Plagiarisme

IMG_2158Belakangan ini, plagiarisme/penjiplakan karya merajalela. Ini mungkin jadi alasan mengapa belakangan ini saya agak malas mempublikasikan tulisan saya di blog ini. Namun, diskusi kami di kelas Kapita Selekta Etika, mengenai topik “Penggunaan DVD Bajakan di Gereja” membuat saya kembali merenungkan sebuah diskusi yang saya sudah lupa terjadi di mana dan dengan siapa.

Dalam pembicaraan tersebut, kami mengklasifikasikan konteks budaya “berbagi” di Timur, sehingga pengetahuan dilihat sebagai “something to share,” dan konteks budaya “komoditas” di Barat, sehingga pengetahuan dilihat sebagai “something to sell.” Meskipun demikian, dikotomi ini tidak sepenuhnya benar. Jika kita menyebut para filosof professional di zaman Yunani kuno – yang notabene sudah menerima bayaran untuk pengajaran mereka sudah – dipengaruhi budaya komoditas, maka hal yang sama juga bisa kita terapkan kepada para guru kung fu di China yang juga menerima bayaran untuk ilmu mereka. Jadi, dikotomi budaya secara ekstrem ini tidak sepenuhnya dapat kita aminkan. Namun, dalam hal sehari-hari hal ini ada benarnya juga. Kita bisa melihat betapa mudahnya orang Indonesia, misalnya, membagikan resep makanan mereka. Sementara orang Barat akan menjadikan resep lezatnya sebagai resep rahasia.

Di sinilah dilemanya. Pertama, jika saya ingin tulisan saya dibaca banyak orang, maka saya akan membagi tulisan itu seluas-luasnya. Dengan prinsip ini, kita juga mendapatkan banyak musisi yang membagikan sendiri karya mereka, atau penulis yang mengedarkan bukunya tanpa bayar. Mereka umumnya akan mendapatkan revenue ketika mereka dipanggil untuk tampil karena karyanya sudah dikenal umum. Hanya saja, alasan ini tidak membuat orang yang membacanya boleh menggunakan kembali seenaknya, tanpa mencantumkan asal inspirasi mereka.

Kedua, jika saya ingin karya saya dihargai orang lain, maka saya akan memproteksinya, dan tidak mengizinkan orang mereproduksi tanpa seizin saya (hak cipta). Orang harus membayar kompensasi untuk karya yang saya hasilkan, yang toh tidak mudah dan membutuhkan biaya.

Berdasarkan pertimbangan di atas, saya memutuskan untuk menampilkan kembali tulisan-tulisan saya. Saya ingin berbagi, namun dengan catatan. Jika anda membaca blog ini, lalu terinspirasi oleh sebuah hal, tolong cantumkanlah sumber bacaan anda, nama dan sumber blog ini, ketika anda mengutip atau menggunakannya dalam khotbah/paper anda.

Selamat membaca!

 

Binsar J. Pakpahan.

Viewed 823740 times by 75082 viewers

One Comment

  1. Sangiang Siahaan

    Dalam keterpurukan saya saat ini akhirnya saya menemukan solusi dari bapak Pendeta. Terima kasih untuk khotbah bapak malam ini di GKI Kebayoran Baru. Semoga Tuhan selalu menyertai dalam setiap langkah bapak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *