayaan bahwa keberadaan atau ketiadaan Yang Ilahi adalah tidak bisa dipastikan. Agnostisime memegang sikap skeptis terhadap pertanyaan ini, jadi mereka selalu berada di tengah dan meragukan keduanya. Menurut kaum agnostik, manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui apakah Allah ada atau tidak ada (T.H. Huxley 1876).

Sementara itu, ada juga kaum yang menyebut dirinya sebagai “freethinker,” yaitu orang yang berpikir secara bebas dan terbuka untuk semua kemungkinan, namun bersedia menguji bukti dan diuji melalui metode saintifik.

Berikut adalah definisi yang diberikan oleh orang ateis sendiri, “Ateisme bukanlah sebuah sistem kepercayaan atau sebuah agama.” Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa semua orang ateis diikat oleh satu kesamaan yang kurangnya kepercayaan kepada allah dan makhluk supernatural lainnya. Karena itu, kaum ateis juga memiliki keragaman kepercayaan.

Menurut mereka, tidak ada bukti bahwa Allah hadir. Kalau orang Kristen tidak percaya bahwa Nyi Roro Kidul ada, maka mereka juga tidak percaya akan Allah. Mereka tidak percaya kepada kehidupan sesudah kematian. Mereka memilih untuk menjalani hidup sesuai dengan kepercayaan mereka, yaitu prinsip yang mereka pilih sendiri berdasarkan alasan rasional yang sesuai dengan akal mereka.

 

ARGUMEN KAUM ATEIS

Ada beberapa argumen yang mereka ajukan yang perlu saya garisbawahi:

  1. Bukti keberadaan Allah

Seperti yang sudah saya ungkapkan di atas, salah satu pertanyaan substansial yang kaum ateis ajukan adalah bukti mengenai adanya seorang makhluk ilahi seperti Allah (spt. Jehova, Zeus, Khrisna, dll). Bagi yang memiliki anggapan ekstrim, mereka tidak akan percaya kepada Allah sampai Allah sendiri bicara kpadanya. Jika kita (orang percaya kepada Yang Ilahi) mengajukan pertanyaan bahwa mereka juga tidak bisa membuktikan bahwa Allah tidak ada, maka mereka akan mengatakan bahwa “Saya tidak bisa membuktikan bahwa sesuatu yang tidak ada itu tidak ada, yang dapat dilakukan adalah membuktikan bahwa yang ada itu ada.”

  1. Tidak ada surga atau neraka

Ssesudah manusia mati, maka segala sesuatu berhenti baginya. Untuknya, tidak ada kehidupan sesudah kematian. Jika ada kehidupan sesudah kematian, maka dia memilih untuk menjalani hidupnya sekarang dengan nilainya sendiri, menjadi manusia yang humanis, tanpa berpikir tentang konsekuensi sesudah kehidupan.

  1. Kebahagiaan berasal dari diri sendiri

Manusia menjadi bahagia karena pilihan-pilihan yang dibuatnya dan bukan karena sebuah makhluk yang tak terlihat – yang ucapannya diartikan oleh sejumlah penafsir/tokoh agama – yang mengatur hidupnya, dan menjelaskan apa itu kebahagiaan baginya. Prinsip kasih muncul dalam hidupnya karena alam semesta memberi petunjuk agar manusia bisa hidup bersama dengan makhluk yang lain. Berdasarkan kehidupan demikian, manusia menjadi bahagia.

  1. Dosa adalah produk manusia

Sama seperti kebahagiaan, maka manusia juga bertanggungjawab untuk kesalahannya sendiri. Entitas seperti Iblis adalah ciptaan manusia untuk mengalihkan kesalahannya sendiri. Tidak semua manusia jahat. Banyak manusia baik yang melakukan hal-hal yang baik, dan tidaklah adil untuk mengatakan bahwa mereka semua sudah berdosa tanpa pernah melakukan apa-apa.

  1. Kepercayaan

Kaum ateis percaya kepada manusia, dan potensi kemanusiaan dalam kasih dan nilai kebenaran. Manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk menghasilkan nilai-nilai ini. Kita semua perlu nilai kritis untuk melihat semua hal.

 

TANTANGAN BUAT KITA

Beberapa argumen yang diajukan oleh kaum ateis terdengar rasional dan juga sesuai dengan nilai-nilai yang ditawarkan oleh zaman ini. Dalam banyak hal, ateisme adalah sebuah protes terhadap kaum agama – atau institusi religius – yang melakukan berbagai hal dengan mengatasnamakan Tuhan. Mereka melihat bahwa, meskipun banyak hal baik muncul dari orang yang memiliki iman kepada Tuhan, banyak perang dan kekacauan juga dilakukan oleh mereka yang didorong oleh iman mereka tersebut.

Spiritualitas yang mereka tawarkan adalah nilai moral yang berpusat kepada eksistensi manusia itu sendiri. Ini adalah ciri utama ateisme. Tentu, kita bisa mempertanyakan berbagai argumen yang mereka ajukan untuk tetap menjadi ateis; namun perkembangan mereka yang tidak lagi percaya kepada sebuah sistem religius harus kita hiraukan (2,01% dari populasi dunia dan 9,66% menyatakan non-religius – World Factbook 2010). Kaum ateis juga bertumbuh di Indonesia (lihat http://andabertanyaateismenjawab.wordpress.com/ dan http://indonesianatheists.wordpress.com/

Saya sendiri masih melihat bahwa pertumbuhan ateisme dimulai oleh kemajuan teknologi – yang juga merupakan hasil dari Reformasi Kristen dan Abad Pencerahan, serta kekecewaan orang terhadap kekerasan yang masih dilakukan oleh lembaga atau orang-orang yang mengaku memiliki kepercayaan tertentu. Kita harus menyikapi ini dengan menampilkan wajah sesungguhnya dari iman kita kepada Allah yaitu kasih terhadap yang lain. Semoga makalah singkat ini bisa membawa kita kepada diskusi mengenai Ateisme (BJP).

Viewed 97272 times by 11368 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *