Paskah: Antara Anamnesis dan Amnesia

Remember to ForgetPaskah: Antara Anamnesis dan Amnesia

Menjelang masa pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden, banyak caleg dan capres/cawapres yang memberikan janji politik mereka. Meskipun janji politik yang diberikan ketika mereka kampanye oleh mereka yang menjabat sekarang banyak yang belum terpenuhi, hampir 90% dari mereka mencalonkan diri kembali untuk periode berikutnya. Berbagai media menampilkan kampanye “menolak lupa” agar rakyat Indonesia memilih dengan cerdas dan menolak mereka yang melupakan janji-janjinya. Jika demikian, pada masa menjelang Paskah ini, kita akan melihat dasar untuk “menolak lupa” dari perspektif Kristen.

Pada hari Kebangkitan, kita merayakan ingatan akan hari di mana Kristus mengalahkan kematian, setelah Dia memberi diri-Nya sendiri untuk penebusan dosa. Pengenangan akan peristiwa kebangkitan adalah hal yang penting untuk rekonsiliasi antara manusia dan Allah. Dengan kata lain, anamnesis (mengenang) memainkan peranan penting untuk masa depan manusia.

Anamnesis memiliki akar kata yang dekat dengan amnesia (lupa/melupakan). Dalam mengingat suatu hal, tindak melupakan juga kerap berjalan beriringan. Dalam mengingat masa depan, kita juga sering digoda untuk melupakan masa lalu.

Mengingat sebuah peristiwa yang menjadi puncak kemenangan Kristus akan maut tentu adalah sebuah hal yang memberi semangat. Namun demikian, kita juga sering digoda untuk melupakan peristiwa salib (memoria passionis) yang ada sebelum kebangkitan (memoria resurrectionis). Godaan untuk melupakan selalu ada ketika kita berurusan dengan masa lalu yang menyakitkan.

Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari perayaan anamnesis untuk konteks Indonesia yang penuh dengan orang yang amnesia? Agama Kristen, seperti banyak agama lain, didasarkan pada panggilan untuk mengingat. Anamnesis memiliki makna lebih kuat dari pemahaman psikologis mengenai ingatan. Dalam anamnesis, kita tidak hanya mengingat kembali suatu peristiwa masa lalu; kita juga dipanggil untuk kembali menghidupi dan mengalami ajaran Yesus dan membuatnya aktual dengan konteks saat ini. Ada pemahaman aktif dalam anamnesis. Ide pengenangan yang aktif ditemukan terutama dalam Ekaristi dari Komuni . Ini adalah peristiwa yang unik , yang dilembagakan oleh Yesus sendiri untuk mengingat dia. Ingatan adalah jantung dari Ekaristi , di mana Yesus hadir dan diingat. Meski begitu, Ekaristi bukanlah tradisi baru yang Yesus ciptakan. Hal ini sebenarnya merupakan kelanjutan dan pembaharuan ingatan dalam perjamuan Paskah umat Israel. Pembebasan masa lalu umat Allah oleh Allah dibawa ke depan ke masa kini dengan hadirnya tindakan penebusan oleh Allah di dalam Kristus. Peristiwa ini harus diingat demi masa depan.

Umat Kristen tidak boleh lupa ingatan mereka sebagai umat Allah dalam perayaan Ekaristi. Ini adalah dasar untuk panggilan untuk mengingat dalam tradisi Kristen. Johann Baptist Metz, seorang teolog Jerman dari abad ke-20, mengingatkan kita bahwa mengingat dalam Ekaristi juga untuk mengingat penderitaan Kristus. Gereja sebagai komunitas orang percaya tidak bisa mengecualikan suara penderitaan dari konteksnya. Suara-suara penderitaan dalam konteks di mana kita hidup akan mengingatkan kita kembali ke penderitaan di kayu salib. Memori penderitaan ini membawa implikasi bahwa Gereja diharapkan akan bertindak sebagai komunitas yang mengingat penderitaan yang lain. Dalam tradisi ini, ada tempat untuk mendengarkan dan mengingat suara mereka yang telah menderita.

Peristiwa mengingat dalam Ekaristi akan pernah dilakukan jika Yesus tidak pernah dibangkitkan. Kebangkitan adalah alasan mengapa kita mengingat Yesus. Inilah sebabnya mengapa Paskah juga merupakan hari di mana kita harus ingat penderitaan dalam konteks kita karena mengingat Kristus membawa juga menuntut untuk berbagi kasih Tuhan. Ketika kita menerapkan ini untuk konteks di mana penderitaan terjadi, maka mengingat hal itu dapat diterjemahkan sebagai memori luka masa lalu, konflik, kasus korupsi yang belum terpecahkan, kasus orang hilang, peristiwa perkosaan etnis Tionghoa di tahun 1998, dsb. Tujuan tindakan mengingat ini adalah untuk rekonsiliasi dan ini adalah alasan mengapa teologi ingatan dibutuhkan di negara yang pelupa seperti Indonesia.

Teologi mengingat dapat menjadi kontribusi gereja untuk mengenang penderitaan di dunia, terutama dalam konteks Indonesia. Di sana, gereja diminta untuk bertindak sebagai lembaga yang mengingat penderitaan. Dengan mengikuti jalan ini, gereja akan menyadari memoria passionis dalam konteksnya sendiri, dan membawa ingatan ini ke dalam komunitas yang lebih besar, sehingga melahirkan memori sosial baru yang melihat luka itu dalam terang harapan dari ingatan kebangkitan. Hal ini membuat kita bisa berjalan menuju rekonsiliasi penyembuhan dalam pengetahuan bahwa Tuhan juga mengingat. Transformasi memori negatif ke dalam memori positif dapat dialami dan dirayakan dalam liturgi Ekaristi, di mana korban dan pelaku diundang untuk berbagi kenangan mereka, bersama-sama dalam komunitas orang-orang percaya. Unsur kebersamaan komunal dalam liturgi Ekaristi membuat kita mengingat dan dapat menyampaikan memori yang menyakitkan tersebut kepada Allah. Ketika kita benar-benar tahu bahwa Tuhan mengingat, memori personal menjadi memori yang diingat oleh komunitas Allah, di hadapan Allah yang mengingat. Setelah ingatan disampaikan, kita dapat memilih untuk melepaskan memori yang menyakitkan tersebut atau mengingatnya dengan cara yang baru. Meski demikian, ada satu hal yang pasti dalam perayaan Paskah: dalam peringatan akan Kristus, kita yakin bahwa Tuhan juga mengingat kita. Selamat Paskah.

Viewed 11650 times by 2516 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *