KEMERDEKAAN DALAM ROH

OXYGEN VOLUME 13Bahan Sermon Parhalado HKBP Menteng

Epistel Minggu ke-XII sesudah Trinitatis 2013

 

KEMERDEKAAN DALAM ROH

Galatia 5:1-15

 

A. KONTEKS

Surat kepada Jemaat di Galatia menunjukkan krisis besar pertama dalam kehidupan jemaat yang baru. Kisah Para Rasul 15:1 menyatakan, “Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudaradi situ: “Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa,kamu tidak dapat diselamatkan.” Orang-orang Farisi yang sekarang menjadi Kristen berusaha memasukkan kepatuhan terhadap hukum Musa sebagai syarat keselamatan dalam kekristenan.

Jemaat Galatia adalah Jemaat yang langsung dilayani oleh Paulus. Perkembangan Gereja di sana sangat baik sampai Paulus mengabarkan Injil ke tempat lain. Tidak lama setelah Paulus pergi mereka disesatkan oleh  ajaran yang menekankan pentingnya kepatuhan peraturan dan Taurat dalam memperoleh keselamatan. Sementara itu Paulus mengajarkan bahwa keselamatan hanya diperoleh melalui iman dan dia menentang kaum legalis (orang-orang Yahudi) yang cenderung mementingkan aturan dan Hukum Taurat daripada iman kepada Kristus. Menurut mereka, percaya kepada Yesus saja tidak cukup untuk menyelamatkan, karenanya orang Kristen pun harus tunduk sepenuhnya kepada Hukum Taurat.

Untuk menghadapi permasalahan ini Paulus menulis surat ini kepada Jemaat di Galatia. Paulus mengatakan bahwa dia heran melihat begitu cepat Jemaat Galatia berbalik dari ajaran yang disampaikannya (Gal. 1:6). Karena itu Paulus memperingatkan mereka untuk tidak mendengar injil lain selain Injil yang diberitakan oleh Paulus. Di dalam kebanyakan suratnya, Paulus mengajarkan mengenai keselamatan melalui iman (sola fide). Iman dalam Roh memberi kebebasan dan kemerdekaan dari kungkungan Taurat. Paulus menekankan di suratnya kepada Jemaat di Galatia bahwa keselamatan hanya karena karunia Allah dan bukan karena patuh pada Hukum Taurat. Ini cukup mengagumkan untuk kita dengar karena Paulus sendiri adalah orang Yahudi fanatik. Di Filipi 3:5-6 dia mengatakan bahwa dirinya adalah, “disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat.” Paulus jelas-jelas adalah seorang Yahudi garis keras. Namun demikian, ada suatu hal yang terjadi yang membuat Paulus percaya bahwa keselamatan tidak diperoleh dengan melaksanakan semua aturan yang disebutkan dalam perjanjian lama.

Paulus memberikan alasan bahwa orang Yahudi memang adalah umat pilihan Allah, tetapi melalui Kristus, kita semua telah dipilih untuk masuk ke dalam umat Allah. Pengorbanan diri Kristus telah mengubah pilihan umat Allah dari yang partikular menjadi universal, dari yang khusus hanya umat Israel menjadi orang-orang yang percaya kepada Allah melalui Kristus. Karena alasan ini tidak ada lagi pembedaan mengenai siapa yang lebih penting di hadapan Allah. Tidak ada lagi perbedaan-perbedaan yang sering diciptakan manusia.

Dalam bagian yang menjadi Epistel ini, Paulus menulis tentang kemerdekaan. Paulus mencoba menjelaskan apa artinya merdeka di dalam Kristus. Jemaat di Galatia menghadapi ajaran-ajaran palsu yang memutarbalikkan ajaran justifikasi (pembenaran). Menurut ajaran palsu ini, hukum Musa harus dilaksanakan bersama dengan iman dalam Kristus agar seseorang dapat dibenarkan. Menurut mereka, keselamatan hanya dapat diperoleh apabila kita menjalankan sejumlah peraturan. Paulus menentang ajaran ini dan mengatakan bahwa pembenaran hanya diperoleh dalam iman (Gal. 3:1-14). Paulus mengajarkan bahwa Kristus telah membebaskan mereka (jemaat Galatia) bahwa bukan peraturan saja yang menyelamatkan melainkan iman.

Tetapi Paulus juga mengingatkan bahwa kemerdekaan bukan berarti mereka bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan. Bebas dari hukum Musa bukan berarti bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan. Di sini adalah letak paradoks kebebasan yang Paulus coba sampaikan kepada Jemaat Galatia. Kemerdekaan bukan berarti bebas melakukan apa saja. Kebebasan artinya merdeka untuk tidak terikat kepada hukum Taurat, untuk menjalankan praktek kasih dan melayani seorang dengan yang lain (ayat 13). Dengan kata lain, kemerdekaan adalah sesuatu yang diberikan hingga kita bebas untuk melayani seorang akan yang lain.

 

B. PENJELASAN TEKS

Ayat 1-6. Paulus menjelaskan bahwa kemerdekaan (eleutheria/kebebasan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu) hanya bisa diperoleh di dalam nama Kristus. Dalam Kristus tidak akan ada lagi beban dan perhambaan. Secara jelas Paulus mengatakan bahwa jika orang Galatia melakukan sunat dan Taurat, mereka justru akan kehilangan keuntungan mereka dalam kematian dan kebangkitan Kristus. Paulus tidak menentang praktek sunat itu sendiri, namun mengkritik orang yang menganggap bahwa sunat dan kepatuhan kepada Taurat adalah tanda keselamatan. Dia melihat bahwa penyerahan diri kepada sunat berarti penyerahan diri kepada aturan dalam Taurat. Hukum Taurat mengajarkan umat tentang apa itu kebenaran dalam cara yang legalistic, sementara itu menurut Paulus, kebenaran hanya bisa diketahui di dalam iman dan Roh. Iman ini bekerja oleh kasih. Karena itu, apapun tindakan seseorang di daalm hidupnya tidak akan berpengaruh kepada keselamatan.

 

Ayat 7-12. Paulus menyesalkan keadaan jemaat Galatia yang dulunya sudah percaya kepada ajarannya, namun sekarang sudah berbalik lagi. Ajaran untuk mematuhi Taurat tidak berasal dari Kristus. Karena itu, selain memperingatkan orang-orang yang terlanjur terpengaruh oleh ajaran ini, Paulus juga memperingatkan bahwa hukuman akan datang kepada orang yang mengacaukan umat. Paulus bahkan mengatakan, “5:12 Baiklah mereka yang menghasut kamu itu mengebirikan saja dirinya!”  Jika seandainya Paulus hanya turut kepada apa pendapat orang Yahudi tentang pentingnya Taurat, maka dia tidak akan diganggu lagi, bahkan dianggap sebagai pengajar yang hebat. Paulus tetap teguh kepada keutamaan iman kepada Kristus sebagai syarat keselamatan.

 

Ayat 13-15. Paulus kembali menekankan kemerdekaan pengikut Kristus dari Taurat. Di sini Paulus memberikan sebuah pandangan lain bahwa kemerdekaan tidak hanya dilihat sebagai kemerdekaan “dari” melainkan kemerdekaan “untuk”. Kemerdekaan yang diberikan kepada kita adalah kemerdekaan yang bersyarat dan bertanggungjawab. Allah membebaskan kita dari ikatan hukum Taurat melalui Kristus bukan agar kita bebas melakukan apa yang kita mau, melainkan untuk bebas melakukan apa saja untuk melayani Allah dan sesama manusia. Kita juga diberi kekebasan untuk memilih apakah kita akan melayani Allah atau tidak. Karena kebebasan ini, di ayat 15 dia memperingatkan, “Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan.”

 

C. POIN UNTUK DIRENUNGKAN

Kalau kita mau berbicara tentang kebebasan, maka Belanda adalah tempat yang sangat mengagungkan kebebasan. Hampir semua hal yang dianggap terlarang menjadi legal dan ditarik pajak. Marijuana (ganja), prostitusi, judi, menjadi legal untuk dapat mengatur keberadaan mereka. Namun, di tengah kebebasan itu, Belanda juga memiliki banyak peraturan untuk menjaga kebebasannya, misalnya pajak, asuransi, ijin tinggal, dsb.

Di Indonesia kita memiliki jenis kebebasan yang diatur. Indonesia adalah negara ‘dilarang…kecuali’. selalu ada bagian yang menjadi kecualinya. ‘dilarang memutar, kecuali bus’, dilarang parkir kecuali Sabtu-Minggu, dsb. Di jalan raya meskipun secara teori memiliki peraturan yang baku, secara praktek menganut prinsip kebebasan, yaitu selama tidak menabrak yang lain, anda bebas berkendara dengan cara apapun.

Tetapi ternyata asas kebebasan ini juga dapat membawa masalah. Beberapa tahun yang lalu film berjudul Fitna yang dibuat oleh Geert Wilders. Film ini dibuat dengan dasar asas kebebasan yang dianut oleh Belanda dan juga berdalih untuk melindungi asas kebebasan tersebut. Wilders mengklaim bahwa Islam adalah sebuah kebudayaan represif yang akan menghancurkan kebudayaan Barat yang menganut asas kebebasan. Berdasarkan hak freedom of speechnya, Geert Wilders membuat film ini. Namun, asas kebebasan yang sama, freedom of speech and expression, juga digunakan untuk menyuarakan kebencian terhadap Wilders. Bayangkan kalau ada himbauan untuk membunuh Wilders berdasarkan kebebasan berbicara tersebut. Berdasarkan paradoks ini, kita bisa merenungkan beberapa hal:

  1. Bahwa selalu akan ada godaaan untuk mengatakan bahwa seseorang memang dibenarkan karena dia mengikuti aturan yang ada. Mereka yang mengikuti paham ini biasanya memandang segala sesuatu sebagai hukum sebab akibat, contohnya: “Jika” saya melakukan perintah Tuhan, “maka” saya akan diselamatkan. “Jika” saya percaya Tuhan “maka” pekerjaan saya akan tambah maju. Keselamatan kita bekerja dengan cara lain, bahwa “karena” kita sudah selamat “maka” saya melayani Tuhan.
  2. Karena itu, kebebasan yang dimaksud bukanlah berarti kebebasan yang sebebas-bebasnya. Di dalam filosofi kebebasan, peraturan untuk menjaga kebebasan tetap ada juga telah melanggar asas kebebasan itu sendiri. Karena itu, kita harus sadar bahwa kebebasan bukan berarti keterlepasan dari segala peraturan, namun kerelaan untuk memilih untuk terikat di dalam pelayanan kasih terhadap sesama.
  3. Untuk bisa mengerti Paulus sepenuhnya, maka kita juga harus membaca 1 Korintus 10:23-24, di mana dia berkata, 23 “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. 24 Jangan seorangpun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain.” Dalam konteks inilah, kita dapat memahami surat Paulus mengenai kemerdekaan di dalam iman.

Pdt. Binsar J. Pakpahan

Viewed 106342 times by 19098 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *