Apakah Beristri Dua itu Diperbolehkan?

Apakah Beristri Dua itu Diperbolehkan?

Sebuah Pandangan Alkitab

Pdt. Binsar J. Pakpahan, Ph.D.

 

Pertanyaan yang akan kita jawab dalam hal ini adalah, apa kata Alkitab mengenai pernikahan dengan lebih dari satu pasangan (bigami/poligami)?

Konteks pertanyaan ini adalah abad ke-21, yang berusaha melihat apa yang tertulis di buku yang ditulis sejak masa Israel hingga permulaan abad pertama (1446 SM – 45 SM). Bagaimana kita bisa mengambil inti dari apa yang Alkitab katakan dan melihatnya dalam konteks kita sekarang.

Alkitab mencatat beberapa tokoh yang beristeri lebih dari satu, misalnya Abraham, Yakub, Saul, Daud, Salomo, dan beberapa nama lainnya. Tetapi kita harus juga melihat bahwa tindakan ini tidak pernah mendapat persetujuan langsung atau pertentangan secara spesifik di dalam Alkitab. Karena itu kita akan melihat hal ini dari beberapa perspektif Alkitab sebelum kita mengambil keputusan logis mengenai bigami/poligami. Tulisan ini bukan sebuah tulisan komprehensif mengenai topik ini, namun cukup menggambarkan posisi teologis Kristen berdasarkan Alkitab mengenai masalah yang dibahas.

1. Tentang Tujuan Pernikahan
Efesus 5:31 mencatat, “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.” Hal ini serupa dengan apa yang telah disebutkan di dalam Kejadian 2:24, bahwa “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”

Pernikahan adalah di mana kedua anak manusia menjadi satu daging. Menjadi satu daging berarti kedua orang yang berbeda menjadi satu. Keduanya bukan lagi dua orang melainkan satu kesatuan dalam institusi pernikahan.

Pernikahan pertama antara Adam dan Hawa adalah sebuah prototype mengenai pernikahan yang sesuai dengan kehendak Allah. Allah melihat bahwa tidak baik kalau Adam hanya seorang diri, dan karenanya Allah mengirimkan seorang penolong (Kej. 2:18). Karena itu, pernikahan adalah sebuah institusi seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk saling menolong dan mengisi.

Kita bisa melihat juga bahwa Allah tidak menciptakan banyak perempuan untuk Adam sementara mereka bertugas untuk beranak cucu dan memenuhi bumi (Kej. 1:28). Tentu tugas ini akan menjadi lebih mudah apabila Adam memiliki lebih banyak isteri. Namun, Allah hanya memberinya Hawa untuk menjadi pendampingnya.

Maleakhi 2 :14-15 mencatat tentang permintaan Allah agar orang setia kepada isterinya,
“Dan kamu bertanya: “Oleh karena apa?” Oleh sebab TUHAN telah menjadi saksi antara engkau dan isteri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan isteri seperjanjianmu.2:15 Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuanitu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setiaterhadap isteri dari masa mudanya.” Artinya, Allah meminta orang untuk setia kepada pasangan yang mana dia telah menjadi satu daging dengannya.

2. Tentang Perceraian

Kita akan melihat sebuah teks dari Perjanjian Lama mengenai perceraian yang diatur dalam Taurat, dan ucapan Yesus sendiri dalam Matius 19. mari kita lihat Ulangan 24:1-4.

“24:1 Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya, 24:2 dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri orang lain, 24:3 dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian mengambil dia menjadi isterinya itu mati, 24:4 maka suaminya yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah kekejian di hadapan TUHAN. Janganlah engkau mendatangkan dosa atas negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.”

Satu hal yang jelas dari ayat ini bahwa dia bukan untuk mengatur perceraian melainkan untuk melarang laki-laki untuk mengawini ulang mantan isterinya. Kita bisa lihat bersama bahwa tidak ada aturan mengenai perceraian dalam bagian ini, yang diatur adalah bagaimana seharusnya suami bertindak kepada mantan isterinya.

Kata ‘tidak senonoh’ pada bagian di atas menimbulkan perdebatan antara Rabi Hillel dan Rabi Shammai. Kenapa menjadi perdebatan karena mereka merasa bahwa kata tidak senonoh tidak mungkin merujuk kepada perzinahan, karena yang melakukannya pasti dirajam mati. Rabi Shammai condong mengartikannya sebagai pelanggaran seksual, sementara Rabi Hillel mengartikannya bahwa suami tidak lagi menyukai isterinya, bahkan dengan alasan yang sepele sekalipun. Karena itu sekali lagi kita harus lihat bahwa ayat di atas sebenarnya bukan berbicara mengenai syarat perceraian melainkan bagaimana suami harus bertindak kepada mantan isterinya.

Salah satu bagian yang menarik lainnya yang berbicara mengenai perceraian dalam Alkitab adalah Matius 19: 3-12.

19:3 Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: “Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?” 19:4 Jawab Yesus: “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? 19:5 Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. 19:6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” 19:7 Kata mereka kepada-Nya: “Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?” 19:8 Kata Yesus kepada mereka: “Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. 19:9 Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.” 19:10 Murid-murid itu berkata kepada-Nya: “Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin.” 19:11 Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. 19:12 Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.”

Dalam bagian ini Yesus menekankan bahwa perkawinan itu adalah selamanya. Menarik untuk diketahui bahwa bagian yang sering digunakan sebagai nas perkawinan adalah justru penjelasan Yesus mengenai perceraian. Ikatan perkawinan adalah kuk ilahi yang dipasang atas laki-laki dan perempuan. Kedua, Yesus berkata bahwa karena ketegaran hati orang Farisilah Musa mengijinkan mereka bercerai. Lalu hal yang terakhir adalah laki-laki yang bercerai dan kawin lagi dengan orang lain sudah melakukan zinah. Yesus juga hanya mengijinkan perceraian itu terjadi atas dasar zinah. Ada yang mengartikan perkataan zinah, ‘porneia’ bukan hanya pelanggaran seksual tetapi juga merongrong fondasi keutuhan perkawinan dan kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Jelas sekali kesatuan hati yang dituntut sebagai fondasi perkawinan tidak terjadi di sini. Kemudian Yesus sendiri tidak pernah mengajar mereka untuk bercerai melainkan mengijinkan perceraian atas dasar ketidaksusilaan.

Tetapi di dalam dua ayat berikutnya, Yesus melarang laki-laki yang menceraikan isterinya untuk menikahi perempuan lain, dan laki-laki juga tidak boleh menikahi perempuan yang diceraikan orang lain. Lihat Matius 5:32, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.” Dan lihat Lukas 16:18, “Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.” Artinya, perceraian ada karena keras kepalanya orang-orang Yahudi, namun sesudah perceraian, pernikahan kembali itu sangat sulit untuk diterima.

3. Tentang Mengambil Isteri Orang

Meskipun Daud memiliki isteri banyak, namun Allah tidak mengijinkannya untuk mengambil isteri orang. Dalam kasus Batsyeba, Allah mengirim nabi Natan untuk memperingatkannya dan menghukumnya dengan mengambil anak pertamanya dari Batsyeba.

2 Sam 12 mencatat, “Kemudian berkatalah Natan kepada Daud: “Engkaulah orang itu! Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Akulah yang mengurapi menjadi raja atas Israel dan Akulah yang melepaskan engkau dari tangan Saul. Telah Kuberikan isi rumah tuanmu kepadamu, dan isteri-isteri tuanmu ke dalam pangkuanmu. Aku telah memberikan kepadamu kaum Israel dan Yehuda; dan seandainya itu belum cukup, tentu Kutambah lagi ini dan itu kepadamu.”

Jelas dari ayat ini bahwa tindakan mengambil isteri orang adalah sebuah kejahatan di mata Tuhan.
Juga dalam 1 Korintus 7:2, setiap orang diingatkan untuk mempunyai/setia kepada pasangannya sendiri, “tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri.” Kata isteri atau suami sendiri di sini bisa diterjemahkan dari bentuk tunggal dan bukan isteri-isteri atau suami-suami. Artinya kesetiaan kita diminta untuk seorang pasangan saja.

4. Tentang Pemimpin Jemaat yang Tidak Boleh Beristri Dua

Perjanjian Lama mencatat syarat untuk seorang raja sebagai berikut, Ulangan 17:16 Hanya, janganlah ia memelihara banyak kuda dan janganlah ia mengembalikan bangsa ini ke Mesir  untuk mendapat banyak kuda,  sebab TUHAN telah berfirman kepadamu: Janganlah sekali-kali kamu kembali melalui jalan ini lagi. 17 Juga janganlah ia mempunyai banyak isteri,supaya hatinya jangan menyimpang; emas dan perakpun janganlah ia kumpulkan terlalu banyak.” Kata “mempunyai banyak isteri” bisa juga diterjemahkan menjadi “menambah isteri” atau “multiply wives to himself.” Artinya, salah satu syarat pemimpin adalah orang yang setia supaya hatinya tidak menyimpang.

Perjanjian Baru banyak mencatat tentang syarat hanya beristeri satu bagi setiap pemimpin,

Coba lihat, 1 Timotius 3:2, “Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang.”

Atau 1 Timotius 3:12  “Diaken haruslah suami dari satu isteri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik.”

Atau Titus 1:6 “yakni orang-orang yang tak bercacat, yang mempunyai hanya satu isteri, yang anak-anaknya hidup beriman dan tidak dapat dituduh karena hidup tidak senonoh atau hidup tidak tertib.”

Dari ayat-ayat di atas, kita bisa melihat bahwa seorang pemimpin tidak boleh memiliki isteri lebih dari satu karena hidup seperti itu adalah tidak senonoh dan tidak tertib.

5. Tentang Pilihan Yang bertanggungjawab dan Memuliakan Allah

Mungkin masih ada yang menggunakan alasan bahwa beristeri lebih dari satu adalah pilihan pribadi yang akan menjadi tanggung jawab masing-masing orang. Mari kita lihat penjelasan berikut.

1 Korintus 10:23-24 mengatakan, “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. Jangan seorang pun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain.”

Dalam teks ini, Paulus memberi peringatan terhadap kebebasan yang kita miliki dalam memilih, dan bagaimana kita bisa menjatuhkan pilihan yang bertanggungjawab. Hal ini juga bisa kita kaitkan dengan pilihan orang untuk beristri lebih dari satu.

Masih banyak lagi masalah yang akan menimbulkan pertanyaan yang membuat orang berkata, “Mengapa kebebasanku harus ditentukan oleh keberatan-keberatan hati nurani orang lain?” (1 Kor. 10:29). Intinya, kenapa keberatan orang lain harus membuat saya mengubah sikap saya?

Lalu jawabannya adalah, “segala sesuatu diperbolehkan.” Tetapi hendaklah kebebasan ini kita gunakan untuk keuntungan orang lain. Tentu hal ini tidak mudah untuk kita pikirkan. Di tengah segala jenis kebebasan yang ditawarkan dunia ini, kita bisa terlena dan lupa bahwa pilihan kita tersebut bisa melukai orang lain.

Di ayat 31, Paulus mengatakan, “lakukanlah itu untuk kemuliaan Allah.” Paulus mengingatkan kita bahwa tujuan hidup kita adalah untuk kemuliaan Allah. Jadi setiap pilihan yang kita lakukan seharusnya pilihan yang hasilnya dapat memuliakan Allah. Paulus mengajarkan agar Jemaat Korintus selalu memilih segala sesuatunya dengan hikmat Allah. Dengan demikian, kita bisa menjatuhkan pilihan yang tepat.

Pertanyaan yang utama yang harus kita ajukan setiap kali kita dihadapkan pada dilema seperti ini adalah, “apakah hal ini memuliakan Allah?” kalau kita yakin bahwa hal tersebut memang memuliakan Allah, maka kita bisa terus melakukannya.

6. Kesimpulan

Setelah melalui beberapa penjelasan di atas, sekarang kita tahu bahwa beristeri lebih dari satu adalah sebuah kejahatan di mata Tuhan. Tujuan pernikahan yang menjadi satu daging untuk saling menolong akan menjadi kacau ketika tiga atau lebih orang menjadi satu daging, karena yang berjumlah jamak (laki-laki atau perempuan) tidak akan menjadi satu daging dengan yang lainnya. Ajaran Yesus mengenai perceraian menunjukkan bahwa perceraian itu tidak sesuai dengan Firman Allah, bahkan mereka yang menikah lagi sesudah bercerai sudah melakukan zinah. Mereka yang mengambil isteri orang juga mendapatkan peringatan keras dan kemudian mendapat hukuman.

Lalu seorang pemimpin diminta untuk menggambarkan potret manusia yang tertib dan tidak senonoh dengan hanya memiliki satu isteri. Banyaknya isteri menggambarkan ketidaksetiaan dan ketidakfokusan seorang pemimpin.

Hal ini tentu saja bisa dilanggar, seperti perintah Tuhan lainnya, dengan konsekuensi pribadi.  Karena itu, pilihan dalam hidup ini harus kita ambil dengan mengingat bahwa apapun yang kita lakukan, harus kita jalankan untuk kemuliaan Tuhan.

Viewed 35825 times by 11783 viewers

8 Comments

  1. tina haisma saragih

    tidak mengerti kalimat: “dan telah kuberikan istei-isteri tuanmu kedalam pangkuanmu”
    Maksudnya???…. toch tidak untuk di pangku2 saja…atau sebagai dayang2nya aja????atau????..mungkikah symbolis??? Symbolis iya…hampir semua kerajaan sudah diserahkanNya kepada Daud iya????

  2. tina haisma saragih

    Sedikit pertanyaan: bagaimana kalau isteri atau suami ternyata toch salah pilih??? Sering terjadi ber-tahun2 pacaran…semua sudah diselidiki masing2, sampai2 ke akar2nya,mereka yakin dan percaya bahwa Tuhanlah yg mempersatukan mereka,jadi bukan cinta buta, lalu menikahlah.

    Akan tetapi setelah beberapa lama/thn pelan2 tp nyata/jelas bahwa mereka samasekali tidak cocok, bertengkarlah teus, cinta sudah tak ada lagi, udah saling membunuh, bantuan dari luar juga dari spesialis tak berhasil, bercerai tidak boleh,,inilah mungkin kuk itu iya, perang seumur hidup…
    Jawabku: makanya ttplah berendah hati dan berdoa terus…tak ada yg terjamin di dunia ini, semua menagandung risiko. Kita hanya bisa ttp berserah kepada Tuhan semoga kita ttp di kuatkan…apapun yg terjadi, amin.

    Aku tunggu jawaban pendeta…..

  3. kalau topik ini memang soal beristri dua pada saat bersamaan tante, alias poligami. Kalau soal beristri/bersuami setelah bercerai maka itu lain lagi. Ada juga kok di blog ini soal etika perceraian.

  4. Saya beragama krestian pcs telah berkhawin saya bersama bini selama 8 tahun bersama istri bermasalh belum ada anak boleh kah saya berprlogami 2 isteri

  5. Pak Jonis, tujuan kita menikah bukan hanya untuk memiliki anak. Tuhan menciptakan begitu banyak tugas untuk sebuah pasangan untuk bertumbuh, menjadi berkat bagi sesamanya. Tuhan punya rencana atas keluarga Bapak, yang pasti rencananya bukan supaya Bapak menikah lagi. Salam,

  6. selamat petang,dan shalom saya addie saya nak tanya ada tak ayat atau firman tuhan yang terang dan mengatakan tidak boleh kahwin lebih daripada seorang isteri?klu ada di manakah terletaknya firman itu atau ayat itu?saya nak tau sangat sangat.

  7. Sy istri ke dua.kita semua menikah kristen.sy ingin bercerai.apakah tindakan sy berdosa

  8. Sy seorg nasrani.sy menjadi istri kedua sdh 13th dan memiliki 3anak.sy menikah syah dan gereja.apakah sy boleh bercerai atau tetap mempertahankan.krn selama ini sy tdk bahagia.sy terima nasib sebagai istri ke 2.suami tinggal dengan istri pertama.6bulan atau setahun sekali sj menjenguk sy dan anak2.bisakah sy bercerai atau tetap sabar demi anak2 kami.mohon solusi.trimakasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *