SUKA DUKA KEHIDUPAN

mazmur 126 suka duka kehidupan hkbp mentengKhotbah Minggu Judika 17 Maret 2013

HKBP Menteng 06.00 & 07.45; HKBP Sutoyo 18.00

Mazmur 126

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus,

Ketika saya tinggal di Belanda, bandara Schiphol menjadi tempat tujuan favorit saya, karena selain berfungsi sebagai bandara, Schiphol juga memiliki stasiun kereta api di bawahnya, yang menjadi penghubung Amsterdam dengan beberapa kota besar lainnya. Saya sering harus transit di Schiphol kalau naik kereta dari Amsterdam menuju Den Haag, Rotterdam, atau Groningen. Schiphol memiliki banyak toko dan dulu merupakan satu-satunya tempat yang menjual starbucks di seluruh Belanda, sehingga saya cukup sering pergi ke sana.

Ada sesuatu yang sangat menarik dalam pembagian terminal bandara yang selalu mempesona saya. Ada banyak emosi yang terlihat di bandara: kebahagiaan, kesedihan, rasa deg-degan dan kekecewaan, tawa dan tangis, semuanya ada di satu tempat: bandar udara/airport.

Bandar udara memiliki dua terminal. Saya menamainya sebagai terminal kesedihan, dan terminal kebahagiaan. Terminal kesedihan adalah tempat di mana orang akan berpisah dari orang yang mereka kasihi. Ini adalah tempat tumpahnya air mata, pelukan yang seperti tak terlepaskan lagi, saling berciuman, berpegangan seakan tidak mau berpisah: sebuah tempat di mana anda akan melihat punggung seseorang berjalan menjauhimu. Orang akan berjalan dengan lambat menuju gerbang keberangkatan, kadang masih  melambaikan tangannya kepada orang yang ditinggakannya. Apapun yang dilakukan untuk menunda, perpisahan tetap terjadi.

Jika anda datang ke terminal kesedihan ini untuk mengucapkan selamat jalan, maka tempat ini menjadi tempat yang membawa kesedihan. Anda akan ditinggalkan oleh seseorang yang anda kasihi. Mungkin manusia lebih merasa kesedihan ketika ditinggalkan seseorang daripada meninggalkan. Ketika seseorang pergi meninggalkan anda, anda tinggal dengan kenangan orang itu, betapa berartinya mereka bagi hidup anda. Orang itu pergi, anda merasa sedih.

Sementara itu, buat mereka yang pergi, kesedihan memang ada, karena anda meninggalkan seseorang yang akan anda pikirkan sepanjang perjalanan. Namun anda tidak begitu sedih karena di akhir perjalanan, ada terminal lain yang menunggu anda: terminal kebahagiaan.

Anda akan tiba di suatu tempat, dan mungkin akan ada orang lain yang menyambutmu. Inilah terminal kebahagiaan. Di sini anda akan bertemu dengan orang yang anda tinggalkan (kalau anda kembali  ke rumah), atau orang baru, sebuah tempat baru di mana anda akan memulai episode baru dalam hidup anda. Di terminal kebahagiaan ini orang bertukar pelukan dan tawa.

Mereka yang datang ke terminal kebahagiaan untuk menjemput seseorang akan bertemu dengan orang yang dikasihinya. Berapa banyak orang yang begitu semangatnya pergi menjemput orang yang dikasihinya ke airport. Tempat ini membawa energi positif bagi mereka yang datang. Di sini anda akan melihat wajah orang yang anda nanti berjalan ke arahmu. Beberapa orang begitu bersemangat dalam penyambutannya dan menyediakan banner sambutan selamat datang. Semua orang ingin berada di terminal kebahagiaan.

Jadi, ada tiga jenis perasaan yang bisa kita amati: sedih karena ditinggalkan; antara sedih dan gembira karena meninggalkan sesuatu namun akan bertemu hal yang lain; dan bahagia karena bertemu/menjemput orang yang dikasihinya. Semua orang akan mengalami ketiga perasaan ini.

Saudara-saudara, semua perasaan ini terjadi di satu tempat: airport. Tanpa terminal kebahagiaan tidak akan ada terminal kesedihan, demikian juga sebaliknya.

Hidup juga seperti itu. Ada waktu untuk bersukacita, dan ada waktu untuk berduka.

Hal ini tampak begitu jelas dalam Mazmur yang kita baca barusan. Mazmur yang ditulis oleh Nabi Ezra ini bercerita tentang perasaan sukacita yang datang setelah kesesakan di masa pembuangan.

Mazmur ini ditulis ketika bangsa Israel kembali dari pembuangan mereka di Babel. Kita bisa menangkap perasaan senang dan lega, seperti orang yang baru saja mendapat durian runtuh, hadiah besar dalam hidupnya, sehingga terasa “seperti orang-orang yang bermimpi.” Bangsa Israel sudah mendengar nubuat tentang kebebasan mereka, namun ketika hari itu terjadi, toh semua tetap terasa seperti mimpi. Bayangkan kalau anda sudah tugas lama ke luar kota atau luar negeri, lalu kembali lagi ke rumah. Kepergian itu bisa terasa seperti mimpi, atau bahkan kepulangan yang terasa tidak nyata.

Apa hal yang paling membahagiakan dalam hidup anda? Lalu apa yang anda rasakan ketika hal yang membahagiakan itu terjadi pada anda? Masih ingatkah anda ketika mendapat pekerjaan pertama anda? Atau masih ingatkah anda pada hari pernikahan anda? Semua terasa seperti mimpi, karena hal itu terasa begitu membahagiakan. Setelah hampir setahun menikah, saya masih merasa seperti bermimpi bahwa ada perempuan yang sudah menjadi pasangan hidup saya, dan bahwa sebentar lagi saya akan menjadi Bapak. Ketika kemaren saya menjemur baju-baju bayi sebagai persiapan menyambut anak kami, saya baru sadar bahwa ini memang sedang terjadi. Saya sedang tidak bermimpi. Sukacita luar biasa dapat membuat anda merasa seperti sedang bermimpi.

Kebahagiaan rakyat Yehuda kembali ke Yerusalem membuat penderitaan yang mereka rasakan di tanah pembuangan seperti terhapuskan. Mereka kembali dengan “tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang di antara bangsa-bangsa: “TUHAN telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!” Mereka menyadari karunia Tuhan ini dan bersukacita atasnya. Kitab Pengkhotbah 3:4 mengatakan, “ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari.” Untuk segala sesuatu ada waktunya. Karena itu, kehidupan menawarkan suatu paket komplit, yang membuat segala sesuatu berhubungan erat. Tangis ada setelah tawa, dan tawa juga bisa mengundang tangisan. Satu hal yang pasti, pembebasan Allah selalu mendatangkan sukacita. Sukacita ini hanya bisa dirasakan sesudah ada kesusahan.

Ada tiga hal yang bisa kita pelajari dari Mazmur 126 ini.

Pertama, kesusahan bukanlah lawan dari sukacita. Mereka datang untuk saling melengkapi. Kita tidak bisa menghilangkan kesesakan dalam hidup, sama seperti kita tidak bisa menghilangkan sukacita. Suka duka datang sebagai satu paket. Karena kita merasa duka, maka kita mengerti arti suka. Karena kita merasa lapar, maka kita mengerti artinya kenyang. Sama seperti kedua terminal yang saya sebutkan di atas, semua terjadi di satu tempat, yaitu kehidupan ini.

Israel harus menjalani kesesakan di masa pembuangan karena kebebalan dan penghianatan mereka terhadap Allah. Tanpa kesesakan, mereka tidak akan menghargai betapa nikmatnya hidup bersama Allah. Karena mereka lupa, Allah mengingatkan mereka lagi akan kesedihan.

Kedua, bersyukurlah untuk keadaan suka atau duka. Kalau kehidupan kita sudah terlalu enak, kita suka menganggap sukacita itu sebagai sesuatu yang taken for granted, sesuatu yang normal dan biasa. Namun sesungguhnya, sukacita itu adalah sebuah karunia dari Allah. Karena itu Israel berkata, “TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita.” Tetapi kita bersukacita bukan hanya untuk hal kesukaan. Persis sesudah mengatakan hal ini, pemazmur berkata, “ 126:4 Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb!” Ucapan syukur juga ada ketika kesesakan menimpa kita. Tanpa kesesakan itu, kita tidak akan merasakan kelepasan.

1 Tesalonika 5:18 mengatakan, “Mengucap syukurlah dalam segala hal,sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” Atau Efesus 5:20 yang berkata, “Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita.” Paulus mengatakan hal ini karena semua hal diberikan Tuhan agar kita semakin mengenal karyanya dalam hidup kita.

Ketiga, hanya Allah yang bisa memberikan sukacita dalam hidupmu, bukan yang lain.
Banyak orang berusaha mencari sukacita dalam hidupnya. Berbagai usaha dilakukan oleh orang untuk merasa bahagia. Ada yang mencari sukacita dalam minuman beralkohol, meskipun sukacita akan menjadi dukacita begitu efek alkoholnya hilang. Ada yang mencari sukacita dalam hiburan untuk melupakan sejenak kesusahan yang melanda hidupnya. Begitu majunya industri hiburan menunjukkan bahwa sukacita yang kita alami justru semakin semu, sehingga kita perlu membayar dan membayar lagi untuk bersukacita. Tidak jarang, orang justru menjadi stress untuk bisa bersukacita.

Ada seseorang yang saya ketahui yang memiliki sakit yang cukup berat. Orang ini berusaha untuk menghilangkan stressnya dengan berolahraga. Menurutnya, dalam waktu berolahraga dia bisa melupakan masalah yang dihadapinya. Namun demikian, kesusahannya tetap ada, dan dia akan tetap mengingatnya sesudah berolahraga.

Sebelum saya menikah, saya selalu membayangkan betapa bahagia dan sukacitanya hari pernikahan saya nanti, ketika saya mengikat janji untuk menghabiskan sisa hidup saya dengan orang yang saya kasihi, dikelilingi oleh orang-orang yang mengasihi saya. Hari pernikahan adalah hari yang penuh sukacita. Sepertinya saya terlalu banyak terpengaruh oleh gaya pernikahan teman-teman saya sewaktu saya tinggal di Belanda. Impian saya ternyata agak melenceng. Hari pernikahan justru menjadi hari yang penuh ketegangan. Mulai dari undangan, ketidaktepatan waktu, makanan, acara, dan lain sebagainya, semua membuat wajah orang-orang yang terlibat menjadi tegang. Berapa banyak pengantin orang Batak yang anda lihat tersenyum di foto pernikahan mereka? Pasangan yang menikah, orangtua, keluarga, semua stress untuk merencanakan hari sukacita. Namun, yang lebih menakjubkan, justru di akhir hari yang penuh ketegangan itu, semua orang menjadi bahagia. Inilah uniknya pernikahan Batak, paling tidak menurut saya, bahwa kita sengaja membuat ketegangan sedemikian rupa, sehingga ketika hari itu selesai kita bisa merasakan sukacita karena telah menyelesaikan ketegangan yang kita buat sendiri.

Sukacita sejati hanya bisa kita dapatkan dalam penyertaan Allah. Sukacita dalam Allah membuat segala ketegangan menjadi tidak terasa menegangkan lagi. Ingat, ketegangan, kesusahan itu tetap ada, namun kita melihatnya dari perspektif baru, yaitu sukacita.

Pemazmur berkata, “Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya” (Mzm. 126:5-6).

Teks yang kita baca ini mengantar kita kepada minggu Palmarum, persiapan ketika Yesus memasuki Yerusalem dan akan diadili di sana. Minggu passion ini mengingatkan kita bahwa di balik penderitaan ada sukacita. Bahwa melalui kematian Kristus, ada kehidupan.

Semua hal terjadi di dalam Tuhan. Hanya Tuhanlah yang mendatangkan sukacita sejati bagi kita, meskipun itu ada dalam bentuk kesesakan. Karena itu, buat anda yang berduka, bersyukurlan dan tetaplah dalam pengharapan karena kesukaan akan datang kepadamu. Buat anda yang berada dalam sukacita, pujilah Tuhan karena Dialah sumber sukacitamu. Amin.

 
Mazmur 126: Pengharapan di tengah-tengah penderitaan

126:1 Nyanyian ziarah. Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi. 126:2 Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang di antara bangsa-bangsa: “TUHAN telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!” 126:3 TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita. 126:4 Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb! 126:5 Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. 126:6 Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya.

 

 

Viewed 27208 times by 7782 viewers

One Comment

  1. Bagus khotbahnya, senang bacanya…..tks boleh singgah….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *