“Kedatangan Kristus menjadikan kita pewaris Kerajaan Allah”

Khotbah Natal

25 Desember 2011

  1 Johannes 3:1-6

 

“Kedatangan Kristus menjadikan kita

pewaris Kerajaan Allah”

Saudara-saudara yang terkasih dalam Kristus,

Selamat hari natal 2011, semoga damai dari kedatangan Kristus akan memimpin kita semua memasuki tahun yang baru!

Apabila saudara tadi malam datang menuju Landelijke Kerstviering di Schiedam, maka saudara akan mendengar khotbah mengenai silsilah Tuhan Yesus. Silsilah Tuhan Yesus menunjukkan bahwa Allah bisa menggunakan seseorang, apapun latar belakanganya, menjadi alat bagiNya. Pada hari ini kita akan melihat surat Yohanes mengenai status kita yang masuk ke dalam silsilah Yesus karena kita juga adalah anak-anak Allah.

Apakah saudara tahu apa perbedaan paling mendasar dari anak adopsi dan anak kandung?

Memang betul bahwa anak adopsi bukan anak biologis dari orangtua yang mengasuhnya. Tetapi itu bukan jawaban utama. Jawaban yang saya cari adalah bahwa anak adopsi adalah anak yang dipilih oleh orangtuanya setelah melalui beberapa proses, sementara anak kandung harus diterima orangtuanya, apapun kondisinya.

Ada bagian proses pemilihan yang terlibat dalam proses pemilihan anak adopsi. Sama seperti proses pemilihan ini, ada juga proses pemilihan dalam menjadi anak-anak Allah. Allah mengasihi kita dan memilih kita menjadi anak-anakNya.

Karena hal ini, saya tertarik menyelidiki pertanyaan, apakah anak angkat juga memperoleh warisan yang sama dengan anak kandung.

Indonesia ternyata mengatur hal ini dalam tiga hukum berbeda. Yang pertama, apabila anda mengangkat anak di dalam hukum adat, maka penentuan waris juga tergantung kepada hukum adat yang berlaku, misalnya di Jawa anak angkat tidak memperoleh warisan, tetapi di Bali memperolehnya. Kedua, apabila saudara mengangkat anak dalam hukum Islam, maka anak yang diangkat tidak memperoleh warisan sama sekali, karena hanya mereka yang memiliki hubungan darah yang akan memperolehnya. Anak angkat masih memperoleh warisan di keluarga biologisnya. Ketiga, apabila saudara mengangkat anak menurut peraturan perundang-undangan negara, maka anak angkat juga memperoleh hak warisan yang sama dengan anak kandung.

Lalu bagaimana kalau anda diangkat anak oleh Allah, apakah saudara akan menerima warisan Kerajaan Allah? Jawaban singkat adalah: ya!

Yohanes menulis surat ini ketika dia berumur 90 tahun, di pulau Patmos, di mana dia dipenjara dan dibuang. Dia memulai bagian ini dengan ucapan syukur, “(3:1) Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah.” Kita adalah anak-anak Allah. Kedatangan Kristus mengembalikan kembali hak kita untuk menjadi ciptaan Allah yang paling mulia, sekaligus mengangkat kita lebih tinggi statusnya, dari ciptaan menjadi anak. Allah tidak harus memilih kita untuk menjadi anaknya karena dosa. Tetapi karena kasihNya, Allah memilih kita untuk menjadi keturunan dan ahli warisNya, dan kita sekarang disebut menjadi anak-anak Allah.

Buat Yohanes hal ini memiliki implikasi. Yohanes menulis surat ini kepada Jemaat yang pada waktu itu dipengaruhi oleh ajaran Gnostis. Mereka mengajarkan bahwa hal yang paling penting adalah jiwa, dan karena itu hal tentang fisik manusia tidaklah penting. Sampai di sini kita masih bisa mengerti dengan baik. Namun kemudian, yang terjadi adalah kaum ini mengajarkan bahwa yang paling penting adalah jiwa seseorang, karena itu apapun yang kita lakukan tidak akan memiliki pengaruh apa-apa terhadap jiwa kita. Apabila manusia berbuat jahat atau baik secara fisik, hal yang terpenting bukan perbuatannya, tetapi jiwanya. Ajaran ini juga menolak sisi kemanusiaan Yesus karena buat mereka Yesus tidak bisa datang sebagai penyelamat dan menderita, karena fisik tidak berpengaruh terhadap jiwa. Yohanes menolak pandangan ini dan menekankan bahwa Yesus betul-betul menderita untuk dosa manusia, dan apa yang kita lakukan dengan tubuh kita juga berpengaruh terhadap jiwa kita. Karena latar belakang ini kita bisa mengerti kenapa Yohanes berkata, “3:4Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah.3:5Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diri-Nya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa.3:6Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia.”

Yohanes mengatakan bahwa orang yang disebut anak-anak Allah, di dalam Kristus, akan mengalami perubahan hati, dan juga perbuatan. Orang yang mengatakan mengenal Allah tetapi terus berbuat dosa sesungguhnya bukanlah pewaris kerajaan Allah. Lalu, bukankah kita sebagai manusia akan selalu berbuat dosa? Apakah ini artinya setiap kita berdosa, kita bukan lagi ahli waris kerajaan Allah?

Saudara-saudara, di sinilah letak perbedaannya. Yohanes mengatakan istilah anak-anak Allah, karena dalam tradisi Yahudi, seorang anak juga memiliki berbagai kewajiban dalam keluarganya. Salah satu kewajiban yang harus dilakukan adalah menjaga nama baik keluarga. Dalam beberapa hal, kehormatan keluarga jauh lebih penting daripada hak dan kewajiban seorang pribadi. Jadi, apabila seseorang mengancam nama baik seluruh keluarga karena tindakannya, keluarga akan ikut campur dalam masalah ini. Hal ini hampir sama dengan beberapa budaya di Indonesia. Kontrol sosial keluarga adalah besar sehingga juga kadang dirasa terlalu mengikat. Misalnya dalam hal memilih jodoh. Karena pasangan hidup, dalam hal ini perempuan yang dipilih, akan memperoleh nama keluarga, maka perempuan tersebut harus melalui sejumlah seleksi untuk bisa masuk ke dalam keluarga. Dalam budaya India yang sangat tradisional, sang laki-laki bahkan tidak punya hak untuk memilih pasangan hidupnya karena keluarganya akan memilihkan seseorang untuk dia.

Yang ingin saya tunjukkan dari perbandingan ini adalah, anak juga memiliki kewajiban dalam keluarga. Inilah yang dimaksud Yohanes dengan istilah anak-anak Allah. Sebagai anak Allah kita tentu perlu menjaga nama baik kerajaan Allah, dan menunjukkannya dalam perbuatan kita. Menjadi ahli waris, apalagi ahli waris Kerajaan Allah bukan berarti melakukan segala hal sesuka hati kita, namun menjaga nama baik keluarga dan memperoleh warisannya. Allah memilih kita menjadi anakNya, dan karena itu kita juga harus menunjukkan dengan perubahan hidup untuk tidak tinggal di dalam dosa lagi.

Pesannya mudah: kedatangan Kristus menjadikan kita anak-anak Allah dalam silsilah Kerajaan Allah. Karena kita sekarang menjadi anak-anak Allah, di mana Allah tinggal di dalam kita melalui RohNya, seharusnya memiliki perubahan hati dan tidak lagi melakukan perbuatan-perbuatan yang salah. Karena itu orang yang mengaku menerima Kristus namun melakukan hal yang jahat di mata Tuhan, atau tidak menolong orang lain, atau bertengkar dengan saudaranya, atau menipu, menganiaya dan hal jahat lainnya, mungkin belum betul-betul melaksanakan fungsinya sebagai pewaris kerajaan Allah. hal ini mungkin saja. Ada juga ahli waris yang memutuskan untuk tidak mengambil warisannya. Hal ini sama dengan perumpamaan undangan pesta yang diberikan oleh sang Raja di Matius 22 berhubungan dengan hal ini. Sang Raja mengundang banyak orang makan bersama, seluruh makanan yang enak sudah disiapkan, namun undangan justru tidak mau makan. Karena itu sang Raja mengundang orang lain untuk masuk ke perjamuan makan. Apabila ahli waris tidak mau menerima warisannya, maka sang Raja akan memilih orang lain untuk masuk ke dalam kerajaanNya.

Saudara-saudara yang terkasih,

Kedatangan Kristus yang kita peringati setiap tahun tentunya memiliki konsekuensi bagi kita. Msekipun masa lalu kita buruk, Allah memberikan kita sebuah kesempatan untuk memulai langkah baru sebagai anak-anakNya. Mari kita gunakan kesempatan ini untuk mengharumkan nama Allah dengan perbuatan kita. Mari kita tunjukkan apa artinya Allah tinggal di dalam kita melalui perbuatan kita yang baik terhadap Allah dan sesama manusia. Amin.

Viewed 31469 times by 5873 viewers

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *