Reaksi atas Penggusuran HKBP Setu, Bekasi

HKBP SetuSetelah pembongkaran HKBP Setu, Bekasi, pada tanggal 21 Maret 2013, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, HKBP, Wahid Institut, Setara Institut, LBH, dan beberapa elemen masyarakat mengadakan konferensi pers pada tanggal 22 Maret di Guest House PGI, Jl. Teuku Umar.

Dalam pernyataan sikapnya, PGI merasa pemerintah tunduk kepada suara kelompok intoleran. Meskipun tugas pemerintah adalah memfasilitasi dan bukan membongkar, namun pemerintah tetap mengirimkan buldosernya untuk menggusur gereja. Tindak pembongkaran menunjukkan bahwa pemerintah daerah Bekasi telah melakukan kekerasan terhadap umat HKBP yang gerejanya didukung oleh masyarakat sekitar. PGI meminta warga Bekasi untuk bersikap terbuka untuk mewujudkan kesejahteraan bersama dan tak mudah diprovokasi.

Sementara itu, Ephorus HKBP, Pdt. WTP Simarmata, MA, yang diwakili oleh Praeses Distrik 21 Banten, Pdt. Patar Soaduon Napitupulu, M.Min, mengatakan “Kami menyaksikan kesewenangan dipertontonkan. Kami protes keras terhadap pemerintah yang membiarkan hal ini terjadi.” Lebih lanjut, Ephorus menghimbau agar umat, “tetap beribadah dan jangan terpancing, jangan takut, dan jangan melakukan kekerasan. Doakan pemerintah agar bersikap dengan benar.”

Ketua Umum PGI, Pdt. Dr. A.A. Yewangoe, menyatakan bahwa kejadian ini sudah hampir menjadi pola. Izin Mendirikan Bangunan yang belum diterbitkan, apalagi kalau masih dalam proses pengurusan, bukan alasan yang sah untuk membongkar. Masih banyak alat lain untuk menyelesaikannya. Pdt. Yewangoe mengatakan bahwa, “bagaimana kalau semua bupati seperti bupati di bekasi? Negara kita akan runtuh,cepat atau lambat.” Lebih lanjut dia menghimbau Presiden Yudhoyono, “Penuhilah janji anda Presiden SBY untuk mengelola kerukunan. Kalau insiden dibiarkan, maka virus ini akan merusak.”

Beragam pihak setuju bahwa tindakan ini menunjukkan bahwa negara tidak lagi membiarkan tindak kekerasan terjadi terhadap kelompok umat beragama, tapi sudah jadi pelaku kekerasan intoleransi. Wahid Institute menyatakan bahwa Partai Golkar yang mendukung bupati neneng juga harus bertanggungjawab. Mereka menegaskan bahwa hal ini adalah persoalan hukum dan bukan perdebatan antar umat.

Sehari setelah kejadian ini, Gereja Katolik Damai di Tambora, Jakarta Barat diancam FPI untuk tidak mengadakan kebaktian, dan Gereja GPdI Sleman di Jogya dibom molotov. Perusakan gedung gereja oleh Pemda memberi angin kepada FPI di mana-mana sekarang untuk bersikap intoleran.

In my opinion, the problem of the demolition of church’s building in Jakarta is a problem of lack of good will of the government. It is not a problem for Christians alone, its a problem of the nation. We should live together in harmony, and not let any outside’s influence tear down our unity. So let’s all together condemn the violence towards the freedom of religion in Indonesia, let us live in harmony side by side.

Viewed 67799 times by 5833 viewers

One Comment

  1. Na hurang gogo dope soaranta, manang naung nengel do pamarenta? Margogo ma hita mangadopi na masa si songon on …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *