MENYANGKAL DIRI DAN MENGIKUT YESUS

filsafat -How-do-we-know---graph-J208099MENYANGKAL DIRI DAN MENGIKUT YESUS

 

Hoarding. Kata yang belum memiliki padanan dalam bahasa Indonesia ini berarti “sifat yang membuat seseorang atau seekor binatang mengumpulkan makanan dalam periode kekurangan (Wikipedia 2014).” Manusia yang memiliki gangguan obsessive-compulsive disorder (OCD) akan mengumpulkan barang-barang melebihi apa yang mereka butuhkan hanya karena ketidaksanggupan untuk melepaskan diri dari mereka. Sebuah program BBC menayangkan Britain Biggest Hoarders yang menunjukkan bagaimana orang-orang telah kehilangan kehidupannya karena mereka mengumpulkan barang-barang sampai level ekstrem, begitu ekstrem sehingga mereka bisa terjebak dalam rumahnya sendiri. Hoarder. “Sang pengumpul barang,” begitulah mereka disebut.

Keterikatan emosi yang orang-orang ini miliki tentunya melewati batas yang bisa ditolerir oleh masyarakat di sekitarnya. Namun, bukankah kita semua pada satu titik juga memiliki hal-hal yang tidak bisa kita lepaskan secara emosional. Kita memiliki keterikatan terhadap berbagai jenis benda, binatang peliharaan, tempat, makanan, email, sms, pesan blackberry/whatsapp, selebriti, program televisi, gereja, pendeta, atau bahkan orang yang kita kasihi. Setiap hal ini menuntut tempat di dalam hati kita. Hati kita menjadi cluttered, penuh sesak dengan hal-hal yang berlomba memberi tuntutan kepada kita. Pada akhirnya, ketika sebuah situasi memaksa kita untuk memilih di antara hal-hal tersebut, pilihan kita akan mencerminkan apa yang sebenarnya kita paling cintai. Yesus menuntut kita untuk memilih dan mengutamakan Allah dan kehendak-Nya.

Matius 16 bercerita mengenai kesalahpahaman para murid mengenai Yesus. Para murid salah memahami ajaran Yesus mengenai ragi orang Farisi dan orang Saduki, dan berpikir bahwa Yesus sedang bicara tentang roti karena mereka lupa membawanya (Mat. 16:5-12). Mereka tidak bisa memahami metafora ragi orang Farisi dan Yahudi, dan menjadi khawatir akan kekurangan makanan, padahal mereka telah menyaksikan Yesus memberi makan lima ribu orang dan empat ribu orang. Pikiran mereka yang dipenuhi kekhawatiran soal makanan menghalangi mereka memahami ajaran Yesus.

Petrus yang baru saja mengakui Yesus sebagai Mesias (Mat. 16:13-20) juga salah memahami peran Yesus. Kerinduannya akan kebebasan orang Yahudi dari penjajahan Roma membuatnya membayangkan seorang mesias yang tangguh, perkasa, dan membangun kekuatan untuk melawan penjajah. “Bagaimana mungkin seorang mesias yang perkasa bicara soal penderitaan, bahkan kematian-Nya sendiri?” demikian pikir Petrus. Petrus menarik gurunya ke samping dan menegurnya. Ini adalah sebuah perbuatan yang sangat lancang untuk dilakukan seorang murid terhadap gurunya.

Kecintaan Petrus akan kemerdekaan bangsa Yahudi dari penjajahan Romawi membuat dia memposisikan Yesus dalam pemikirannya sendiri. Dia mengenali Yesus sebagai mesias, namun dia lebih cinta kepada kemerdekaan bangsa Yahudi, sehingga dia tidak terima ucapan yang sama sekali berbeda dengan harapannya.

Kecintaan kita akan suatu hal dapat menghalangi atau memblokir kecintaan kita akan Allah. Yesus berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat. 16:24; lihat juga Mrk. 8:34). Penyangkalan diri (ἀπαρνησάσθω – aparnēsasthō) adalah sebuah bentuk penolakan atas keinginan diri sendiri. Kita bisa juga menafsirkan penyangkalan diri sebagai sebuah bentuk pengosongan diri (κένωσις, kénōsis, Fil. 2:7), sehingga kita memberi ruang untuk kehendak Allah dalam hidup kita.

Rumah yang dipenuhi oleh barang-barang harus dikosongkan agar kita bisa melihat bentuk rumah itu sesungguhnya dan mengundang hal-hal baru untuk masuk, atau untuk dapat melihat hal-hal baik yang sejak lama ada dalam rumah tersebut namun tertutup oleh barang-barang lain. Hati kita juga harus dikosongkan dari hal-hal yang memenuhinya.

Apabila kita berhasil melakukannya, maka kita akan mampu mendengar kehendak Allah dalam kehidupan kita, meskipun itu berarti menderita dan memikul salib kita. Pada akhirnya kita tahu bahwa pada akhirnya Anak Manusia akan datang dengan segala kemuliaan-Nya dan membalas setiap orang sesuai dengan perbuatan-Nya. Allah bekerja sesuai rencana-Nya. Untuk mengetahui-Nya, kita perlu menyangkal diri dan menempatkan Dia sebagai yang terutama dalam diri kita. (Binsar Pakpahan).

Viewed 20036 times by 4253 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *