Kasih Dalam Tindak Nyata

Roma 12:9-21

Kasih Dalam Tindak Nyata

Ada sebuah cerita yang ditulis oleh dr. Yang Jwing-Ming. Seorang perempuan, Li-Li, menikah dan tinggal bersama suami dan ibu mertuanya. Li-Li sering berlawanan dalam berbagai hal dengan ibu mertuanya. Mereka memiliki dua kepribadian yang berbeda.

Hari dan minggu berlalu. Li-Li dan ibu mertuanya selalu bertengkar. Yang membuat situasi semakin sulit adalah, bahwa dalam tradisi Cina, Li-Li harus tnduk kepada ibu mertuanya. Akhirnya, Li-Li tidak tahan lagi. Dia harus melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah ini.

Li-Li pergi ke seorang teman baik dari ayahnya, Bapak Huang, yang menjual ramuan tradisional. Dia bercerita mengenai situasinya dan meminta ramuan racun, supaya dia bisa memecahkan masalahnya.

Tuan Huang berkata, “Li-Li, saya akan membantumu, tetapi kamu harus mendengar apa kata saya dan melakukan apa yang saya bilang.” Tuan Huang pergi ke kamar belakang dan kembali dengan sebuah paket berisi ramuan. Dia berkata kepada Li-Li, “Kamu tidak boleh menggunakan racun yang bekerja dengan cepat, karena nanti orang akan curiga. Karena itu saya memberikan beberapa ramuan racun yang bekerja dengan lambat untuk ibu mertuamu. Kamu harus memasak makanan daging babi dan ayam yang enak, lalu memasukkan sedikit dari ramuan ini. Untuk menghilangkan kecurigaan kalau dia meninggal, kamu harus berhati-hati dalam tindakanmu. Kamu harus baik terhadap ibu mertuamu, jangan bertengkar lagi, dengarkan keinginannya, dan perlakukan dia seperti ratu.”

Minggu dan bulan berlalu. Lu-Li melakukan persis apa yang Tuan Huang katakan. Dia mempersiapkan makanan enak dan memperlakukan ibu mertuanya seperti ratu. Setelah 6 bulan segalanya berubah. Li-Li memperlakukan ibu mertuanya dengan hormat dan juga humor. Ibu mertuanya menceritakan bahwa Li-Li adalah menantu terbaik kepada teman-teman dan anggota keluarga lain. Li-Li dan ibu mertua sekarang bisa hidup berdampingan dengan baik.

Pada suatu hari, Li-Li kembali minta tolong ke dr Huang. Dia berkata, “Dr. Huang, bisakah anda memberi anti-racun supaya ibu mertua saya tidak meninggal. Dia telah berubah menjadi perempuan yang menyenangkan, dan saya mengasihinya seperti ibu saya sendiri. Saya tidak mau dia meninggal dunia karena racun yang saya berikan kepadanya.”

Dr. Huang tersenyum dan berkata, “Li-Li, jangan khawtair. Saya tidak pernah memberikan racun kepadamu. Saya memberi ramuan untuk kesehatan ibu mertuamu. Satu-satunya racun ada di dalam jiwamu dan perlakuanmu terhadapnya, tapi itu telah dihapus melalui kasih yang engkau berikan kepadanya.”

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus,

Cerita ini memiliki isi yang menarik. Saya mau bertanya, siapa yang pertama kali berubah? Li-Li atau ibu mertuanya? Atau peran apakah yang dimainkan Dr. Huang? Apa sebenarnya maksud dari Li-Li? Mengapa Li-Li berubah? Akhirnya, Li-Li memiliki tujuan yang berbeda ketika dia mengubah sikapnya, namun akhirnya dia juga menyukai perubahan itu, berkat tujuan buruknya terhadap ibu mertuanya.

Kita akan kembali ke poin ini nanti.

Surat yang Paulus tulis untuk jemaat di Roma adalah dalam masa pertumbuhan jemaat di Spanyol dan Roma. Paulus menginginkan dukungan dari jemaat Roma. Dia berpikir bahwa kesatuan dalam Jemaat Roma akan membawa lebih banyak orang percaya di Spanyil. Tetapi, relasi antara Yahudi dan non-Yahudi adalah permasalah besar. Ada ketegangan rasial antara kedua grup ini dalam Jemaat Roma. Orang Yahudi mengira dirinya sendiri sebagai bangsa terpilih. Non-Yahudi merasa bahwa orang Yahudi hanyalah imigran, dan non Yahudi harus memiliki posisi yang tinggi dalam gereja. Ini aalah tantangan besar bagi jemaat Roma: kesatuan. Paulus berpikir bahwa dia tidak bisa mengabarkan Injil tentang baik di Spanyol ketika Jemaat di Roma tidak bisa bersatu.

Karena itu Paulus menulis surat ini bukan hanya untuk Yahudi kristen tetapi juga non-Yahudi. Buku Roma adalah sebuah pesan praktis dari Paulus, supaya jemaat di Roma bisa menjadi satu. Tanpa kesatuan di Roma, Paulus tidak dapat menyebarkan Injil di jemaat yang lain.

Kalau begitu, apa pesan Paulus? “Hendaklah kasih itu jangan pura-pura.” Ini adalah pesan pertama dalam bacaan kita. Ini adalah sebuah pesan yang agak sulit untuk dilakukan. Kenapa tulus (jangan pura-pura)? Karena kita ada dalam Kristus, dan diselamatkan oleh karunia, maka kita tahu bahwa hubungan kita dengan Allah bukanlah berdasarkan prestasi kita. Kita memberikan kasih dari kasih yang sudah kita terima. Kita tidak membagi kasih kita kepada sesama manusia untuk memperolah reputasi yang baik. Karena itu Palus berkata di ayat 17, “hati-hatilah dalam melakukan apa yang benar di mata semua orang” (berbeda dengan terjemahan versi baru “lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!”). Kita melakukan segalanya hanya untuk Tuhan.

Tetapi Paulus mengenali kesulitan dalam hidup dengan damai dengan beberapa orang. Karena itu Paulus berkata, “sedapat-dapatnya.” Hal ini berarti bahwa orang percayajuga punya batasan dalam iman mereka. Namun bahkan dalam hal ini, Paulus masih tetap eminta kita untuk membalas musuh kita dengan damai dan kasih. Kita harus mencoba yang terbaik. Ini adalah jalan Kristus, yang adalah mentalitas dari orang yang berada dalam Kristus, di mana karunia adalah hukumnya.

Roma 12 sangat menarik untuk dibaca. Isinya adalah contoh praktis mengenai bagaimana kita bisa menjalankan kasih Allah dalam kehidupan sehari-hari. Kita sudah membaca bahwa pesannya adalah lebih banyak “lakukan” daripada “jangan lakukan.” Ini artinya lebih banyak “aksi positif” untuk mengubah “perasaan negative. Ini berarti kita harus tetap melakukan perbuatan positif daripada melarang ataupun berhenti melakukan.

Mari kita lihat isi dari Roma 12.

Lakukan

  1. Hendaklah kasih itu jangan pura-pura!
  2. Jauhilah yang jahat  dan lakukanlah yang baik.
  3. Hendaklah kamu saling mengasihi  sebagai saudara
  4. saling mendahuluidalam memberi hormat.
  5. biarlah rohmu menyala-nyala  dan layanilah Tuhan.
  6. Bersukacitalah dalam pengharapan,
  7. sabarlah dalam kesesakan,
  8. bertekunlah dalam doa!
  9. Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus
  10. usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan!
  11. Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, 
  12. Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita,
  13. menangislah dengan orang yang menangis!
  14. Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama
  15. arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana
  16. lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!
  17. Hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!

Jangan lakukan

  1. Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor,
  2. Jangan mengutuk
  3. janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi
  4. Janganlah menganggap dirimu pandai! i 
  5. Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan
  6. Janganlah menuntut kejahatan

Kalau kita perhatikan, maka kita tahu lebih banyak hal dalam daftar ”lakukan”  daripada “Jangan lakukan.” Apa artinya?

Sekarang, marilah kita kembali ke konteks kita. Kita hidup dalam sebuah jemaat. Kadang-kadang kita bertengkar, atau kita berbeda pendapat dengan saudara-saudara kita. Ini normal. Itulah hidup. Tetapi Tilburg adalah jemaat yang bertumbuh. Kalau kita ingin lebih bertumbuh lagi, maka kita harus baik di dalam untuk bisa meraih orang di luar. Seperti kata Paulus, dia tidak bisa pergi lebih jauh lagi kalau Jemaat di Roma tidak benar. Kalau inti dari gereja kuat, maka pasti banyak orang yang akan datang ke gereja kita.

Ini juga berarti bahwa perbubahan dan kasih berasal dari “lakukan” dan bukan “Jangan lakukan”. Siapa yang akan melakukannya? Kita. Kita harus melakukan apa yang ada dalam daftar “lakukan” dan bukan yang lain. Saya tahu bahwa pasti ada saja yang akan mengatakan, “Harusnya si ini mendengar khotbah ini” atau “si a harus melakukan khotbah ini.” Justru inilah pesannya, perubahan berasal dari “lakukan” dan kita sendiri yang harus melakukannya.

Paulus juga berkata lebih lanjut, Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.” Artinya, kalau kita tetap melakukan hal baik, sementara yang lain melakukan hal yang jahat, maka sebenarnya kita sedang memberi malu pihak yang lain.

Perubahan dalam cerita Li-Li berasal pertama sekali dari dirinya. Dia memiliki tujuan lain, tapi akhirnya, seperti apa yang tuan Huang katakan, satu-satunya racun ada di dalam hatinya. Kalau kita ingin mengubah orang lain, maka kita juga harus pertama kali mengubah sikap kita. Hal ini sulit untuk dilakukan, namun bukan tidak mungkin.

Pesan dari Paulus memberi kita kekuatan untuk melakukan hal yang baik, untuk memperlihatkan kasih kita juga terhadap orang yang memusuhi kita. Dalam sebuah konflik anda tidak bisa menunggu bahwa pihak yang lain akan berubah, anda hanya bisa mengubah dan memperbaiki sikap anda. Jika kita sudah melakukan apa yang Paulus katakan, maka kita pasti akan bertumbuh. Amin.

Viewed 47625 times by 18418 viewers

One Comment

  1. Mauliate Bapak 😇

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *