MEMBANGUN MASA DEPAN BERSAMA

Rancangan Khotbah Minggu 30 September 2012

Dies Natalis Sekolah Tinggi Teologi Jakarta

Teks Alkitab: Mazmur 19:7-14; Markus 9:38-50

Tafsiran Teks

Mazmur 19, salah satu Mazmur yang ditulis oleh Daud yang menurut tradisi adalah bagian awal dari ibadah Sabat. Mazmur ini menggambarkan iman penulis atas kebesaran Allah (1-6) dan bagaimana Taurat menjadi panduan hidupnya (7-11), serta ditutup dengan doa (12-14).

Dalam memulai pujiannya, Daud berteologi mengenai Allah yang mencipta, dan bagaimana kebesarannya itu terlihat di alam semesta ini. Karena pekerjaan Allah begitu mulia di alam ini, maka bagaimana kita bisa betul-betul mengenalNya?  Inilah yang Daud coba jelaskan, bahwa kita mengenal Allah melalui karyaNya dan TauratNya. Paulus menulis di Roma 10:7 bahwa iman datang dari pendengaran, dan pendengaran dari Firman Allah. Sejalan dengan Daud, Paulus hendak mengatakan bahwa kita bisa mengenal Allah melalui FirmanNya.

Apa pesan dalam Mazmur ini? Pertama, Taurat Tuhan yang sempurna (ay. 7) akan mendidik orang yang tak mengenalNya. Sempurna mengandaikan bahwa tidak ada lagi celah untuk menemukan kesalahan atau melakukan perbaikan. Taurat itu sempurna. Tradisi Israel memang sangat menekankan kesempurnaan Taurat Tuhan. Dari situ kita bisa belajar mengenal Tuhan karena itu memberi kesegaran jiwa dan hikmat. Kesempurnaan ini juga dibutikan dari ketetapan Firman Tuhan untuk selama-lamanya (ay. 9).

Kedua, Taurat juga dipercaya tidak akan membebani, justru akan memberikan kesenangan (ay. 8).  Karena itu Daud percaya bahwa Taurat itu lebih manis dari madu asli dan lebih indah dari emas murni (ay. 10). Akhirnya Daud mengatakan bahwa siapa yang berpegang kepadanya akan memperoleh upah yang besar (ay. 11). Upah yang besar bisa juga diartikan dalam kosmologi Perjanjian Baru sebagai kehidupan yang kekal. Selanjutnya pemazmur berdoa untuk dirinya sendiri agar dia bisa menjadi semakin berhikmat, dan bisa menjauhi kesesatan (ay. 12-14).

Dalam Injil Markus 9:38-50, Yesus diceritakan sedang berada dalam perjalanan menuju Yerusalem, menuju hari-hari terakhirnya. Sekarang tekanan pengajarannya bukan lagi terhadap mujizat, tetapi memersiapkan para murid untuk hal-hal yang akan mereka hadapi nanti di depan. Ketika para murid melihat ada orang lain yang mengusir setan dalam nama Yesus, padahal orang itu tidak berada dalam lingkungan dalam Yesus, maka ada ‘keekslusifan’ keduabelas murid menjadi berkurang. Kita bisa menangkap ada nada frustrasi dalam perkataan Yohanes ini. Ada dua kemungkinan, Yohanes mungkin menangkap adanya persaingan, atau dia takut bahwa nama Yesus akan digunakan secara sembarangan untuk memeroleh keuntungan. Ini adalah permasalahan branding, siapa yang berhak memegang merk Yesus.

Namun Yesus justru memberi nasihat mengenai bagaimana mengenali lawan dan kawan. Yesus berkata bahwa lingkaran pengikut Yesus tidak berhenti di yang dua belas murid, tetapi justru akan menjadi sangat luas, “Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita (ay. 40).” Ini adalah sebuah pernyataan inklusif yang memerlihatkan kepada murid bahwa nanti di kemudian hari, orang akan menggunakan brand Yesus untuk melakukan mujizat, dan para murid tidak perlu gusar akan hal itu. Mereka yang menolong dan masuk dalam lingkarang pengikut Yesus akan memeroleh upah yang baik (ay. 41).

Tetapi Yesus juga memberi peringatan, bahwa daripada menyesatkan orang-orang baru percaya (Yun. mikron – bukan anak-anak kecil seperti dalam terjemahan LAI) sebaiknya orang mengikat lehernya dengan batu (ay. 42), atau memenggal tangan (ay. 43) atau kakinya (ay. 45), atau mencungkil matanya (ay. 47), daripada masuk ke dalam neraka dengan angggota tubuh yang utuh (ay. 44, 46). Di sini Yesus berkata mengenai peringatan bagi orang yang mau menyesatkan para pengikut barunya. Peringatan Yesus terdengar agak ekstrem bagi para penyesat, atau mereka yang mencoba menghasut orang lain dengan menggunakan brand Yesus. Penyesat ini bukanlah mereka yang berhasil mengusir setan atas nama Yesus yang diprotes Yohanes di awal tadi. Orang yang tidak ada dalam lingkaran belum tentu adalah penyesat. Di bagian terakhir Yesus memberikan ciri siapa penyesat itu, yaitu mereka yang tidak menjadi garam (Mat. 5:13-14) dan yang tidak berdamai dengan yang lain. Ciri pengajar sejati adalah memberi pengaruh dan membawa damai bagi yang lain.

 

Aplikasi

  1. Salah satu faktor penting dalam membangun masa depan yang baik adalah bagaimana kita bisa memiliki pondasi yang baik. Pondasi yang baik adalah Firman Tuhan, atau dalam istilah Daud: Taurat. Pondasi yang baik dibutuhkan untuk mendirikan bangunan yang kokoh. Banyak orang yang mengganggap Alkitab sudah ketinggalan zaman karena sudah berusia lebih dari 2000 tahun dan tidak bisa menjawab masalah yang kita hadapi di masa ini. Namun justru usia yang matang membuktikan bahwa Firman Tuhan tetap dan tidak berubah. Banyak hal di dunia ini yang menunjukkan bahwa hal yang tua justru semakin kuat dan baik. Ini adalah pilihan pondasi yang sangat kuat bagi mereka yang masih mencari pondasi pembangunan iman mereka. Kesalahan yang terjadi adalah ketika kita ingin mencoba hal baru namun melupakan dasar kokoh yang sudah ada. Keyakinan Daud juga hendaknya menajadi keyakinan kita bahwa pondasi Firman Allah adalah sempurna. Ketika kita sudah memiliki pondasi yang baik, maka proses pembangunan selanjutnya akan menjadi lebih mudah.
  2. Saat ini kita memiliki banyak sekali macam-macam teologi yang ditawarkan, dan kesulitan kita adalah untuk mengenali ajaran yang baik. Teks mengingatkan kita bahwa teologi yang baik adalah teologi yang bepondasi kepada Firman Allah. Protes Yohanes juga menjadi valid untuk menanyakan apakah mereka yang mengajar dan mengusir setan dalam nama Yesus betul-betul pengikut Yesus. KuasaNya begitu besar sehingga orang pun bisa memerolehnya melalui nama Yesus. Hal ini mengajar kita juga untuk tidak cepat merasa resah atau memberi label sesat kepada mereka yang berada di luar lingkungan kita, yang mengajarkan hal yang sama, yaitu Kabar Baik. Kita bisa mengenal siapa mereka melalui buahnya (Mat. 7:15-23), dan kehadiran mereka yang memberi arti bagi konteks masyarakatnya (menjadi garam) dan membawa damai.
  3. Tema Dies Natalis STT Jakarta tahun ini adalah “Membangun Masa Depan Bersama.” Hal ini berhubungan dengan kesadaran STT Jakarta akan pentingnya penyelenggaran pendidikan teologi yang baik bukan hanya untuk para mahasiswa teologi tapi juga untuk warga gereja. Dalam usia yang ke-78, STT Jakarta memiliki visi untuk menjadi pusat pendidikan teologi terbaik di Indonesia, di mana teologi bukan hanya didiskusikan dan dipelajari di dalam kelas tetapi juga dalam masyarakat dan jemaat untuk melahirkan teologi dari konteks. Dalam kesempatan ini, kita bersyukur kepada Tuhan yang memberikan STT Jakarta dalam dunia pendidikan teologi di Indonesia, dan berharap agar kerjasama yang baik bisa dengan gereja-gereja pendukung terus dilaksanakan dan ditingkatkan.

Pdt. Binsar Jonathan Pakpahan, Ph.D.

Viewed 47599 times by 9823 viewers

One Comment

  1. Selamat Dies Natalis STT jakarta yang ke- 78…GBU Pdt<Khasna Barus ,STh,MDiv,M,Psi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *